Bangga rasanya menjadi anak seorang dukun terkenal di seantero kota. Dengan segala kharisma dan karunia yang dimilikinya, ayah memiliki segalanya: rumah mewah, mobil mentereng dan tentu saja uang berlimpah hasil jasa perdukunan dengan berbagai pelanggan kaya dan pejabat tinggi.
Ingin rasanya aku mewarisi keahlian ayah dalam soal perdukunan, meski tentu saja aku bakal menjadi ahli waris tunggal kekayaan yang dimiliki orangtuaku.
Hari itu, aku memasuki ruang praktek ayah yang elegan dan mewah. Pada dinding ruang praktek itu, ayah pasang beberapa potretnya bersama pengusaha terkenal, selebriti dan pejabat pemerintah. Aku kembali berdecak kagum.
“Ada apa nak? Tumben kamu masuk ruang praktek papa,” kata ayahku sembari tersenyum.
Berbeda dengan dukun-dukun lawas yang umumnya memakai busana tradisional, penampilan ayah sebagai dukun kawakan lebih perlente dengan mengenakan jas mahal plus dasi trendy. Wangi parfum import asal Eropa ayah mendadak menyeruak di seluruh ruangan.
“Nggak Pa, pengen ngobrol aja,” sahutku tersipu.
“OK my son, ayo duduk sini dekat ayah, mau ngobrol apa?” balas ayahku selesai menunjuk sebuah sofa empuk.
Kami lalu duduk di sofa dan ayah menyodorkan sebuah minuman soft drink ke arahku.
“Pa, begini,” kataku lirih sembari memandang rikuh ke ayah,”aku pengin seperti ayah, menjadi dukun terkenal seperti sekarang”
Mendadak ayah terdiam. Helaan nafas berat terdengar olehku,
“Kenapa Pa?” tanyaku bingung.
“Kamu tak akan bisa, pasti tak akan bisa,” jawab Papa dengan tatapan hampa kedepan.
“Karena apa Pa?” kejarku penasaran.
“Kamu anak yang terlahir dari donor sperma, nak. Jadi tentu tak akan bisa,” jawab ayah dengan nada pilu.
Related Posts
Dari balik jendela yang buram aku menyaksikan sosoknya menari riang diiringi lagu hip-hop yang menghentak dari CD Player dikamar. Poni rambutnya bergoyang-goyang lucu dan mulutnya bersenandung riang mengikuti irama lagu. ...
Posting Terkait
Baginya, cinta adalah nonsens.
Tak ada artinya. Dan Sia-sia.
Entahlah, lelaki itu selalu menganggap cinta adalah sebentuk sakit yang familiar. Ia jadi terbiasa memaknai setiap desir rasa yang menghentak batin tersebut sebagai ...
Posting Terkait
Keterangan foto: Menggigit Buntut, karya Andy Surya Laksana, Dji Sam Soe Potret Mahakarya Indonesia
elaki itu menatap nanar dua sapi yang berada di hadapannya.
Matahari siang menjelang petang terik membakar arena pertandingan. ...
Posting Terkait
Aku meradang. Merah. Juga bernanah.
Sudah tiga hari aku bercokol disini, di bokong sebelah kiri salah satu penyanyi dangdut terkenal ibukota, Nana Daranoni.
Sang pemilik bokong tampaknya kurang merasa nyaman atas kehadiranku. ...
Posting Terkait
Hening. Sunyi.
Di ujung telepon aku hanya mendengar helaan nafasnya yang berat.
"Jadi beneran mbak tidak marah?", terdengar suara adikku bergetar.
"Lho, kenapa harus marah?", sergahku gusar
"Karena Titin melangkahi mbak, menikah lebih dulu,"sahutnya ...
Posting Terkait
Sebuah pesan tampil atraktif di layar handphone ku.
Dari Rita, pacarku dan ia dengan yakin menyatakan aku adalah pacar pertamanya.
"Kapan bisa ketemu say? Bisa hari inikah?"
Aku menggigit bibir, memikirkan jawaban yang ...
Posting Terkait
Lelaki tua yang mengenakan blankon yang duduk persis didepanku menatapku tajam. Pandangannya terlihat misterius. Kumis tebalnya menambah sangar penampilannya. Menakutkan.
Aku bergidik. Dukun itu mendengus dan mendadak ruangan remang-remang disekitarku menerbitkan ...
Posting Terkait
Perempuan itu memandang mesra ke arahku. Aku pangling. Salah tingkah. Dia lalu memegang lenganku erat-erat seakan tak ingin melepaskan.
Kami lalu berjalan bergandengan tangan di sebuah mall yang ramai.
"Aku selalu berharap ...
Posting Terkait
Berkali kali lelaki itu merutuki kebodohannya.
Mengabaikan perasaannya paling dalam kepada perempuan sederhana namun rupawan yang dia sukai, hanya demi harga diri sebagai lelaki kaya, tampan dan terkenal--lalu kemudian, ketika semua ...
Posting Terkait
ak pernah sekalipun ia akan melupakannya.
Lelaki berwajah teduh dengan senyum menawan yang mampu memporak-porandakan hatinya hanya dalam hitungan detik sesaat ketika tatapan mata beradu. Kesan sekilas namun sangat membekas. Membuatnya ...
Posting Terkait
Dia baru saja menuntaskan tugasnya sore itu: melubangi kepala seorang boss besar dengan peluru yang ditembakkan olehnya dari jarak jauh, atas order boss besar yang lain.
Dia puas menyelesaikan tugasnya dan ...
Posting Terkait
Seperti Janjimu
Kita akan bertemu pada suatu tempat, seperti biasa, tanpa seorang pun yang tahu, bahkan suamimu sekalipun. Kita akan melepas rindu satu sama lain dan bercerita tentang banyak hal. Apa ...
Posting Terkait
Teng!-Teng!
Tubuhku dipukul dua kali. Begitu selalu. Setiap jam dua dini hari. Biasanya aku terbangun dari lelap tidur dan menyaksikan sesosok lelaki tua, petugas ronda malam kompleks perumahan menatapku puas dengan ...
Posting Terkait
Takdir kerapkali membawa keajaibannya sendiri.
Seperti saat ini, menatap wajahnya kembali pada sebuah reuni sekolah menengah pertama. Paras jelita yang seakan tak pernah tergerus waktu, meski hampir setengah abad telah terlewati.
Diajeng ...
Posting Terkait
Seperti yang pernah saya lakukan diblog lama, saya akan menayangkan karya flash-fiction saya diblog ini secara teratur, paling tidak minimal 2 minggu sekali. Contoh koleksi flash-fiction lama saya bisa anda lihat ...
Posting Terkait
Istriku uring-uringan dan mendadak membenciku dua hari terakhir ini.
"Aku benci tahi lalatmu. Tahi lalat Rano Karnomu itu!" cetusnya kesal.
"Pokoknya, jangan dekat-dekat! Aku benciii! Benciii! Pergi sanaa!", serunya lagi, lebih galak.
Aku ...
Posting Terkait
FLASH FICTION : BALADA SI KUCING BUTUT
FLASH FICTION : CINTA SATU MALAM
BERPACULAH ! MENGGAPAI KEMENANGAN !
FLASH FICTION : TRAGEDI BISUL
FLASH FICTION: TAKDIR TAK TERLERAI
FLASH FICTION: PACAR PERTAMA
FLASH FICTION: ROMANSA DI MALL
FLASH FICTION: BUKAN JODOH
FLASH FICTION : SEJATINYA, IA HARUS PERGI
FLASH FICTION: PENEMBAK JITU
FLASH FICTION : SEPERTI JANJIMU
FLASH FICTION : TIANG LISTRIK
FLASH FICTION: SAAT REUNI, DI SUATU WAKTU
FLASH FICTION : TAHI LALAT RANO KARNO