Sebuah pesan tampil atraktif di layar handphone ku.
Dari Rita, pacarku dan ia dengan yakin menyatakan aku adalah pacar pertamanya.
“Kapan bisa ketemu say? Bisa hari inikah?”
Aku menggigit bibir, memikirkan jawaban yang tepat atas pertanyaan yang diikuti oleh beberapa emoticon bernuansa cinta dan rindu itu.
Entah kenapa Rita terlalu impulsif belakangan ini. Mudah curiga dan terbakar cemburu. Padahal baru juga kemarin ketemu.
Aku membiarkan pertanyaan itu menggantung. Bikin dia penasaran.
“Ayo doong, aku mau kenalin kamu ke ibuku,” bujuknya setengah merajuk.
Aku hanya menjawab dengan emoticon jempol menyatakan persetujuan.
“Malam ini ya, kita ketemu di Cafe Selasar, lalu jalan bareng ke rumahku. Jangan sampai telat lho, bikin kesan dan penampilan yang baik ya ini pertama kali kamu jumpa ibuku,”tulisnya tegas dan bersemangat.
Dan begitulah.
Dari cafe Selasar malam itu kami bertemu dan bersama sama menuju rumah Rita.
Sampai di depan rumah Rita yang mewah dan megah, aku sempat tertegun takjub.
Sebagai orangtua tunggal pasca ditinggal wafat sang suami, ibu Rita ternyata sukses dan sangat piawai mengelola bisnisnya juga mengasuh sang putri semata wayangnya.
Walau baru pertama kali akan dikenalkan oleh Rita, aku merasa ibunya bukanlah orang sembarangan, dia sosok perempuan tangguh, mandiri dan inspiratif.
Rita selalu menceritakan sosok ibunya padaku dengan rasa bangga meluap.
“Mama orang yang sangat gigih memperjuangkan sesuatu. Mama selalu siap menghadapi kemungkinan terburuk sekalipun, tanpa menyerah. Sejak ditinggal wafat Papa, Mama tetap tegar dan berhasil mengurus bisnis export importnya,”kata Rita suatu ketika bercerita tentang sang ibu dengan penuh semangat.
Dan kini, pintu rumah besar itu terbuka lebar.
Mata Rita berbinar cerah saat memandang sosok sang ibu didepannya.
“Ma, kenalkan, ini mas Dion, pacar pertamaku,” katanya riang sambil menggamit tanganku mesra.
Aku terhenyak kaget.
Begitu pula ibu Rita yang kemudian jatuh pingsan.
Rita menjerit panjang.
Aku mendengus pelan. Perasaanku campur aduk.
Dia, ibu Rita, adalah Pacar Pertamaku..
Related Posts
“Segini cukup?” lelaki setengah botak dengan usia nyaris setengah abad itu berkata seraya mengangsurkan selembar cek kepadaku.
Ia tersenyum menyaksikanku memandang takjub jumlah yang tertera di lembaran cek tersebut.
“Itu Istrimu? ...
Posting Terkait
Berkali kali lelaki itu merutuki kebodohannya.
Mengabaikan perasaannya paling dalam kepada perempuan sederhana namun rupawan yang dia sukai, hanya demi harga diri sebagai lelaki kaya, tampan dan terkenal--lalu kemudian, ketika semua ...
Posting Terkait
Takdir kerapkali membawa keajaibannya sendiri.
Seperti saat ini, menatap wajahnya kembali pada sebuah reuni sekolah menengah pertama. Paras jelita yang seakan tak pernah tergerus waktu, meski hampir setengah abad telah terlewati.
Diajeng ...
Posting Terkait
Baginya, cinta adalah nonsens.
Tak ada artinya. Dan Sia-sia.
Entahlah, lelaki itu selalu menganggap cinta adalah sebentuk sakit yang familiar. Ia jadi terbiasa memaknai setiap desir rasa yang menghentak batin tersebut sebagai ...
Posting Terkait
Aku menyeringai puas. Bangga.
Sebagai Debt Collector yang disegani dan ditakuti, membuat debitur bertekuk lutut tanpa daya dan akhirnya terpaksa membayar utangnya merupakan sebuah prestasi tersendiri buatku.
Sang debitur, lelaki tua dengan ...
Posting Terkait
Istriku uring-uringan dan mendadak membenciku dua hari terakhir ini.
"Aku benci tahi lalatmu. Tahi lalat Rano Karnomu itu!" cetusnya kesal.
"Pokoknya, jangan dekat-dekat! Aku benciii! Benciii! Pergi sanaa!", serunya lagi, lebih galak.
Aku ...
Posting Terkait
Hancur!. Hatiku betul-betul hancur kali ini. Berantakan!
Semua anganku untuk bersanding dengannya, gadis cantik tetanggaku yang menjadi bunga tidurku dari malam ke malam, lenyap tak bersisa.
Semua gara-gara pelet itu.
Aku ingat bulan ...
Posting Terkait
Aku menatapnya. Takjub.
Dia menatapku. Marah.
Aku tak tahu apa yang berada di benak wanita muda itu sampai memandangku penuh kebencian. Padahal dia hanya melihat pantulan dirinya sendiri disitu. Dan aku, cukuplah ...
Posting Terkait
Memanggilnya Ayah, buatku sesuatu yang membuat canggung. Lelaki separuh baya dengan uban menyelimuti hampir seluruh kepalanya itu tiba-tiba hadir dalam kehidupanku, setelah sekian lama aku bersama ibu. Berdua saja.
"Itu ayahmu ...
Posting Terkait
Baginya menanti adalah niscaya.
Karena hidup itu sendiri adalah bagian dari sebuah proses menunggu. Begitu asumsi yang terbangun pada benak wanita yang berdiri tegak kaku di pinggir pantai dengan rambut tergerai ...
Posting Terkait
Perempuan itu memandang mesra ke arahku. Aku pangling. Salah tingkah. Dia lalu memegang lenganku erat-erat seakan tak ingin melepaskan.
Kami lalu berjalan bergandengan tangan di sebuah mall yang ramai.
"Aku selalu berharap ...
Posting Terkait
Aku meradang. Merah. Juga bernanah.
Sudah tiga hari aku bercokol disini, di bokong sebelah kiri salah satu penyanyi dangdut terkenal ibukota, Nana Daranoni.
Sang pemilik bokong tampaknya kurang merasa nyaman atas kehadiranku. ...
Posting Terkait
Seperti Janjimu
Kita akan bertemu pada suatu tempat, seperti biasa, tanpa seorang pun yang tahu, bahkan suamimu sekalipun. Kita akan melepas rindu satu sama lain dan bercerita tentang banyak hal. Apa ...
Posting Terkait
Teng!-Teng!
Tubuhku dipukul dua kali. Begitu selalu. Setiap jam dua dini hari. Biasanya aku terbangun dari lelap tidur dan menyaksikan sesosok lelaki tua, petugas ronda malam kompleks perumahan menatapku puas dengan ...
Posting Terkait
Menjelang berpisah, perempuan itu, yang sudah memiliki hatiku sepenuhnya, tersenyum samar. Pandangannya tajam namun mesra.
"Kamu tetap sayang aku kan'?", tanyanya manja. Disentuhnya daguku pelan.
Aku tersenyum.
"Jawab dong, jangan hanya senyum doang",rengeknya.
"Tentu ...
Posting Terkait
Hening. Sunyi.
Di ujung telepon aku hanya mendengar helaan nafasnya yang berat.
"Jadi beneran mbak tidak marah?", terdengar suara adikku bergetar.
"Lho, kenapa harus marah?", sergahku gusar
"Karena Titin melangkahi mbak, menikah lebih dulu,"sahutnya ...
Posting Terkait
FLASH FICTION: BUKAN JODOH
FLASH FICTION: SAAT REUNI, DI SUATU WAKTU
FLASH FICTION : CINTA SATU MALAM
FLASH FICTION: SETAN KREDIT
FLASH FICTION : TAHI LALAT RANO KARNO
FLASH FICTION : CERMIN TOILET
FLASH FICTION : DALAM PENANTIAN
FLASH FICTION: ROMANSA DI MALL
FLASH FICTION : TRAGEDI BISUL
FLASH FICTION : SEPERTI JANJIMU
FLASH FICTION : TIANG LISTRIK
FLASH FICTION: HATI-HATI DI JALAN
FLASH FICTION: TAKDIR TAK TERLERAI