FLASH FICTION : TRAGEDI BISUL
Aku meradang. Merah. Juga bernanah.
Sudah tiga hari aku bercokol disini, di bokong sebelah kiri salah satu penyanyi dangdut terkenal ibukota, Nana Daranoni.
Sang pemilik bokong tampaknya kurang merasa nyaman atas kehadiranku. Makan tak enak, tidur tak nyenyak, duduk apalagi. Ia sering menggeliat resah dan mencari-cari posisi yang paling strategis serta enak yang memungkinkan diriku tak terhimpit atau tertekan.
“Aduuh..akang tolong liatin doong bisul Nana. Sakit banget niih,” pinta “tuan rumahku” itu pada sang suami tercinta dengan wajah memelas. Ia lalu mengangsurkan bokongnya mendekati wajah lelaki kekar disampingnya yang serta merta kaget mendapat “pemandangan” yang sungguh sangat tak diduga dan diharapkan itu..
Sepasang mata lelaki kemudian mengamatiku penuh selidik. Tajam namun bernafsu. Hidungnya kembang kempis, kumisnya bergerak naik turun.
Ia lalu bergumam tak jelas. Aku mulai cemas.
“Bagaimana akang ?,” tanya Nana penasaran.
“Putih. Mulus,” sahut lelaki itu. Ada kilat jenaka dimatanya.
Nana merajuk. Ia mencubit mesra lengan sang suami. “Aku nggak bercanda,kang!. Bagaimana bisulku ?”, katanya.
“Parah nih, say. Mesti dibawa ke dokter. Sudah mulai merah, bengkak dan bernanah,” sahut lelaki itu prihatin.
Sang istri mendelik marah.
“Akang tega ya bokong istri dipamer-pamerkan ke dokter ?”.
“Bukan begitu, say. Maksudku supaya segera dapat penanganan yang professional dan higienis. Kalau sembarangan kan’ nanti infeksi. Malah tambah gawat toh’ ?. Lagipula kita bisa pakai dokter perempuan. Nggak masalah koq,” sahut sang suami berdalih.
“Tidak mau!. Aku nggak mau!,” seru Nana tegas.
“Lho, lantas mau diapain dong kalau begitu ?” tanya sang suami putus asa.
“Dielus-elus aja. Siapa tahu malah kempes dan sembuh!”.
“Mana ada bisul dielus-elus bisa kempes. Ngawur aja!”
“Biarin!. Pokoknya dielus-elus aja. Titik. Dan jangan coba-coba horny ya?”, ancam sang istri seraya mencubit pinggang pasangan hidupnya itu.
Sang suami menghela nafas panjang. Menyerah. Tangannya lalu terulur dan menjangkau kearahku. Mengelusku pelan-pelan. Sangat pelan. Aku jadi terbuai karenanya.
“Naahh..begitu, kang. Agak mendingan. Enak,” ujar sang istri sambil memejamkan mata, meresapi elusan lembut jemari sang suami. Pada bisulnya.
“Say, mau aku ceritakan sesuatu tentang bisul ?”, kata sang suami menawarkan.
“Boleh, kang. Boleh. Bagaimana ceritanya ?”, sahut si istri antusias.
“Kata kakekku dulu, Bisul itu terjadi pada seseorang karena adanya perasaan bersalah yang disembunyikan. Singkatnya, bisul adalah manifestasi dari sebuah kebohongan rahasia,”
“Maksud akang bagaimana ?. Akang menuduhku menyembunyikan sesuatu ?”.
“Tidak persis begitu”, sahut sang suami tenang.
“Lantas ?”.
“Begini,aku pernah kena bisul, saat masih kecil dulu. Di lengan sebelah kanan. Waktu itu, aku kepingin sekali membeli mobil-mobilan kayu. Karena tak punya uang, diam-diam aku nekat mencurinya dari dompet ayah. Aku lalu membeli mobil-mobilan kayu idamanku dari uang tersebut. Tak lama berselang. Bisulku tumbuh.”
“Terus ?”.
“Kebetulan kakekku datang dari kampung dan memperhatikan bisulku itu. Dengan tenang ia berkata, tangan kananmu melakukan sesuatu yang tercela dan kamu menyembunyikannya. Bisul ini adalah peringatan. Juga hukuman atas apa yang telah kamu lakukan”.
Sang istri terdiam. Untuk beberapa saat suasana hening. Sang suami masih setia mengelusku seakan memberi jeda pada sang istri untuk berfikir serta menghubung-hubungkan fakta yang ada dan kisah yang baru saja diceritakan.
“Apakah akang merasa aku melakukan kebohongan rahasia yang menyebabkan bisulku ini tumbuh dibokong?,” tanya sang istri seraya menatap tajam mata sang suami.
Hening beberapa jenak.
“Nana, my dear. Aku tidak menuduhmu bila tak ada fakta yang mendukung untuk itu. Namun sayangnya,” ujar sang suami dengan suara parau. “Aku punya buktinya.”
Sang istri terhenyak. Aku cemas. Jemari lelaki itu terlihat bergetar mengelusku.
“Kamu menandatangani persetujuan kontrak foto telanjang dengan salah satu majalah khusus pria dewasa. Sesuatu yang sudah aku tak kehendaki sejak awal ketika kamu meminta persetujuanku. Aku menemukan surat kontrak itu kamu sembunyikan disudut lemari pakaian kita tiga hari lalu.”, ucap sang suami dengan nada tinggi.
Sang istri menahan nafas. Aku makin cemas.
“Dan kamu ingin tahu, apa yang kakekku tempo hari lakukan pada bisulku ?”.
Saat itulah aku melihat kelima jemari tangan lelaki itu meluncur deras kearahku.
PLAKKKK!!
Akupun hancur terburai.
Sang istri menjerit histeris. Lalu terkulai pingsan.
Lelaki itu tersenyum puas.
“Ya..beliau menampar keras bisulku hingga pecah,” desisnya lirih.
Catatan:
Sebuah “Flash-Fiction” yang dipersembahkan untuk bisul yang sedang bersemayam dengan damai dipantatku. Saat ini, kebohongan apa lagi sih yang tengah kusembunyikan ?
Wakakakkaka….
untung tak dapat diraih..malang pun tak dapat ditolak. 😛
nasib nasib…
—Yaa..gitu deeh…hehehe
Pingback: Public Blog Kompasiana» Blog Archive » Persiapan KopDar Kompasiana
wkwkwwkwkkk..gak nahan nich..maunya kasih komen…kocak..