MUDIK LEBARAN KE YOGYA (1) : DARI MUSEUM BENTENG VREDEBURG HINGGA KE KOMPLEKS MAKAM RAJA IMOGIRI
Pesawat Citilink QG 102 yang kami tumpangi mendarat mulus di bandara Adisucipto Yogyakarta pukul 20.50 malam, hari Minggu (27/7). Meski telat sekitar 15 menit karena menanti giliran mendarat, disebabkan meningkatnya kepadatan arus mudik melalui pesawat udara di bandara tersebut, kami akhirnya lega bisa tiba selamat di kampung halaman isteri saya setelah terbang selama kurang lebih 50 menit dari bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Kami sekeluarga dijemput oleh adik ipar saya, Ahmad, yang datang bersama ibu mertua dan keponakan, Meisya (anak dari adik istri saya) yang sudah tiba lebih dulu di Yogyakarta.
Dari Bandara kami langsung menuju kediaman mertua saya di Kuncen, Tegaltirto, Berbah, Sleman. Sepanjang jalan kami menyaksikan pawai takbiran yang berlangsung sangat meriah. Kami disambut hangat oleh ayah mertua serta Kuwad (adik isteri saya yang bertugas di Brigif Cijantung) dan isterinya. Putri bungsu saya Alya, langsung akrab bermain dengan sang sepupu, Meisya, yang berusia seumur dengannya termasuk menyaksikan kembang api yang menyala benderang di langit malam, disela-sela gema takbir, tahlil dan tahmid menjelang hari Raya Idul Fitri keesokan harinya.
Pukul 06.00 pagi keesokan harinya, kami berangkat menuju Lapangan Kadisono, Berbah untuk menunaikan Sholat Idul Fitri. Ayah mertua saya tidak bisa ikut, karena kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan. Dengan menumpang 2 mobil (salah satunya mobil Kuwad yang dibawa dari Tulung Agung), kami menuju ke lapangan Kadisono. Di lapangan yang terletak kurang lebih 2 km dari rumah, kami menunaikan sholat dan mendengarkan khotbah Idul Fitri dengan khusyuk dan takzim.
Sepulang kembali ke rumah, setelah sungkem dan saling bermaaf-maafan bersama seluruh anggota keluarga, kami langsung menghadiri acara Syawalan di Mesjid Kuncen yang tepat berada di belakang rumah mertua saya. Ini merupakan tradisi tahunan yang dilakukan oleh warga setempat seusai sholat Idul Fitri. Di kesempatan tersebut, seusai mendengarkan kata sambutan dari kepala dusun (dalam bahasa Jawa Kromo Inggil dan sempat membuat saya bingung 🙂 ) , warga berbaris rapi dan saling bersalam-salaman saling memberi maaf satu sama lain. Sungguh sebuah tradisi yang unik dan mengesankan.
Kami lalu berangkat menuju rumah keluarga dan kerabat yang lain di kampung sebelah untuk bersilaturrahmi. Ada 5 rumah yang kami kunjungi dan kembali ke Kuncen menjelang sore. Keluarga adik ipar saya, Kuwad, pamit untuk kembali ke Tulung Agung karena keesokan harinya akan menghadiri acara arisan keluarga disana. Setelah beristirahat sejenak, seusai Sholat Maghrib, kami beranjak menuju kediaman Pak Eko Eshape, wakil ketua Komunitas Blogger Bekasi yang juga adalah mantan tetangga saya di Cikarang dulu. Setiap mudik ke Yogya, saya dan keluarga senantiasa menyempatkan diri untuk mampir ke rumah sang “juragan” Mie Sehati, yang sudah kami anggap sebagai saudara sendiri ini.
Hari kedua di Yogya, Selasa (29/7), saya mengajak kedua buah hati tercinta, Rizky & Alya berenang dan bermain di arena Kids Fun yang letaknya tak jauh dari rumah (kurang lebih 3 km). Diantar oleh adik ipar saya Ahmad dengan mobilnya, kami tiba di arena bermain tersebut jam 08.00 pagi. Istri saya memilih untuk tidak ikut karena akan memasak di rumah, jadi hanya kami bertiga saja yang kesana.
Rizky dan Alya sangat menikmati berenang di kolam Kids Fun. Seusai berenang kami, yang sudah membeli tiket terusan, melanjutkan bermain di berbagai wahana permainan di salah satu arena bermain anak-anak terkemuka di Yogyakarta itu. Pukul 11.00 siang, adik ipar saya datang menjemput untuk kembali ke rumah.
Setelah makan siang, kami lalu berangkat menuju Malioboro Palace Hotel di kawasan wisata Sosrowijayan tak jauh dari kawasan komersial Malioboro. Kebetulan, saya masih ada poin Agoda dan langsung menggunakannya untuk booking hotel tersebut untuk waktu semalam saja.
Suasana kota Yogyakarta yang macet disaat masa mudik Lebaran menyebabkan sulitnya mengakses sejumlah kawasan wisata dan perbelanjaan di kota gudeg tersebut membuat kami memutuskan untuk menginap semalam di hotel tak jauh dari titik nol Yogyakarta agar bisa lebih optimal menikmati suasana.
Seusai check-in di hotel dan meletakkan barang di kamar, kami sekeluarga beranjak untuk jalan-jalan ke sekitar Malioboro. Sore itu, pada kedua “bahu” Malioboro sangat ramai dipadati pengunjung, tak hanya turis mancanegara namun juga turis domestik. Untunglah lokasi hotel tak terlalu jauh, hanya dengan berjalan kaki 100 meter, sampailah kami di kawasan komersial terkemuka tersebut. Setelah puas berbelanja dan menikmati suasana petang di Malioboro, kami kembali ke hotel untuk sholat Maghrib dan mandi.
Pukul 19.00 kami keluar dari hotel dan berjalan mencari makan malam. Maka “berlabuhlah” kami di Bakso Ateng yang berlokasi di jalan Gandekan Lor, tak jauh dari hotel kami. Kami mesti menunggu sebentar karena ternyata banyak yang makan di warung bakso terkenal itu. Dan setelah mencicipi, luar biasa ! Rasanya enak sekali! Hanya dengan uang Rp 8000 kita sudah bisa menikmati semangkuk bakso yang berisi tiga buah bakso berukuran kecil, pangsit, potongan tahu dan bakso goreng kriuk. Sementara kami makan, ternyata masih banyak yang antri di warung kecil di pojok jalan itu.
Kami kemudian melanjutkan perjalanan berjalan kaki menuju Malioboro. Kedua buah hati saya masih terlihat bersemangat untuk jalan menyusuri bahu Malioboro yang kian ramai. Tanpa terasa kami akhirnya sampai di ujung jalan Malioboro tepat didepan Museum Benteng Vredeburg. Terdapat sejumlah bangku dan tempat duduk di kawasan tersebut dimana sejumlah penjual makanan mulai dari mainan anak-anak hingga wedang ronde mangkal.
Kami lalu menyantap wedang ronde dan jagung rebus sembari mengamati lalulintas kendaraan dan orang yang berseliweran didepan kami. Kami sungguh beruntung, cuaca begitu bersahabat malam itu. Pada saat itu sudah mulai terlihat ekspresi keletihan di wajah kedua anak saya. “Kita naik becak aja yuk ke hotel,” ajak saya yang segera memanggil dua becak yang kebetulan menunggu penumpang disana. Setelah tawar menawar kami pun akhirnya mencapai kata sepakat. Kedua anak saya sangat antusias menaiki becak yang membawa kami kembali ke hotel.
(Bersambung)