#BATIKINDONESIA : MELESTARIKAN KEARIFAN LOKAL DENGAN KAMPANYE KOLABORATIF DIGITAL MULTI ARAH
Saya masih selalu terkenang-kenang perjalanan wisata budaya “Mahakarya Indonesia” ke Madura 3 tahun silam. Salah satunya adalah ketika mengunjungi pengrajin batik gentongan Zulfah Batik di Tanjung Bumi, Bangkalan. Waktu itu, rombongan kami diterima dengan ramah langsung oleh sang pemilik Zulfah Batik, Pak Alim ditemani sang isteri tercinta, di sebuah paviliun yang menjadi semacam ruang pamer batik, tak jauh dari rumah induk yang lumayan megah. Beliau kemudian menjelaskan bahwa budaya membatik merupakan warisan leluhur yang diturunkan secara turun temurun, dari generasi ke generasi. Tanjung Bumi terletak di pesisir pantai, mempunyai sejarah yang lekat dengan perkembangan batik itu sendiri. Dahulu, sambil menunggu sang suami pulang berlayar ke negeri yang jauh, para perempuan Tanjung Bumi menghabiskan waktu luangnya dengan membatik.
“Mereka melakukannya dengan sepenuh hati, tak dipaksa-paksa oleh tenggat waktu, sehingga kualitas batik yang dihasilkan betul-betul cantik, halus dan paripurna,” kata pak Alim yang sebelumnya berprofesi sebagai seorang trainer ini sampai kemudian secara serius menekuni industri batik di rumahnya.
Para pencinta batik sangat menggemari batik asal Tanjung Bumi dimana tak hanya memiliki motif yang indah, kuri (motif penutup latar) dan retakan batiknya yang khas, namun juga proses pembuatannya yang memakan waktu cukup lama membuat harga batik Tanjung Bumi relatif lebih tinggi. Batik Gentongan memiliki ciri khas warna-warna yang lugas, tegas, menyolok dan berani dengan corak beragam. Saya menyaksikan koleksi batik Gentongan di lemari ruang pamer Zulfah Batik yang memiliki variasi warna serta motif yang bermacam-macam dan mempesona.
Proses pembuatan Batik Gentongan cukup unik. Tahap pertama adalah Rengreng yaitu proses membentuk format motif pada batik. Dibutuhkan waktu 3-7 hari untuk menghasilkan proses ini pada sehelai kain. Waktu yang dibutuhkan lebih cepat dari waktu Rengreng batik Jawa karena motif batik Madura cenderung besar-besar dan jarang. Seusai mengerjakan motif besar kemudian dilanjutkan dengan kuri atau motif kecil dan menjadi latar motif utama. Membuat Kuri cukup rumit karena terdiri dari beberapa motif dan dikerjakan secara berulang setiap kali proses pewarnaan.
Essean merupakan proses selanjutnya dimana ini merupakan proses mengisi motif, biasanya membutuhkan waktu 1 bulan, tergantung kehalusan motif yang diinginkan. Nebbeng menjadi proses berikut setelah Essean yakni proses menutup motif yang tidak ingin diberi warna pada proses pewarnaan pertama dan dibutuhkan waktu 3-7 hari untuk me-nebbeng. Tahapan selanjutnya adalah Sereben yaitu proses pewarnaan latar. “Ini sangat berbeda dengan proses pewarnaan batik konvensional, karena proses pewarnaan dilakukan dengan cara disikat. Cairan pewarna dilumuri diatas kain kemudin disikat dengan sabut kelapa agar warna bisa menyerap ke serat kain,”kata Pak Alim menjelaskan.
Setelah tahapan proses pewarnaan selesai, kain ini dimasukkan untuk direndam ke dalam gentong besar. Sebelumnya kain batik perlu di-lorot (atau diluruhkan “malam”-nya). Perajin batik Madura memiliki resep rahasia untuk memudahkan proses melorot yaitu mencampurkan kanji ke air mendidih, kanji ini kemudian akan mengikat malam dari batik sehingga membentuk ampas dan mudah untuk disaring.Cara ini menghemat air lorot hingga dapat digunakan sampai beberapa kali pelorotan.
Memasukkan kain batik ke dalam gentong merupakan bagian dari proses pewarnaan utama. “Ciri khas batik gentongan adalah warnanya justru semakin cemerlang dan tak akan pudar, walau sudah dicuci berkali-kali. Ini karena proses pewarnaan yang dilakukan secara intens dan berulang termasuk proses pewarnaan utama didalam gentong,”tambah Pak Alim. Beliau kemudian menjelaskan bahwa harga batik Gentongan Tanjung Bumi memang mahal karena dibuat secara hati-hati, lama dan halus, menggunakan pewarna alam serta memperhatikan kualitas.
“Agak sulit memang membedakan batik Gentongan yang diwarnai dengan bahan kimia dengan yang asli lewat pewarna alami karena secara sekilas dari pandangan mata awam warnanya nyaris serupa. Ini kembali pada kejujuran masing-masing pedagang. Batik Gentongan asli warnanya semakin cemerlang seiring waktu, tidak malah semakin pudar,” ujar Pak Alim. Ia lalu memperlihatkan contohnya kepada kami.
“Saya merasa sangat beruntung memilih saat yang tepat ketika pertama kali memutuskan terjun ke dunia batik Gentongan di tahun 2008. Saat itu kesadaran masyarakat untuk melestarikan batik kian tinggi, apalagi setahun sesudahnya UNESCO memutuskan Batik menjadi warisan budaya Indonesia yang diakui dunia. Klaim Malaysia yang menyatakan Batik sebagai warisan budaya mereka semakin menambah semangat masyarakat Indonesia untuk mati-matian mempertahankan dan melestarikan Batik. Dengan dibukanya Jembatan Suramadu, Alhamdulillah, pemasaran batik kami juga semakin berkembang pesat,” kisah Pak Alim sambil mengobrol santai di depan halaman rumahnya. Dengan ramah pak Alim juga menawarkan kepada kami menyantap mangga muda yang dipetik di kebunnya.
“Kami memiliki 55 motif batik yang tercatat rapi di katalog kami. Dan setiap motif tidak persis sama karena mempunyai ciri khas masing-masing. Goresan tangan yang menorehkan garis diatas kain tentunya juga ikut menentukan kualitas dari batik ini. Kami menjalin sinergi bersama warga sekitar, khususnya ibu-ibu yang memiliki keterampilan menggambar, mengisi motif dan mewarnai. Dengan memberdayakan mereka, maka industri batik gentongan Tanjung Bumi kita bisa kembangkan secara bersama-sama,” ujar Pak Alim. Sayangnya, saat saya menanyakan apakah galeri Zulfah Batik pak Alim ini memiliki website atau blog yang menayangkan profil dan produk mereka secara online, sampai saat ini belum ada. Padahal di era cyber seperti sekarang, hal ini menjadi niscaya terlebih ketika produk Batik Gentongan Tanjung Bumi ini berniat untuk meraup pasar yang lebih luas dan mendunia.
Kampanye Kolaboratif Multi Arah
Meski sudah punya pelanggan tetap dan sudah dikenal di Indonesia, batik Madura Tanjung Bumi seyogyanya mulai memikirkan untuk melakukan ekspansi pemasaran yang lebih luas, termasuk penetrasi ke pasar global. Dengan keunikan corak yang diolah dari kearifan lokal yang mempesona, bukan tidak mungkin, batik Indonesia khususnya batik Tanjung Bumi mendapatkan tempat di hati pembeli manca negara.
Saya mengangkat ide mengenai kampanye Kolaborasi digital multi arah, karena sosialisasi Batik sebagai khasanah warisan kearifan lokal bangsa ini, tidak lantas berhenti setelah pencanangan Hari Batik Nasional belaka. Namun tentunya komitmen memperkenalkannya harus diteruskan dengan upaya berkesinambungan dengan melibatkan segenap pihak, termasuk blogger/netizen, melalui kompetensi yang dimiliki.
Bangga menggunakan batik saat bertemu dengan Presiden Jokowi, di Istana Negara, Desember tahun lalu bersama 100 orang Kompasianers
Teknologi internet yang daya cakupnya kian luas menyebar bisa menjadi andalan. Kekuatan kerumunan yang disatukan teknologi ini menjelma menjadi media komunikasi multi arah yang komunikatif yang mampu menggugah partisipasi dan kolaborasi masyarakat secara spontan dan berkelanjutan. Kedepan, kekuatan kerumunan itu akan membentuk ekosistem komunitas tersendiri berbasis minat, produk atau lokasi yang kelak secara “militan” mempromosikan produk tersebut baik lewat kanal internal maupun eksternal. Interaksi digital dan engagement konstruktif yang terjadi dari percakapan multi arah di komunitas lewat berbagi pengalaman dan pengetahuan akan menerbitkan ide-ide brilliant untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk yang dipasarkan. Model kampanye yang bersifat “reaktif” dan “regulatif” boleh saja tetap digunakan namun tentu penetrasinya tidak bisa dirasakan secara luas dan sifatnya temporer.
Netizen Indonesia–termasuk blogger–memiliki peran strategis sebagai pelopor gerakan ini. Dengan modal sosial dan konektivitas yang ada, netizen akan tanpil sebagai agen-agen handal promosi kampanye digital kolaboratif produk #batikindonesia khususnya yang dibangun lewat UKM-UKM lewat jejaring yang dimilikinya. Posting #batikindonesia baik di blog atau di media sosial, mempunyai dampak positif untuk mengangkat positioning & branding produk yang diangkat dari kearifan lokal bangsa kita. Disamping itu, pembuatan aplikasi untuk gawai yang memiliki konten-konten informatif berkualitas terkait #batikindonesia juga menjadi salah satu solusi kampanye digital ini.
Dalam diskusi saya dengan pak Alim, saya sempat menyarankan agar mulai mempromosikan produk batiknya secara digital baik melalui website/blog sendiri atau media sosial. Selain relatif murah, promosi produk lewat internet juga berimplikasi besar dan responsif. Meski diakuinya, kerap para pembeli melakukan endorsment atau rekomendasi pada jaringan media sosial masing-masing, namun ia masih merasakan belum cukup untuk mempromosikan produknya secara lebih luas . “Sayangnya saya ini gaptek mas, masih perlu belajar teknologi internet,” sahut pak Alim sembari tersenyum.
Menarik disimak tulisan Hermawan Kertadjaya berjudul “Borderless World, Seamless Market” dalam buku “New Wave Marketing : The World is still round, The Market is Already Flat” (Gramedia,2008). Dalam buku tersebut dikatakan:
Internet telah membuka batas-batas dunia sehingga pasar menjadi tanpa batas. Semua orang bisa punya kesempatan yang sama untuk masuk ke pasar global. Penjual merasa bis menjangkau dunia tanpa batas sehingga bisa mendapatkan harga yang paling tinggi. Sedang pembeli merasa punya keleluasaan untuk memilih berbagai penawaran dari mana pun untuk mendapatkan harga terbaik pula.
Dalam tulisan tersebut pula pakar Marketing itu menuliskan dua contoh sukses dua perusahaan dot com, EBay dan Alibaba yang walau tidak memproduksi barang-barangnya sendiri namun memfasilitasi transaksi antara penjual dan pembeli secara horizontal. Baik penjual maupun pembeli adalah customer bagi E-bay dan Alibaba.com. Jadi yang terjadi adalah Customer to Customer atau C2C dimana kedua belah pihak, baik penjual maupun pembeli, punya status yang sama. Telah terjadi horizontalisasi pasar di New Wave Paradigm.
Melalui kampanye kampanye kolaborasi digital multi arah maka spirit horizontalisasi pasar terbentuk secara responsif dengan mengantisipasi zaman yang terus berubah. Kekuatan ini harus diperhitungkan agar produk-produk #batikindonesia semakin dikenal di pasar global.
Maju terus #batikindonesia !
makasih infonya