Sebuah tantangan “menggairahkan” datang di kolom komentar posting saya di blog “Multiply”.
Tantangan itu datang dari Kalonica, salah satu blogger wanita dan komentator di blog saya yang menayangkan Puisi “Kita, Katamu”. dan mengajak “adu tanding” puisi setelah ia sendiri menayangkan puisi karyanya tepat dibawah Puisi yang saya tayangkan. “Temanya, kasih tak sampai”, kata Kalonica.
Saya makin kaget, ketika ternyata, ajakan itu bersambut. Biru Malam, salah satu blogger wanita juga begitu antusias mengajak saya “beradu puisi”. Ia juga memasang sebait puisinya yang memukau di blog saya itu sebagai “semacam” jawaban. Saya tak lantas cepat-cepat menyanggupi ajakan”perang” itu. Bagi saya, membuat puisi tidak sesederhana yang dibayangkan. Dibutuhkan sebuah suasana hati tersendiri untuk dapat menghasilkan karya terbaik. Tapi dibalik semua itu, saya melihat ini sebuah tantangan yang keren. Sebuah model interaksi antar blogger yang berbeda dan justru membuat inspirasi saya mendadak bergolak.
Tanpa menunggu lama-lama, sayapun membalas tantangan “perang” itu, masing-masing dengan membuat puisi balasan, untuk Kalonica dan Biru Malam.
Balasan Puisi untuk Kalonica yang saya beri judul “Mentari Merah Jambu di Matamu”:
Pelangi yang menjemputmu pulang
seperti gadis mungil berpita jingga
yang berlari kecil menggandeng tanganmu
dengan senyum riang
dan tak henti memandang mentari merah jambu
yang berpijar dari lembut matamu
Namun saat kau menganggap
setiap larik warnanya tak jua bisa menyentuh hatimu
sang gadis mungil sontak menjelma
menjadi barisan mendung hitam
yang menyamarkan pesona mata merah jambu itu
bahkan pada noktah terkecil sekalipun
Seperti dia, lelaki tepi danau
yang tekun menyulam angan menunggumu
bersama benang kangen bergulung-gulung,
kau masih tetap termangu diam
pada titik tertinggi puncak bianglala
dengan rindu menikam
sambil menyaksikan setangkai asa
yang kau titipkan pada hujan senjakala
luruh bersama bisu
juga pilu
pada mentari di merah jambu matamu
Adakah lelaki tepi danau
menangkap cahaya mata indah itu
walau hanya dari pantulan jernih air
lalu menangkap setiap desir asa yang jatuh bersamanya
dan menjadikannya
bingkai lukisan sulaman kangennya?
Sementara, jawaban saya atas tantangan Biru Malam saya beri judul “Tentang Kita, Rindu dan Malam Yang Biru”
Sepasang debu yang terbang liar itu adalah kita
bersama segenap impian yang telah kita rangkai dalam ringkih hati
juga cinta yang kita pahatkan diam-diam pada tepian angan-angan
Kita melayang mengarungi siang, juga malam
sementara harapan tersengal-sengal tertinggal dibelakang
menggandeng kenangan yang telah luruh satu-satu
sepanjang perjalanan
Kita tak kuasa menangkap dan mengumpulkan
semua kembali, seperti sediakala
hanya membiarkannya menjelma serupa jejak cahaya indah
yang kita pandangi dengan rasa masygul tak terkatakan
“Bahkan waktupun tak pernah bisa menyembuhkan luka,”
kataku nelangsa
saat aku terdampar pada sebuah bintang yang bersinar redup
di sebuah malam yang biru
dan ikut menggigil, bersama dingin yang hampa
juga sunyi yang mendekap rindu…
Rupanya, hanya dalam hitungan jam, Biru Malam langsung melakukan “serangan balasan” dengan membuat puisi berjudul “Mengekalkan Esok yang Mungkin Tak Ada”. Kalonica sendiri belum melakukan serangan balik karena konon sedang mencari inspirasi di tepi danau.
Hari ini, saya sudah membalas kembali “serangan” Biru Malam dengan memasang posting puisi terbaru “Jalan Pulang Menujumu”. dibawah ini puisinya:
Kelam yang dibekap gerimis senja tadi
kini membayang jelas di bening matamu
menorehkan luka, sepi, hampa, resah,
dan rindu yang retak
juga mimpi yang terbelah
Pada genangan sisa hujan di jalan
ada kenangan memantul cemerlang
juga seiris kehidupan tentang kita
yang kupandang dengan hati remuk
Boleh jadi, katamu,
esok yang kau kekalkan tak mungkin ada
tapi cinta telah menundukkan waktu
dan membekukan setiap baris penanggalan
melerai muram yang kau dekap sepanjang musim
dan meyakinkanmu
bahwa aku pasti akan bisa
menemukan jejak pulang menujumu tanpa tersesat
walau akhirnya,
kau menenggelamkanku tanpa ampun
pada sendu bola matamu
“Pertempuran Romantis” ini kian seru dan saya kian menikmati sensasi dan gairah yang menyertainya.
Catatan:
Foto diambil dari Blog Kalonica
Related Posts
Kelam yang dibekap gerimis senja tadi
kini membayang jelas di bening matamu
menorehkan luka, sepi, hampa, resah,
dan rindu yang retak
juga mimpi yang terbelah
Pada genangan sisa hujan di jalan
ada kenangan memantul cemerlang
juga seiris ...
Posting Terkait
Barangkali, kepanikan yang melanda dirimu
hanyalah serupa gerhana
yang melintas sekilas
lalu pergi meninggalkan sebaris jelaga di hatimu
bersama tangis getir disepanjang jejaknya
Sementara dia, yang berjarak dengan rindu padamu
tersenyum sembari membawa cahaya musim semi
meninggalkan ...
Posting Terkait
Bermimpilah yang indah, anakku
saat kucium keningmu dengan mata basah
lalu kukalungkan selendang berkotak pada lehermu
dimana serpih mortir Israel laknat itu menembusnya
dan membuatmu meregang nyawa
lalu menyebut nama ibu dan ayah berulang-ulang
menahan rasa ...
Posting Terkait
Sekeping Pilu yang kau tambatkan di dermaga jiwa
Adalah rekaman sebait sajak dan jejak tertatih tentang perjalanan
tentang luka, tentang segenap rasa yang berkecamuk di tiap lamunan
"Seharusnya," katamu,"meraihmu adalah niscaya dan mendekapmu
dalam ...
Posting Terkait
gaknya, urat sejarah dan gurat kenangan yang membeku dalam ingatanmu
telah membuat semuanya menjadi tak sama, seperti dulu..
laksana sebatang pohon kesunyian yang tumbuh enggan dari perih luka atau
mata air pegunungan yang ...
Posting Terkait
Adakah Kilau Rembulan
Yang Mengapung indah di beranda matamu
adalah sebuah ruang renung untuk memahami lebih dalam
setiap desir luka, serpih tawa, isak tangis, jerit rindu dan keping kecewa
yang memantul pelan dari dinding ...
Posting Terkait
Perkembangan zaman saat ini begitu luar biasa. Termasuk teknologi Kecerdasan Buatan (Artificial Intellegence/AI). Sudah lama saya berharap bisa mentransformasikan puisi-puisi yang pernah saya buat menjadi lagu dengan melodi yang indah.
Dan ...
Posting Terkait
ita telah menganyam janji disana, pada sepotong sudut temaram
bersama bintang yang menggigil dan kilau lampu di pasar malam Ngarsopuro
"Kenangan itu mesti dikekalkan disini, bersamamu, agar senja yang mengapung indah dimatamu
tak ...
Posting Terkait
Kaki langit tempat segala harapan kita berlabuh
Serta kepak camar menyapa cakrawala
Adalah muara segala impian yang telah kita rajut rapi
Bersama desir rindu dan riak semangat
Membangun rumah bersahaja tempat kita senantiasa pulang
Dan ...
Posting Terkait
ita, pada suatu waktu, pernah berbincang tentang tanda-tanda
tentang deras hujan yang kerap menghisap segala mimpi indahmu pada rinainya
dan membiarkanmu menggigil memeluk nestapa yang tertinggal dengan nafas tersengal
tentang geliat rindu yang ...
Posting Terkait
Ya Allah,
Pada Teduh MaghfirahMU
Aku luluh terharu dalam sujud panjang
Mengharap ampunan dan RidhaMU yang tak bertepi
Pada bentang cakrawala, lengkung bianglala, bening kilau embun direrumputan
bahkan pada jernih airmataku
yang menitik pelan diujung sajadah di ...
Posting Terkait
Adakah kerlip bintang di langit
dan spektrum cahayanya yang berkilau
menerangi jernih bola matamu
adalah tanda
harapan masih terbersit disana?
Setelah luka kehilangan itu perlahan pudar jejaknya
dan kita kembali mengais-ngais remah-remah kenangan
yang tersisa
lalu menyatukannya kembali ...
Posting Terkait
Pada Saatnya
Pada Saatnya,
Ketika musim berganti
Dan gugusan mendung yang ranum
Menitikkan tetes hujan pertama
Biduk yang kukayuh akan merapat ke dermagamu
Menyibak kabut keraguan
Lalu mendamparkan hasrat yang hangat dibakar rindu
Pada Saatnya,
Di ujung perjalanan
Akan kubingkai ...
Posting Terkait
Bentang Lazuardi petang ini,
seperti mengirim pesan untuk kita
Pilu yang sempat kau tambatkan di dermaga jiwa, adalah jejak suram kenangan yang selayaknya tak perlu ada
Bahwa keniscayaan kita menggapai mimpi yang absurd, ...
Posting Terkait
Kesaksian luka itu
sudah lama kita kemas
dalam senyap hati
juga pada mendung langit
yang kian ranum menurunkan gerimis
kita menyimpan rasa itu rapat-rapat
sembari menatap nanar
senja turun perlahan di ufuk
menghayati setiap jejak merah saga yang ...
Posting Terkait
Purnama yang mengapung di rangka langit malam ini
seperti bercerita
tentang sebuah kehilangan yang pedih
dan jejak-jejak luka yang tertinggal
pada sepanjang bias cahaya lembutnya
Purnama yang menggigil di kelam malam
adalah pilu kegetiran yang kau ...
Posting Terkait
PUISI : JALAN PULANG MENUJUMU
PUISI : TENTANG DIA, YANG BERJARAK DENGAN RINDU
SAJAK SEORANG IBU UNTUK ALMARHUM ANAKNYA DI GAZA
PUISI : TITIAN KENANGAN, PADA LANGIT HATI
PUISI : DESAU ANGIN DAN PEREMPUAN YANG MERINDU
PUISI : REMBULAN MENGAPUNG DI BERANDA MATAMU
MUSIKALISASI PUISI MELALUI APLIKASI SUNO.AI
PUISI : SEPOTONG EPISODE DI SUDUT PASAR MALAM
PUISI : MENGENANGMU, PADA KELAM LANGIT DESEMBER
PUISI : LURUH DALAM TEDUH MAGHFIRAH-MU
PUISI : MENGHAYATI BENING NUANSAMU
PUISI-PUISI CINTA – RELOADED
PUISI : ILUSI DALAM JEMARI
PUISI : TENTANG CINTA, PADA TIADA
PUISI : PURNAMA TERISAK DI PUCUK MALAM
Senang sekali, Pak Amril jika kita bisa mengolah kata-kata kita menjadi bait-bait puisi. Ketika kata-kata itu berperang dalam bentuk puisi, kita juga sudah mengasa banyak kata yang ada.
Kata-kata indah, Pak Amril
Inilah mungkin yang disebut banyak orang, ATG adalah pengusaha kata-kata.
Salut pa, saya belum bisa membuat puisi seperti anda dan dua teman kata-kata anda diatas.
Aheum…sungguhkah? :))
–Ehm..begitulah kira-kira Daeng Nuntung 🙂
salutttttttttttttt….. 10 jari manis untuk upik,…. bisa2 pada jatuh bangun tuh yang baca na… ikutan salam aja pik disini….
–Hai Tety, apa kabar di Jerman? Terimakasih ya udah mampir dan berkomentar di blog ini..
hi…. bagus banget puisinya…
aku berharap kita bisa bertukar comment,,,
tolong comment juga blog ku ya….
http://suara-hati-kita.blogspot.com/
kpn2 blh sharing soal sastra y pak..
Pingback: PUISI : MENTARI MERAH JAMBU DI MATAMU / Catatan Dari Hati
Pingback: PUISI : TENTANG KITA, RINDU DAN MALAM YANG BIRU / Catatan Dari Hati
Pingback: Mentari Merah Jambu Di Matamu « Cahaya di_balik_awan
weih,…bagus tuh puisinya,…hehe,..