FILM “SURGA YANG TAK DIRINDUKAN” : KETIKA BERBAGI HATI MENGHALAU ILUSI
Kemarin siang, Minggu (9/8), saya dan istri menyempatkan diri menonton film “Surga yang Tak Dirindukan” di Studio 5 Cinemaxx Orange County Cikarang. Kami berdua memang penggemar karya-karya Asma Nadia, termasuk menonton film yang juga diangkat dari karyanya “Assalamualaikum Beijing”.
Tentu ada banyak ekspektasi kami menonton film ini, selain sejumlah rekomendasi kawan-kawan istri yang sudah menonton film ini lebih dulu dan menyarankan kami berdua juga menontonnya. Alur cerita yang mengangkat tema mengenai Poligami juga penasaran pada akting para pemeran film ini, menjadi alasan kami untuk meluangkan waktu menonton “Surga Yang Tak Dirindukan” (SYTD) di akhir pekan.
Kisah diawali dari tragedi memilukan yang menimpa seorang anak saat menyaksikan sang ibu meninggalkannya dengan melakukan aksi bunuh diri menabrakkan dirinya pada sebuah kendaraan yang melaju kencang. Bayangan kelam masa kecil itu terus “menghantui” sang anak yang bernama Prasetya (diperankan oleh Fedi Nuril) bahkan hingga dewasa.
Pertemuan Prasetya dan Arini (Laudya Cynthia Bella), perempuan cantik yang gemar mendongeng secara tak sengaja dalam sebuah kesempatan, membangkitkan rasa cinta pada keduanya. Mereka akhirnya menikah dan dikaruniai seorang anak perempuan cantik, Nadia. Pernikahan Prasetya-Arini berjalan langgeng dan penuh kemesraan. Sampai kemudian, hal tak terduga terjadi saat Prasetya menolong seorang wanita hamil bernama Mey Rose (Raline Syah) yang melakukan percobaan bunuh diri dengan meluncurkan mobil yang dikendarainya ke sebuah tebing curam. Mey Rose yang mengenakan gaun pengantin dalam peristiwa tersebut sangat putus asa karena ayah jabang bayi yang dikandungnya kabur dan meninggalkannya sebatang kara.
Prasetya bergegas membawa Mey Rose ke rumah sakit. Setelah menjalani operasi Caesar, sang bayi lahir dengan selamat. Ternyata persoalan tak berhenti hanya sampai disitu.Tekad Mey Rose untuk bunuh diri terus mendera. Ia pun nekad untuk berniat terjun dari atap gedung Rumah Sakit. Beruntung, Prasetya berhasil mencegahnya dan dalam situasi dilematis berjanji akan mendampingi Mey Rose sebagai suami dan ayah bagi si bayi, Akbar Muhammad. Prasetya tak ingin kejadian yang menimpanya saat kecil dulu, terjadi pada Akbar. Prosesi pernikahan pun dilangsungkan secara darurat di rumah sakit, disaksikan oleh kedua sahabat dekat dan teman sekantor Prasetya, Amran dan Hartono.
Arini tidak mengetahui pernikahan kedua Prasetya dan Mey Rose. Ketika sang ayah meninggal dunia, Arini menyaksikan ada sosok perempuan lain selain ibunya yang ikut menangisi kepergian sang ayah. Ternyata selama ini ayah Arini telah melakukan poligami. Arini lalu meminta komitmen Prasetya untuk tidak melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan sang ayah terhadap ia dan ibunya.
Akhirnya, rahasia pernikahan Prasetya dan Mey Rose terungkap secara tak sengaja. Dengan amarah meluap Arini mendatangi kediaman Mey Rose dan melabraknya disana. Tak cukup sampai disitu, Arini juga mengungkapkan kekecewaan hatinya pada Prasetya yang sudah dianggap mengkhianati komitmennya. Dongeng indah tentang ilusi kehidupan rumah tangga yang langgeng dan harmonis tanpa hadirnya orang ketiga di mata Arini, seketika hancur. Prasetya berusaha menghadapi situasi sulit ini dengan tegar dan tenang meski tak urung membuatnya bingung.
Fedi Nuril berhasil menghidupkan sosok Prasetya dengan cemerlang. Pengalamannya memerankan sosok Fahri sebagai suami berpoligami pada film “Ayat-Ayat Cinta” membantu Fedi menghayati perannya. Apresiasi juga kepada Laudya Cynthia Bella dan Raline Syah yang berhasil mengimbangi akting Fedi dengan baik. Meski belum menikah, Laudya mampu mengekspresikan kemarahan dan kekecewaan seorang istri yang merasa dikhianati suaminya dengan sangat memukau. Di saat yang sama, Raline Syah mampu membawakan secara natural karakter Mey Rose yang labil dan rapuh namun kemudian seiring waktu berjalan mampu menata hati serta menetapkan pilihan hatinya dengan tegas. Kemampuan aktingnya jauh lebih berkembang dibanding filmnya yang terdahulu (5 cm & 99 Cahaya di Langit Eropa). Yang juga cukup menonjol adalah aksi teatrikal Kemal Pahlevi dan Tanta Ginting yang memerankan sahabat dekat Prasetya, Amran dan Hartono dengan kocak serta memiliki rasa setiakawan tinggi.
Secara sinematografis, film ini menampilkan gambar-gambar yang indah dan mengesankan. Eksotisme kota Yogyakarta sebagai setting lokasi film SYTD dikemas begitu elegan, terlebih dengan dukungan “drone camera” yang mampu menangkap pemandangan dengan perspektif lebih luas. Mata penonton begitu dimanjakan dan kian menghayati lebih dalam kisah yang mengalir.Tidak hanya itu, Sutradara Kunz Agus juga secara gemilang menata adegan demi adegan dengan mulus. Termasuk adegan kilas balik (flash back) yang kian memperkuat jalinan kisah di film berdurasi 124 menit ini.
Dari sisi latar musik, film SYTD menampilkan keunggulan dengan lagu menawan yang dinyanyikan oleh Krisdayanti karya Melly Goeslaw & Anto Hoed serta tata musikal yang menyentuh. Adalah Tya Subiakto sebagai penata musik yang berperan besar dan mampu membangun dramatisasi suasana haru nan melankolis secara harmonis, lewat alunan musik yang terasa megah dan memukau.
Ceritanya agak berbeda dengan novelnya ya pak.