FLASH FICTION : BALADA SI KUCING BUTUT

Dari balik jendela yang buram aku menyaksikan sosoknya menari riang diiringi lagu hip-hop yang menghentak dari CD Player dikamar. Poni rambutnya bergoyang-goyang lucu dan mulutnya bersenandung riang mengikuti irama lagu.


Aku terpana. Dan jatuh cinta lagi. Untuk kesekian kalinya.

Aku pernah merasa, Rara, gadis muda usia 16 tahun itu memelihara alter ego seekor kucing betina Anggora yang cantik, anggun tapi juga lincah.


Kejantananku senantiasa bergolak saat melihatnya melintas setiap hari melewati “singgasana”ku, tembok kusam pembatas disamping rumahnya. Kadang-kadang ia melirikku sekilas lalu melanjutkan langkahnya lagi dengan ringan.


Lirikan “maut” dari bola mata bening itu sontak membawa efek luar biasa pada diriku seperti misai naik turun dan ekor bergerak tak teratur.

Sebagai kucing liar penguasa lingkungan sekitar rumah Rara, aku diberi otoritas khusus oleh para kucing pengikutku untuk menempati tempat paling strategis—sebuah pohon mangga rindang tepat disamping kamar gadis pujaanku itu–yang memungkinkan aku mengintai segala aktifitasnya dari jendela. Dengan leluasa.

Aku tak peduli pada gossip tak sedap beredar diantara para kucing liar belakangan ini yang menyatakan aku sudah gila lantaran jatuh cinta pada seorang gadis manis bermata kejora. Biar saja. Aku punya hak menentukan pilihan kepada dan untuk siapa hati ini kupersembahkan. Meski aku tahu, Tingky-Wingky kucing betina piaraan Tante Fe, tetangga sebelah Rara, secara diam-diam maupun terang-terangan mengirim sinyal-sinyal cinta ke arahku.

Ah, Rara..tak sadarkah dirimu, seekor kucing butut jantan yang senantiasa mengintipmu diam-diam, mencandu kerianganmu dan mencintaimu setulus hati ?. Aku mengeluh diam-diam dan membayangkan andai saja aku bisa berubah menjadi pangeran tampan dalam sekejap, lantas meminangnya menjadi permaisuri. Mendampingiku hingga akhir hayat.

Lamunanku buyar saat aku melihat Rara terlibat pertengkaran sengit di handphonenya. Aku tak begitu mendengar apa isinya namun yang jelas, kalimat terakhir yang sempat kutangkap karena diucapkan dengan suara sangat lantang adalah, “Oke..kita Putus!…Putuss!. Jangan pernah coba-coba menghubungiku lagi. Paham ?”. Rara mematikan telepon dan membantingnya dengan gemas ke tempat tidur.

Aku terkesiap.

Rara lalu berjalan kearahku, tepatnya ke jendela dimana dibaliknya aku mengintai dalam kerindangan dedaunan pohon mangga dengan nafas tertahan. Pelan-pelan ia membuka jendela kamar yang terletak dilantai dua rumahnya. Seketika hembusan angin memburaikan poninya yang semula jatuh luruh menutupi kening. Mata wanita pujaanku itu basah. Ia menangis terisak sembari memandang hampa kedepan tanpa sedikitpun mempedulikanku yang mengamatinya dengan dada sesak.

Ah, Rara—putri cantik yang mendiami relung hatiku–gerangan apa lagi yang membuat hatimu bersedih ?. Kalau saja aku bisa mengobati luka hatimu, gumamku dalam hati. Nelangsa.

“Dasar laki-laki brengsek!” rutuk Rara kesal sembari memukul pinggir jendela dengan tinju terkepal. Ia lalu berbalik dan menghempaskan dirinya keatas pembaringan kemudian melanjutkan tangisnya disana. Hembusan angin masuk leluasa dari jendela yang dibiarkan terbuka. Dan aku duduk termangu menyaksikan gadis pujaanku itu menangis sesunggukan, dari balik rindang pohon mangga.

Beberapa menit berlalu, terdengar derum sepeda motor datang mendekati pagar rumah Rara. Sesosok pria muda seumur Rara turun dari sepeda motor dan memencet bel di pintu pagar. Rara tiba-tiba terbangun dan setengah berlari ia menuju jendela lalu melongokkan kepalanya keluar.

Dalam sekejap ekspresinya berubah. Matanya merah menyala dan teriakannyapun membahana kencang,”Pergi kamu ! Jangan kesini!. Aku tidak mau melihat wajahmu lagi!. Dasar laki-laki brengsek!”.

Lelaki itu kaget dan menoleh keatas. Aku mendelik waspada.

“Rara..please..dengar dulu penjelasanku, aku…,” ujar lelaki itu dengan wajah memelas.

“Aku tidak mau dengar apapun darimu. Pergi!. Pergiiiiii!!,” sergah Rara galak.

Sontak bulu-bulu tubuhku berdiri. Kencang. Kuku jari keempat kakiku meregang. Dan secepat kilat aku mencelat, melompat dari ketinggian pohon mangga, menuju lelaki itu dan mencakarnya tanpa ampun.

Tak seorangpun boleh membuat Rara-ku sedih.


Tak seorangpun!.


Catatan:


Tulisan diatas saya tulis dan ditayangkan di blog lama saya pada tanggal 5 Mei 2006 dalam rangka menanggapi “tantangan” menulis Flash Fiction di milis Writers Tavern


Kisah flash fiction lainnya, bisa anda baca melalui blog ini.


 

Related Posts
FLASH FICTION: PENEMBAK JITU
Dia baru saja menuntaskan tugasnya sore itu: melubangi kepala seorang boss besar dengan peluru yang ditembakkan olehnya dari jarak jauh, atas order boss besar yang lain. Dia puas menyelesaikan tugasnya dan ...
Posting Terkait
FLASH FICTION: TAKDIR TAK TERLERAI
Hening. Sunyi. Di ujung telepon aku hanya mendengar helaan nafasnya yang berat. "Jadi beneran mbak tidak marah?", terdengar suara adikku bergetar. "Lho, kenapa harus marah?", sergahku gusar "Karena Titin melangkahi mbak, menikah lebih dulu,"sahutnya ...
Posting Terkait
FLASH FICTION : FACE OFF
“Segini cukup?” lelaki setengah botak dengan usia nyaris setengah abad itu berkata seraya mengangsurkan selembar cek kepadaku. Ia tersenyum menyaksikanku memandang takjub jumlah yang tertera di lembaran cek tersebut. “Itu Istrimu? ...
Posting Terkait
FLASH FICTION : ROBOT
Seperti yang pernah saya lakukan diblog lama, saya akan menayangkan karya flash-fiction saya diblog ini secara teratur, paling tidak minimal 2 minggu sekali. Contoh koleksi flash-fiction lama saya bisa anda lihat ...
Posting Terkait
FLASH FICTION: SAAT REUNI, DI SUATU WAKTU
Takdir kerapkali membawa keajaibannya sendiri. Seperti saat ini, menatap wajahnya kembali pada sebuah reuni sekolah menengah pertama. Paras jelita yang seakan tak pernah tergerus waktu, meski hampir setengah abad telah terlewati. Diajeng ...
Posting Terkait
FLASH FICTION: AYAH
Memanggilnya Ayah, buatku sesuatu yang membuat canggung. Lelaki separuh baya dengan uban menyelimuti hampir seluruh kepalanya itu tiba-tiba hadir dalam kehidupanku, setelah sekian lama aku bersama ibu. Berdua saja. "Itu ayahmu ...
Posting Terkait
FLASH FICTION: TUNTUTAN
Lelaki itu duduk didepanku dengan wajah tertunduk lesu. Terkulai lemas diatas kursi. Mendadak lamunanku terbang melayang ke beberapa tahun silam. Pada lelaki itu yang telah memporak-porandakan hatiku dengan pesona tak terlerai. Tak hanya ...
Posting Terkait
FLASH FICTION: PACAR PERTAMA
Sebuah pesan tampil atraktif di layar handphone ku. Dari Rita, pacarku dan ia dengan yakin menyatakan aku adalah pacar pertamanya. "Kapan bisa ketemu say? Bisa hari inikah?" Aku menggigit bibir, memikirkan jawaban yang ...
Posting Terkait
FLASH FICTION: ROMANSA DI MALL
Perempuan itu memandang mesra ke arahku. Aku pangling. Salah tingkah. Dia lalu memegang lenganku erat-erat seakan tak ingin melepaskan. Kami lalu berjalan bergandengan tangan di sebuah mall yang ramai. "Aku selalu berharap ...
Posting Terkait
FLASH FICTION : DALAM PENANTIAN
Baginya menanti adalah niscaya. Karena hidup itu sendiri adalah bagian dari sebuah proses menunggu. Begitu asumsi yang terbangun pada benak wanita yang berdiri tegak kaku di pinggir pantai dengan rambut tergerai ...
Posting Terkait
FLASH FICTION : AKHIR SEBUAH MIMPI
Lelaki itu berdiri tegak kaku diatas sebuah tebing curam. Tepat dibawah kakinya, gelombang laut terlihat ganas datang bergulung-gulung, menghempas lalu terburai dihadang karang yang tajam. Sinar mentari terik menghunjam ubun-ubun ...
Posting Terkait
FLASH FICTION: DUKUN
Lelaki tua yang mengenakan blankon yang duduk persis didepanku menatapku tajam. Pandangannya terlihat misterius.  Kumis tebalnya menambah sangar penampilannya. Menakutkan. Aku bergidik. Dukun itu mendengus dan mendadak ruangan remang-remang disekitarku menerbitkan ...
Posting Terkait
FLASH FICTION : TRAGEDI BISUL
Aku meradang. Merah. Juga bernanah. Sudah tiga hari aku bercokol disini, di bokong sebelah kiri salah satu penyanyi dangdut terkenal ibukota, Nana Daranoni. Sang pemilik bokong tampaknya kurang merasa nyaman atas kehadiranku. ...
Posting Terkait
FLASH FICTION: BUKAN JODOH
Berkali kali lelaki itu merutuki kebodohannya. Mengabaikan perasaannya paling dalam kepada perempuan sederhana namun rupawan yang dia sukai, hanya demi harga diri sebagai lelaki kaya, tampan dan terkenal--lalu kemudian, ketika semua ...
Posting Terkait
Teng!-Teng! Tubuhku dipukul dua kali. Begitu selalu. Setiap jam dua dini hari. Biasanya aku terbangun dari lelap tidur dan menyaksikan sesosok lelaki tua, petugas ronda malam kompleks perumahan menatapku puas dengan ...
Posting Terkait
FLASH FICTION: BARANGKALI, CINTA
Gadis itu menulis diatas secarik kertas dengan tangan bergetar. Ia mencoba menafsirkan desir-desir rasa yang menggerayangi kalbu nya, menerbitkan rasa nyaman dan juga kangen pada lelaki yang baru akan diperkenalkannya pada ...
Posting Terkait
FLASH FICTION: PENEMBAK JITU
FLASH FICTION: TAKDIR TAK TERLERAI
FLASH FICTION : FACE OFF
FLASH FICTION : ROBOT
FLASH FICTION: SAAT REUNI, DI SUATU WAKTU
FLASH FICTION: AYAH
FLASH FICTION: TUNTUTAN
FLASH FICTION: PACAR PERTAMA
FLASH FICTION: ROMANSA DI MALL
FLASH FICTION : DALAM PENANTIAN
FLASH FICTION : AKHIR SEBUAH MIMPI
FLASH FICTION: DUKUN
FLASH FICTION : TRAGEDI BISUL
FLASH FICTION: BUKAN JODOH
FLASH FICTION : TIANG LISTRIK
FLASH FICTION: BARANGKALI, CINTA

2 Replies to “FLASH FICTION : BALADA SI KUCING BUTUT”

  1. ide & temax keren daeng..
    sayangx disini, sampai sekarang hanya harian FAJAR yg menyiapkan ruang utk Cerita mini (Cermin) tiap hari minggu, itupun khusus pelajar SMU..
    Tribun Timur setau sy malah tdk punya ruang utk Cerpen… syukurlah ada Internet utk menyalurkan hobby menulis fiksi…
    Bagaimana kalau anak2 IDENTITAS diprovokasi utk membuat lomba penulisan Flash Fiction Daeng.. kayakx seru itu..:’)

    salam..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.