Tanggal tepatnya saya tidak ingat persis. Sekitar akhir Februari 1991, memasuki tahun kedua saya di Fakultas Teknik Jurusan Mesin Universitas Hasanuddin. saya dan beberapa kawan berkumpul bersama di ruang HL 207 Fakultas Teknik Unhas (FT-UH).
Suasana sangat hiruk pikuk saat itu. Seisi ruangan seperti berisi spirit menggebu menghasilkan media publikasi independen ala Mahasiswa Teknik dengan “cita rasa” khas : Berani, Cerdas, “Ganas” tapi elegan.
Ruangan yang juga menjadi sekretariat Senat Mahasiswa FT-UH itu disesaki sejumlah aktivis kampus teknik. Antara lain, ada Andi Tarninda Batara Putra, Ketua Senat Mahasiswa Fak.Teknik (sekarang bekerja di Chevron Indonesia Balikpapan), Muh.Sapri Pamulu (sekarang dosen Teknik Sipil FT-UI dan kandidat doktor di Centre for Built Environment & Engineering, Queensland University of Technology (QUT), Brisbane, Australia), A.Ahmad Makkasau – Mahasiswa Teknik Mesin angkatan 1989 (kini karyawan PT.Abadi Barindo Autotech MM2100 Cibitung), Nasrun A.Samaun – Mahasiswa Teknik Sipil Angkatan 1989 (sekarang bekerja di Deptamben Maluku Utara), Kak Arfan Doktrin – Mahasiswa Teknik Arsitektur Angkatan 1983 (sekarang tinggal di Bantaeng Sul-Sel), Kak Anshar “Ancha” Rahman – Mahasiswa Teknik Mesin Angkatan 1983 (sekarang menjadi pengusaha properti di Makassar), Jowvy Kumala Mahasiswi Teknik Sipil Angkatan 1988 (bekerja di Telkomsel Makassar), Yeri Hermanto Mahasiswa Teknik Mesin Angkatan 1988 (kini menggeluti bisnis Kayu Gaharu dan Menulis Skenario bersama isteri tercinta di Sinemart untuk RCTI khususnya sinema Religi), Inzar Anas Mahasiswa Teknik Mesin Angakatn 1989 (sekarang bertugas di LAPAN setelah menyelesaikan studi S-3-nya di Jerman), dan tentu saja saya sendiri yang ketika itu masih kurus, lugu tapi penuh vitalitas 😀 serta sejumlah rekan-rekan yang lain.Sebenarnya materi pembicaraan dalam acara itu hanya rapat rutin membahas kegiatan senat.
Namun pembicaraan berkembang lebih jauh tentang perlunya media publikasi mahasiswa teknik yang lebih “berani” menyuarakan suara mahasiswa dengan muatan kritik sosial yang cerdas, lugas dan bernas. Para peserta rapat begitu antusias menyambut usulan itu.
Namun kendala terbesar adalah, hampir sebagian besar dari kami tidak memiliki latar belakang yang cukup kompoten tentang soal-soal jurnalistik atau penerbitan meskipun saya, Sapri dan Nasrun, ketika itu sudah aktif sebagai pengelola di penerbitan kampus “Identitas” UNHAS.
Tak ayal lagi, pembicaraan pun berkembang serius untuk perlunya menyelenggarakan kegiatan pelatihan jurnalistik yang mewadahi “nafsu-nafsu” kami, mahasiswa teknik untuk merambah dunia yang sama sekali baru bagi kami : dunia penulisan atau jurnalistik.
Maka demikianlah, tanggal 11-13 Maret 1991, diselenggarakan Latihan Jurnalistik IPTEK Rekayasa (LJIR) Se-Kotamadya Ujung Pandang oleh Senat Mahasiswa Fakultas Teknik. Pelatihan tersebut tidak hanya diikuti oleh Mahasiswa Teknik Unhas tapi sejumlah peserta datang dari berbagai fakultas di Unhas dan Universitas lain.
Pelatihan tersebut menghadirkan sejumlah praktisi jurnalis untuk berbagi ilmu mengenai penulisan (seingat saya, acara ini masih rutin diselenggarakan tiap tahun oleh Senat Mahasiswa Fakultas Teknik UNHAS, moga-moga saya tidak salah).
Usai acara, saya dan beberapa orang rekan lulusan pelatihan LJIR, merancang format penerbitan Surat Kabar Mahasiswa ala Fakultas Teknik. Nama CHANNEL 9 digagas oleh M.Sapri Pamulu sementara logonya dirancang oleh Kak Arfan Doktrin.
Slogan CHANNEL 9 “Media Terpandang Meraih Bintang” diusulkan oleh Kak Anshar Rahman. Pena Rapido bercincin merah menggoreskan sesuatu diatas kertas melambangkan idealisme pers mahasiswa yang menorehkan tekad dengan kilatan bintang menuju puncak bintang prestasi. Angka 9 sendiri ketika itu adalah identitas spesifik nomor induk kemahasiswaan Fakultas teknik.
Saya masih ingat betul, betapa gairah kami begitu menggebu-gebu menghasilkan karya perdana kami itu. Beberapa materi saya siapkan sendiri plus sejumlah tulisan pendukung dari rekan-rekan dan materi LJIR. Karena dana yang diberikan pihak fakultas sangat terbatas, kami terpaksa “bergerilya” mencari tambahan dana lain berupa iklan.
Untunglah di terbitan perdana ada salah satu perusahaan rokok berminat memasang iklannya di halaman belakang. Pada penerbitan awal ini, untuk menghemat ongkos produksi, kami hanya menelorkan 1000 eksemplar saja dan hal yang membuat saya tertawa sendiri mengingatnya sekarang adalah, kami memutuskan Melipat sendiri halaman demi halaman surat kabar tersebut.
MELIPAT ?. Ya, melipat!. Usai Surat Kabar edisi perdana ini dicetak di Percetakan SULAWESI, kami membawanya (dalam keadaan terurai, belum dilipat sebagaimana koran-koran biasanya) ke ruang senat dan melipatnya satu persatu. Kami, anggota redaksi Channel 9 yaitu Sapri, Nasrun, saya, Inzar Anas, Makkasau, Lukman, Basri, dll bahu membahu melipat Surat Kabar Channel 9 yang berbentuk tabloid 8 halaman hingga lewat tengah malam.
Kami melakukannya dengan gembira dan luapan semangat menggebu-gebu ditemani kopi dan Songkolo’ Bagadang (makanan khas makassar berupa nasi ketan,lauk ikan asin dan sambel pedas).
Beberapa rekan mahasiswa Teknik Perkapalan dan Arsitektur yang kebetulan menginap dikampus mengerjakan tugas gambar ikut turun tangan bergabung bersama kami menyingsingkan lengan baju menjadi “Lipator” Channel 9.
Edisi perdana SKM CHANNEL 9 meluncur perdana akhir April 1991. Langsung menggebrak dengan berita hot-nya “BUKK..! “Tinju” Ala Dekan.
Laporan utama edisi tersebut mengangkat ulasan Dekan Fak.Teknik UNHAS ketika itu Bapak Ir.H.Maruddin Laining ketika membuka LJIR 1991 dan menyatakan sudah saatnya Mahasiswa Teknik yang selama ini dikenal “tukang tawuran” mengganti “tinju”-nya dengan pena.
Masih lekat dalam ingatan saya, ketika tabloid itu meluncur, kami para tim redaksi dan kawan-kawan aktifis mahasiswa fakultas teknik “turun lapangan” menjadi loper koran.
LOPER KORAN ?. Ya, menjadi loper koran. Tabloid yang kami jual Rp 100/eksemplar diedarkan hingga ke sudut-sudut kampus, tempat-tempat mangkal mahasiswa, terminal pete-pete (angkutan sejenis angkot) kampus, perpustakaan, kantin hingga UKM (unit kegiatan mahasiswa).
Kebetulan saja, kami menjalin hubungan baik dengan para koordinator angkutan pete-pete kampus dan merekapun membantu kami menjajakan tabloid tersebut ke setiap mahasiswa yang menggunakan jasa transportasi tersebut.
Dan kampus UNHAS pun heboh dengan kemunculan tabloid kami yang mengusung gaya khas ala anak teknik yang seperti diungkap oleh “Pemimpin Gerombolan Redaksi” (istilah nyeleneh bagi pemimpin redaksi), Muh.Sapri Pamulu adalah : nakal, lucu, loyal, pinter dan kadang-kadang ganas beralasan. Saya mendapat jabatan sebagai Redaktur Pelaksana.
Mengingat antusiasme pasar yang sangat tinggi, kamipun menelorkan edisi kedua di Bulan Mei 1991 yang mengangkat tema tentang Pemilihan Ketua Senat Mahasiswa Fak.Teknik. Headlinenya bikin “merinding” : Salome!.
Kali ini terbit lebih “gemuk” dengan 12 halaman. Lagi-lagi, untuk menghemat ongkos terbit, apa boleh buat, kami tidak menggunakan jasa pengetikan di Percetakan SULAWESI, tapi memutuskan mengetik sendiri di mesin ketik listrik inventaris Senat Mahasiswa Fak.Teknik.
Saya masih ingat betul, tangan saya sampai pegal dan mata sampai lelah gara-gara mengetik di mesin ketik listrik tersebut. Status saya masih “seperti dulu” sebagai Redaktur pelaksana, merangkap Lipator (maksudnya tukang lipat) dan juga loper.
Terus terang di edisi ini kami kurang puas dan sempat memperoleh protes dari pembaca karena kualitas tampilan C9 sangat jelek (hasil ketikan di mesin ketik listrik).
SKM Channel 9 kian populer. Dari 1000 eksemplar yang kami edarkan hampir 80% ludes terjual. Ini sudah cukup meng-ongkosi edisi berikutnya.
Kami tidak perlu lagi menggantungkan subsidi dari dana kemahasiswaan senat. Ditambah lagi kami sudah dapat penghasilan tambahan dari iklan. Bulan Juni 1991, kami tampil di edisi ketiga yang mengangkat tema tentang menggugat peran Ikatan Alumni UNHAS.
Saya membuat artikel dihalaman depan dengan judul seronok “IKA, Pacarmu Menanti”.
Dengan mempertimbangkan edisi sebelumnya, kamipun kembali ke jasa pengetikan percetakan. Oh ya, sejak edisi pertama kami juga sekaligus melakukan lay-out sendiri tabloid kami.
Jadi hasil pengetikan yang sudah berupa lajur-lajur di kertas khusus, kami gunting-gunting dan atur secara manual di “dummy”. Saya lalu membawa hasil lay-out itu ke percetakan dengan motor bersama sang koordinator iklan sekaligus bendahara, Nasrun.
Betul-betul sangat manual dan “primitif”, jika dibandingkan dengan penerbitan koran saat ini. Yang sering saya kenang adalah, pernah suatu malam (sekitar Pkl.24.30 dini hari), saya dan Nasrun naik motor berdua ke sebuah pondokan mahasiswa.
Kami menggedor-gedor pintu kawan saya, membangunkan dia sebentar hanya untuk pinjam gunting lantaran gunting yang biasa kami pakai untuk lay-out rusak dan tidak ada lagi toko yang buka pada saat itu. Akibat “serangan” kami itu, saya dan Nasrun tidak hanya kena omelan sang pemilik gunting tapi seluruh penghuni pondokan yang ikutan ngamuk gara-gara aksi norak kami.
Kesibukan saya kian tinggi di Channel 9 dan juga penerbitan kampus Identitas. Saya lebih sering menginap di kampus bersama kawan-kawan redaksi lain dan menyelesaikan tugas-tugas keredaksian. Ayah dan ibu saya yang mencemaskan perilaku “aneh”putra tertuanya yang jarang pulang kerumah mulai memberikan sinyal-sinyal larangan. Dalam suatu kesempatan, saya dipanggil berbicara empat mata dengan ayah saya. Suatu malam yang kuyup diguyur hujan.
Ketiga adik saya sudah lelap tidur. Beliau menanyakan apakah aktifitas perkuliahan saya jadi terganggu gara-gara kegiatan saya di Channel 9. Saya menjawab tegas : tidak sama sekali, seraya menunjukkan kepada beliau Laporan Indeks Prestasi yang saya peroleh ketika itu (memang sih tidak istimewa amat, tapi IPK saya masih diatas rata-rata).
Ayah saya masih meragukan kemampuan saya membagi waktu antara aktifitas “wajib” saya sebagai mahasiswa Teknik Mesin dan “kehidupan kedua” saya sebagai Pemimpin Redaksi Channel 9 (saya mendapat promosi jabatan setelah Pemred sebelumnya, M.Sapri Pamulu, diangkat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Teknik yang baru) dan ujung-ujungnya meminta “pejabat” berwenang di kampus memberikan semacam surat permohonan izin kepada beliau sebagai orang tua.
Saya terperangah.
Kaget tapi juga geli.
Tapi ayah saya serius. Sangat serius.
Sebagai Kepala Bagian Administrasi Kepegawaian di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih VI Departemen Pertanian untuk wilayah Indonesia Timur, ayah saya memang terbiasa melakukan hal-hal yang berkaitan dengan hal-hal formal administratif.
Beliau menatap saya dengan tajam dan menunjukkan beliau tidak main-main dengan permintaannya itu. Saya berjanji akan menyiapkannya (meski terus terang saya kebingungan bagaimana dan kepada siapa saya mesti membuat surat seperti itu).
Ketika hal itu saya ungkapkan ke Sapri, sahabat saya dan juga Ketua Senat Mahasiswa Teknik itu tertawa geli meski akhirnya ia membuatkan “Surat Permohonan Izin” pada orang tua saya atas nama Senat Mahasiswa Fak.Teknik UNHAS.
Ketika surat itu saya sodorkan ke ayah saya, beliau menandaskan bahwa surat itu menunjukkan bahwa saya memikul amanah dari orangtua untuk menyelesaikan studi di Fak.Teknik disamping tentu saja tanggung jawab personal saya sebagai sebagai Pemred SKM Channel 9.
SKM Channel 9 terbit secara rutin dengan tema-tema aktual dan tentu saja “ganas beralasan”. Pada tanggal 7-10 Juli 1991, saya dan Sapri, berangkat ke Bandung untuk menghadiri Sarasehan Penerbitan Mahasiswa seluruh Indonesia (SPMI) yang diadakan di IKIP Bandung. Sarasehan dihadiri oleh 112 mahasiswa dari 83 perguruan tinggi se-Indonesia.
Ketika kami tiba disana, ternyata acara dibatalkan karena adanya instruksi dari Dirmawa (Direktorat Jenderal Kemahasiswaan). SPMI tetap dilaksanakan atas kebijakan dari pihak rektorat IKIP dan hanya ditolerir hingga pukul 09.00 pagi tanggal 8 Juli 1991.
Untuk menghormati pihak tuan rumah, acara tetap dihentikan hingga batas waktu yang ditentukan dan dilanjutkan di Kebun Binatang Bandung!. Yang paling berkesan ketika itu adalah, kami para peserta SPMI mesti kejar-kejaran dengan intel.
Pada bulan Desember 1991, kami menerbitkan “suplemen” khusus dengan judul “MEKANIK” (atau singkatan dari Media Komunikasi Anak Teknik) sebanyak 4 halaman.
Isinya mengenai informasi aktifitas internal Fakultas Teknik UNHAS. Pengasuh tabloid suplemen itu adalah adik-adik kami yang sudah kami latih dalam kegiatan “In House Jurnalistik” Training yang salah satu pesertanya adalah Tomi Lebang (mantan wartawan TEMPO yang baru saja menulis buku mengenai Sari Pati Pidato Wapres RI H.M.Jusuf Kalla, Gramedia,2006) saya tunjuk sebagai penanggung jawab “tabloid mini” ini.
Hal yang cukup mengesankan bagi saya adalah ketika kami bermaksud membuat liputan khusus fenomena Pelacur Kampus di bulan Mei 1992.
Dalam sidang redaksi, kami sempat bersitegang mengangkat tema”sensitif” itu.
Saya langsung menerjunkan sejumlah reporter andalan meliput dan memberikan “in-depth-reporting” atas pembahasan ini. Hasilnya sungguh menghebohkan!. Laporan utama yang kami angkat sempat menjadi pembicaraan dimana-mana.
Sejumlah media di Makassar sempat mengutip hasil liputan kami.
Pada sebuah kesempatan, saya sempat dipanggil dan diajak berdiskusi dengan Prof.DR.(alm).H,Mattulada diruangan beliau mengenai topik bahasan ini.
Beliau dengan bijak mengingatkan saya untuk lebih berhati-hati mengangkat topik bahasan yang sensitif meski sebenarnya fenomena tersebut sudah lazim adanya di sejumlah kampus di Indonesia.
Saya sangat terkesan dengan pembicaraan bersama Guru besar Antropologi kawakan ini. Beliau memberikan saran-saran konstruktif pula bagi pengembangan SKM Channel 9.
SKM”Channel 9″ meski tidak terbit secara rutin tiap bulan seperti saat-saat awal kelahirannya namun tetap menunjukkan eksistensi hingga usia ketiga.
Karena kesibukan para pengelolanya yang sebagian besar adalah mahasiswa dan kendala “klasik” berupa dana penerbitan yang hanya mengandalkan dari hasil penjualan dan iklan, SKM Channel 9 hanya nongol 3 bulan sekali.
Meskipun begitu, kami tetap memelihara spirit untuk menyajikan berita-berita seputar kehidupan kampus dengan gaya yang khas “nakal, cerdas dan ganas beralasan”.
Bulan September 1994, dengan berat hati saya mesti meninggalkan SKM Channel 9 karena telah diwisuda sebagai Sarjana Teknik Mesin. Meski tidak memegang tampuk sebagai pemimpin redaksi lagi, saya senantiasa membantu memberikan kontribusi tulisan ke SKM Channel 9. Bahkan ikut begadang bersama-sama tim redaksinya meski sudah tidak jadi mahasiswa lagi.
Ucapan perpisahan untuk saya ditampilkan di halaman belakang SKM Channel 9 yang ditulis oleh Nasrun.A.Samaun, yang menjadi Pemimpin Redaksi setelah saya. Seingat saya Surat Kabar Mahasiswa ini masih terus terbit hingga akhir tahun 2001 sebelum akhirnya sirna alias tidak terbit lagi untuk selama-lamanya.















Waktu kuliah dulu,Ally dah ga pernah dapat.Padahal sering berkeliaran di sekitar HL
Sampai terakhir cuman lihat markasnya
Hehe .. Seperti judul pada review artikel di atas, CHANNEL 9 selalu bikin ketagihan. Menurut saya inilah salah satu koran kampus terbaik yang pernah ada di negeri ini. Tampil memikat dengan genre “anti kemapanan” ala mahasiswa teknik Unhas. Sayangnya, setelah para pengelolanya mencapai “kemapanan” di luar kampus, tidak disertai regenerasi karya mahasiswa berikutnya. Mungkin menunggu terbit dengan aliran baru, LoL
daeng…..
siiplah tulisannya mengenai CHANNEL 09.
Saya juga masih menyimpan 2 edisi CHANNEL 09 (sebagai kenang-kenangan) mengenai artikel saya ttg pendakian SEMERU dan BULUSARAUNG tahun 97 dan 98.
Btw, mengenai keberadaan teman ta’ Kak Jouvy Kumala, sekarang beliau PR di Telkomsel PAMASUKA Area.
Salam…
Assalamu alaikum Wr. Wb…
Ada rindu yang membuncah membaca tulisan Upik dan kenangan Channel 9… Salah satu yang menjadi spirit dalam menjalani profesi saya sekarang ini menjadi penulis skenario adalah Channel 9… Wadah yang dibentuk dan berefek dibuatnya Latihan Jurnalistik Iptek Rekayasa… Cikal Bakal pengembangan hobby dan bakat terpendam yang mungkin tidak saya sadari… he he he…
Saya sekarang free lance di beberapa PH… Merajut haobby mengais rezeki… Allahu Akbar…
Wassalam…
Kanda…
Kemampuan kritis analitis mahasiswa saat ini tenggelam yang mungkin salah satu penyebabnya adalah perubahan life style yang tidak mampu di proporsionalkan oleh mahasiswa yang bersangkutan. Tren “Anti Kemapanan” saja mungkin menjadi sesuatu yang aneh bagi Anak Teknik jika kita melakukan riset tentang itu.
Tapi, semoga tulisan yang kanda buat ini bisa menjadi inspirator untuk anak-anak Teknik yang makin susah dibedakan dengan anak-anak fakultas lain-lain.
Saya sdh janjian Gobel untuk ketemu paling lambat awal April mendatang untuk ngumpul lagi dgn teman2 tikus yg mau mengangkat lagi C9 menjadi koran yang sangat dinantikan kehadirannya…ada yang mau bergabung…?
Andai cerita ini bisa diedarkan ke maba maba Teknik, mungkin banyak yang akan meneruskan. Sebagai mantan mahasiswa teknik yang kurang gaul di fakultas, saya mengenal beberapa teman yang tertarik di bidang ini namun mungkin kurang mendapat arahan. Maklumlah, di teknik kegiatannya himpunan minded.
Saya suka ceritanya Daeng. Deep and thoughtful
insyaallah, rapat kerja CHANNEL 09 akan diadakan tanggal 9 april 2011 dan mudah-mudahan SKM CHANNEL 09 bisa terbit lagi diperiode ini…
Alhamdulillah ikut mendukung, tolong kabari ya hasilnya
mantef nih infonya kpan ya bis amaen2 ksana ??
sangat bagus untuk dibaca teman2 yg masih ada dikampuz.
Bisa Jadi referensi teman2 di kampus untuk Regenerasi….
Semoga tulisan kecil ini bisa bermanfaat untuk semua pembaca yak 🙂
mantappp artikelnya… keren.