ROMANTIKA MUDIK KE MAKASSAR (1) : SETELAH 4 TAHUN, MELAMPIASKAN RINDU
Rizky dan Alya terlihat masih mengantuk saat sahur di bandara Soekarno Hatta, Selasa (6/8) sebelum bertolak ke Makassar dengan pesawat Garuda Indonesia GA 654 jam 05.00 pagi
Pesawat Garuda GA 654 yang kami tumpangi dari Jakarta mendarat mulus di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar yang megah. Cuaca cerah menyongsong kehadiran kami, matahari begitu terik bersinar. Pagi itu, pukul 08.20, Selasa (6/8) kami sekeluarga mudik ke tempat kelahiran saya untuk merayakan Idul Fitri 1434 H. Sesuai “kesepakatan”, karena saya dan isteri berasal dari dua kota yang berbeda, maka Tahun ini (tahun ganjil) kami mudik ke Makassar setelah tahun lalu (tahun genap) kami pulang ke Yogyakarta, kampung halaman isteri. Sayangnya, tahun 2011 silam, kami sekeluarga tidak mudik ke Makassar karena di saat “giliran” tersebut, saya belum dapat cuti karena baru masuk kerja di tempat kerja yang baru.
Alhasil kami sekeluarga terakhir mudik ke Makassar hanya di tahun 2009 saja atau 4 tahun yang lalu (meskipun saya sendiri setiap tahun, beberapa kali pulang sendiri karena diundang menjadi pembicara di beberapa momen seminar).
Saya sudah memesan tiket pesawat sejak bulan Maret 2013 selain bisa mendapatkan harga lebih murah juga kami dapat merencanakan perjalanan dengan menyesuaikan jadwal cuti saya. Di area kedatangan, kami sekeluarga disambut hangat oleh adik saya Yayu dan suaminya, Iwan plus ketiga anaknya, Yusril (Ruli), Yayan dan Ivan. Spontan suasana langsung heboh oleh keceriaan suasana pertemuan Rizky dan Alya bersama sepupu-sepupunya. Bersama mobil Toyota Avanza yang dikemudikan Iwan, kami beranjak menuju rumah orangtua saya di Bumi Antang Permai. Meski kondisi mobil penuh berdesakan, namun kami tetap menikmati suasana kebersamaan dan kebahagiaan menyongsong Idul Fitri 1434 H yang akan tiba 2 hari lagi.
Tiba di rumah, kami sekeluarga disambut hangat oleh kedua orang tua saya. Ibu meneteskan airmata saat memeluk saya karena pada lebaran kali ini, kedua adik saya, Buddy dan Yanti tidak bisa hadir bersama. Ayah mencium pipi dan kening saya dalam suasana haru. Setelah membongkar barang bawaan (termasuk oleh-oleh dari Cikarang), kami langsung beristirahat. Dari Cikarang kami berangkat pukul 02.00 dini hari agar tiba lebih awal di Bandara untuk berangkat dengan pesawat GA 654 pukul 05.00 pagi.
Setelah check-in, kami sahur di salah satu restoran. Walau terlihat mengantuk dan letih, Alya dan Rizky memilih untuk tetap bermain bersama sepupu-sepupunya. Pada saat sholat Ashar, Ruli memimpin adik-adiknya sebagai imam. Sebuah momen indah menyaksikan kekhusyukan anak-anak beribadah.
Hari itu, kami memilih untuk berbuka puasa di rumah saja, sebuah momen langka dan perlu “dirayakan” secara khusus.
Ibu saya sudah menyiapkan makanan kegemaran saya : Pisang Goreng dan Popolulu (kue yang terbuat dari ubi jalar, kelapa parut dan gula merah), termasuk bubur ayam yang selalu menjadi hidangan wajib saat berbuka. Menyaksikan sajian di atas meja makan mendadak ngiler karena semuanya adalah makanan favorit saya 🙂
Pukul 17.30, Om Adi (adik ibu saya) bersama istri, Tante Ros serta anaknya, Dedi, datang bergabung. Suasana menjadi kian meriah. Ketika kumandang adzan bergema lantang, kami berbuka puasa dengan nikmat. Rizky puasa penuh hari itu, sayangnya, si bungsu Alya “menyerah” minta buka puasa setengah hari saja karena katanya sudah lemas (atau mungkin saja tak kuat menahan godaan adik-adik sepupunya Yayan dan Ivan yang tidak puasa 🙂 ). Saya kemudian diminta sebagai imam Sholat Maghrib berjamaah hari itu.
Setelah sholat Maghrib, Om Adi sekeluarga pamit pulang. Tak lama kemudian, saya sekeluarga dan juga keluarga Yayu beranjak pergi juga dengan sasaran utama Nyuknyang (Bakso) Atiraja di Jalan Gunung Merapi. Ayah dan ibu saya memilih untuk tidak ikut.
Dan begitulah, rombongan kami pun berangkat menuju Nyuknyang Atiraja yang fenomenal itu. Disana, kami melampiaskan rindu menyantap hidangan nyuknyang yang menjadi favorit isteri saya dan Alya itu. Bakso yang lezat dan kenyal ditambah Burasa’ membuat perut kami tambah kenyang. Alya terlihat begitu antusias menghabiskan nyuknyang yang ada di mangkoknya. Sepulang dari Nyuknyang Atiraja, kami mampir di Mie Titi cabang Panakukkang untuk membeli dua bungkus Mie Kering yang juga tak kalah fenomenalnya itu untuk ayah dan ibu di rumah.
(Bersambung)