MENGENANG AYAH, HULONDHALO LIPUU’ DAN CATATAN HARIAN YANG AKHIRNYA USAI

Saya tidak pernah bisa melupakan saat itu.

Saat terakhir berjumpa ayah langsung secara fisik, di Makassar, Senin Siang,14 Juni 2021.

Di ruang tunggu operasi Rumah Sakit Mitra Husada Makassar, hanya ada kami berdua disana. Ayah memandang saya, sang putra tertua, lama. Tatapannya tajam menghunjam. Saya mengenal benar tatapan itu ketika beliau ingin serius menyampaikan sesuatu yang sangat penting. Matanya kemudian basah oleh air mata. Digenggamnya erat lengan saya, seperti enggan melepaskan.

“Jaga sholatmu, Jaga keluargamu, Jaga Mamamu, Jaga adik-adikmu,”, tutur ayah lirih, terbata-bata dengan suara yang tidak jelas. Bibir ayah bergetar saat mengucapkannya. Saya segera memeluk dan mencium ayah, meyakinkan untuk memenuhi permintaannya dan mengalirkan kekuatan sebelum menjalani operasi di tumit kaki sebelah kirinya yang sempat mengalami infeksi. Airmata mengalir membasahi pipi saya. Kami sama-sama menangis.

Ayah masih mengulang kalimat tadi ketika saya menyampaikan dengan pelan akan pulang ke ibukota, sesudah 2 hari bersama menemani beliau di rumah sakit. Setelah ini, saya harus bergegas mengejar pesawat kembali ke Jakarta dan tugas menjaga ayah akan digantikan oleh adik perempuan saya. Ayah terdiam lalu menghela nafas panjang. Matanya terpejam.Tangan ayah masih mencengkeram erat lengan saya. Kuat sekali.

Tak lama kemudian perawat datang membawa ayah masuk ke ruang operasi. Perlahan ayah melepas pegangan tangannya. Saya masih memandang mata beliau yang menatap saya tak rela sebelum akhirnya pintu ruangan operasi tertutup sempurna. Dada saya seketika berdegup kencang. Perasaan bersalah merajai hati dalam perjalanan saya ke bandara siang itu. Kejadian tersebut masih membekas hingga kini.

Dua hari setelah operasi, ayah diperkenankan pulang ke rumah. Karena kondisinya belum stabil, ayah harus tetap menjalani perawatan di rumah termasuk diinfus. Setiap dua hari sekali perawat datang ke rumah mengganti perban hasil operasi kaki dan memeriksa cairan infus.

Sejak jatuh sakit pada awal April 2021, kondisi ayah terus menurun. Pada usianya yang ke 82 tahun, beragam penyakit mendera tubuh ayah yang kian ringkih. Tidak hanya infeksi paru-paru, juga liver dan termasuk luka di kaki kiri yang mengalami pembengkakan parah dan bernanah, pasca kecelakaan motor yang dialami beliau di dekat rumah sepulang mengambil gaji pensiun di bank.

Saya selalu melakukan percakapan via video call dengan ayah. Sejak ayah sakit, saya semakin sering menelepon atau video call untuk sekedar menanyakan kabar, termasuk perkembangan kesehatannya. Banyak hal yang kami bincangkan, walau sebenarnya ayah lebih banyak jadi pendengar saja dan memberikan isyarat tubuh jika ingin menanggapi.

Yang paling berkesan adalah ketika saya menyanyikan lagu Gorontalo kegemaran beliau Hulondhalo Lipu’u. Ayah mengikuti bait demi bait lagu itu, dengan penuh semangat dan diakhir lagu, beliau berseru: Hore!. Bukan main senangnya saya melihat ayah mengekspresikan perasaannya dengan lepas dan terbuka. Video tersebut bisa disaksikan menjelang akhir video yang dibuat keponakan saya dibawah ini.

Sepulang dari rumah sakit, ayah terlihat semakin pucat dan berat badannya terus menurun. Asupan makanannya pun sangat sedikit sehingga masih harus ditunjang melalui infus. Saya kerapkali membelikan makanan kesukaannya melalui layanan ojek online. Senang menyaksikan lewat video call ayah lahap menyantap kiriman Pallubasa’ Serigala atau Mie Titi, walau hanya dua atau tiga suapan saja.

Setiap selesai bercakap via telepon dengan ayah, dada saya terasa sesak didera kesedihan. Saya kangen saat-saat berbincang lama bersama beliau, membahas hal-hal aktual di negeri ini hingga perkembangan kedua anak saya, Rizky dan Alya. Wawasan beliau tentang berita terakhir yang terjadi baik di Makassar maupun Indonesia lumayan update.

Saat berkunjung ke Makassar, kami sering berbincang lama di teras depan rumah seraya menyaksikan bunga dan tanaman yang tumbuh subur didalam pot yang berbaris rapi serta terawat.

Ketekunan ayah memelihara tanaman sudah ada sejak kami sekeluarga bermukim di Bone-Bone, Kabupaten Luwu yang berjarak sekitar 500 km dari Makassar sekitar tahun 1979-1981. Kami menanam jagung dan umbi-umbian serta sayuran di dekat rumah yang memiliki lahan yang cukup luas. Jika gaji ayah terlambat tiba, kami akan makan hasil kebun dengan riang. Ayah selalu membesarkan hati kami semua untuk selalu bersemangat menghadapi semua keadaan, seburuk apapun itu.

Kebiasaan ayah untuk menulis catatan-catatan di diary pribadi juga menjadi salah satu hal yang membuat saya salut. “Mencatat semua hal yang terjadi dalam diary ini menjadi cara Papa untuk menghargai kehidupan, nak”, ujar beliau suatu waktu.

Menjelang akhir tahun, saya selalu membelikan diary baru yang menjadi buku catatan ditahun berikutnya. Dan akhir tahun silam rupanya menjadi tahun terakhir saya membelikan ayah buku diary.

Saya sempat menyaksikan ayah terakhir kali menulis di diary kesayangannya itu pada 26 Mei 2021.  Tulisan tangan beliau yang tidak jelas karena tangannya mulai melemah. Saya membaca kembali diary-diary lama yang beliau tulis dengan rasa haru menikam dada. Ayah benar-benar menghargai segala rentetan peristiwa kehidupan yang dijalaninya dengan tekun mencatatnya secara rapi dan konsisten.

Saya sedang mengikuti meeting zoom koordinasi pelaksanaan vaksin IKA Unhas Nindya Karya ketika kabar duka itu datang, Hari Minggu malam, 11 Juli 2021. Ayah kembali ke Rahmatullah pukul 19.45 WITA. Adik saya Yayu, mengabarkannya di ujung telepon diiringi tangisan berderai. Dengan mata basah, saya segera mengurus keberangkatan saya ke Makassar antara lain memesan tiket pesawat, meminta pengantar dari Ketua RT juga melakukan Swab Antigen di Klinik Kemala di dekat rumah.

Saat itu PPKM Darurat baru saja diberlakukan, salah satu syaratnya adalah harus memiliki surat PCR Negatif. Sayangnya klinik Kemala tidak bisa menyediakan hasil test PCR satu hari, harus menunggu 3 hari kedepan.

Saya nekad untuk membawa hasil negatif test swab antigen dan bertekad untuk bernegosiasi dengan petugas bandara. Pukul 21.00 WIB saya berangkat ke Bandara Soekarno Hatta dan bersiap berangkat dengan pesawat Batik Air pukul 02.30 dinihari. Saya rencana berangkat lebih awal untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk ditolaknya hasil Swab Test Antigen saya.

Tiba di Bandara, ternyata benar dugaan saya, hasil Swab Negatif antigen saya ditolak. Saya beralasan bahwa tidak ada waktu buat saya lagi selain malam ini untuk bisa mengantarkan ayah saya ke peristirahatan terakhir besok karena jika harus menunggu hasil PCR mesti menunggu paling cepat sehari kedepan dan itu berarti saya akan melewatkan prosesi pemakaman ayah.

Saya juga sudah menunjukkan surat pengantar dari Ketua RT & RW termasuk sertifikat vaksin kedua. Petugas bandara berkeras saya harus mengikuti aturan dan mempersilakan saya untuk menanyakannya ke petugas airline.

Saya lalu bernegosiasi dengan petugas airline Batik Air dan meminta saya menunggu karena mereka harus konfirmasi dulu ke petugas di Makassar. Sayangnya, itu butuh waktu yang lama karena keberangkatan pesawat pada dinihari dimana sebagian besar petugas mungkin sudah tidur. Perasaan saya mulai tidak enak.

Saya terduduk lesu. Saya tak ingin melewatkan saat-saat terakhir bersama ayah tercinta. Saya sangat berharap ikut memandikannya dan mengantarkan jasad ayah ke liang kubur termasuk mengadzankan sebelum tanah menimbunnya. Saya menangis pelan sambil membaca surat Yasin di pojok ruang tunggu. Saya lalu menelepon adik dan ibu saya mengabarkan situasi yang saya alami. Ibu langsung mendoakan agar keberangkatan saya berjalan lancar.

Ajaib!. Segera setelah ibu mengirimkan doa, seorang petugas mendatangi saya. Mereka sudah mendapatkan konfirmasi dari Makassar. Saya diijinkan naik pesawat asalkan menandatangani surat pernyataan bermaterai. Seketika saya bersujud syukur. Saya tak peduli orang-orang memperhatikan kelakuan aneh saya. Bergegas, bersama sang petugas saya menuju ke kios Indomaret di dekat pintu keberangkatan untuk membeli materai dan menempelkannya di surat. Alhamdulillah, saya akhirnya masuk pesawat dan ternyata saya adalah penumpang terakhir yang ditunggu.

Ya Allah, betapa dashyatnya doa ibu!

Pukul 06.00 pagi, pesawat Batik Air yang saya tumpangi mendarat mulus di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Tanpa menunggu lama, dengan setengah berlari, saya segera naik taxi menuju ke rumah. Ibu langsung memeluk saya erat saat saya tiba. Air mata beliau jatuh. Meskipun demikian ibu terlihat tegar dan tenang.

Dengan airmata bercucuran saya mencium jenazah ayah. Terbayang kembali segala kenangan indah bersama beliau yang begitu tegas dan keras mendidik kami semua. Terbayang pula pertemuan terakhir kami secara fisik, juga pesan-pesannya.

Sebagai anak tertua, ayah selalu memberikan saya wejangan khusus untuk senantiasa merawat kerukunan serta menjaga ibu dan ketiga adik saya.

Kami memutuskan menunda waktu pemakaman dengan menunggu adik kedua saya, Buddy bersama sang istri datang dari Balikpapan menyusul siang hari. Adik bungsu saya, Yanti yang bekerja di Denpasar tidak sempat mengikuti prosesi pemakaman karena baru tiba di Makassar pukul 19.00 WITA.

Akhirnya, Pukul 13.00 setelah Buddy dan isteri tiba, kami langsung memandikan dan mengkafani ayah kemudian membawanya ke pemakaman warga Gorontalo, Rumah Masa Depan, Samata Gowa, yang berjarak sekitar 7 km dari rumah kami. Ayah sudah mempersiapkan kavling tanah kuburan buat beliau dan ibu disana. Bersama adik saya Buddy dan keponakan, saya ikut mengantarkan jenazah ayah ke liang lahat, membacakan adzan dan iqomat. Keharuan begitu membuncah di dada saat mengumandangkan adzan di tempat peristirahatan ayah.

Alhamdulillah, rangkaian acara penguburan ayah berjalan lancar dan tanpa kendala berarti. Terimakasih atas bantuan segenap pihak yang telah membantu proses pemakaman ayah saya. Mohon doanya agar arwah beliau diampuni dosa-dosanya, diterima amal ibadahnya, dilapangkan kuburnya dan ditempatkan di tempat yang mulia di sisi Allah SWT.. Aamiin YRA.

Selamat jalan, Pa.. Insha Allah Husnul Khotimah..

 

Related Posts
PERAN MEDIA SOSIAL DALAM “MEMBUMIKAN” PESAN KESADARAN EKOLOGIS
adi malam, Senin (24/9) saya bersama beberapa orang blogger Indonesia diundang oleh UNDP Indonesia dan IDBlognetwork untuk berdiskusi seputar Bagaimana Media Sosial di Indonesia dapat berkontribusi untuk menyingkap 'mitos' tentang Perubahan ...
Posting Terkait
SANTAI & MENGASYIKKAN, BERSEPEDA 24,45 KM BERSAMA TIM CBC
ebagai "Newbie" alias "Orang Baru" dalam dunia komunitas persepedaan di Cikarang (meskipun sebenarnya tidak "baru" benar sebab saya sudah sering "gowes onthel alone" 🙂 ) tantangan untuk mengikuti Sepedaan Minggu ...
Posting Terkait
SUKSES, PENYELENGGARAAN PELATIHAN BLOG GURU ANGKATAN KEDUA BLOGGER BEKASI
Ruang Rapat Kantor Pemerintah Kota Bekasi, Minggu 20 November 2011 telah terlihat ramai, ketika saya tiba. Hari itu, saya akan menjadi pembawa materi dalam acara Pelatihan Blog Guru Angkatan Kedua ...
Posting Terkait
SUDAHLAH DIK, JANGAN ULANGI KETOLOLAN ITU LAGI!
"Perang batu" antar mahasiswa di UNHAS, Selasa (26/2) (Foto diambil dari situs Panyingkul) "Tidak ada konflik di Indonesia yang tidak diselesaikan orang- orang Unhas. Tetapi, di Unhas sendiri, konflik dan perkelahian tidak pernah selesai" Jusuf ...
Posting Terkait
BUAT PARA AYAH YANG MENYIMPAN RESAH DENGAN SENYUM MEREKAH
KEJADIAN kemarin siang yang saya alami saat menumpang taksi dari kantor di kawasan Lebak Bulus menuju workshop di Cakung sungguh sangat membekas dihati. Dering suara handphone sang supir seketika membangunkan ...
Posting Terkait
MY BLOGGING KALEIDOSKOP 2012
Januari 2012 Sabtu (28/1) saya berkesempatan menghadiri peluncuran buku "Japan After Shock" sahabat blogger saya, mas Junanto Herdiawan dan Hani Yamashita. Acara yang dihadiri oleh sekitar 100 orang ini menghadirkan Pak Prayitno ...
Posting Terkait
KISAH MUDIK 2010 (5) : PERESMIAN MIE AYAM SEHATI EMIA YOGYA
Perjalanan Mudik kami di Yogya memasuki hari keempat. Dan di hari Minggu (12/9), kami sekeluarga bersama adik ipar saya, Ahmad, menghadiri pembukaan Mie Sehati di Jln.Cungkuk Raya 258.  Sampai disana, ...
Posting Terkait
REOG PONOROGO, PESONA BUDAYA YANG MENGESANKAN
Keterangan Foto : Reog Ponorogo sedang beraksi, hasil karya Domi Yanto, Dji Sam Soe Potret Mahakarya Indonesia iang menjelang. Namun terik mentari yang menyengat hari itu, Minggu (29/9) tak mengurangi ...
Posting Terkait
Bersiap berangkat mudik ke Yogya bersama Toyota Rush, Rabu,8 September 2010
Ujian kesabaran benar-benar kami sekeluarga alami dalam perjalanan mudik Lebaran 2010 ke kampung halaman istri saya di Yogyakarta, tanggal 8 September 2010 lalu.  Kami menempuh waktu 24 jam untuk mencapai ...
Posting Terkait
1. Direktori Blog Saling Silang Bila anda mampir di blog ini, pada sidebar sisi kanan, anda akan melihat banner yang tertulis : "Direktori Blog Saling-Silang : Terverifikasi!". Apa maksudnya?. Ya, saya ...
Posting Terkait
LELAKI YANG SELALU MENCATAT KENANGAN
“Jangan lupa kirimkan Papa buku diary kosong yang baru untuk tahun depan ya, Nak” Kalimat itu kerap diucapkan oleh ayahanda tercinta saya, Karim Van Gobel, setiap akhir tahun menjelang. Hanya sebuah ...
Posting Terkait
Buku "Japan After Shock"
uasana Gramedia Matraman, Sabtu (28/1) nampak ramai ketika saya turun dari Taksi yang baru saja membawa saya dari Cikarang. Sore yang "bersahabat" gumam saya dalam hati ketika menyaksikan mentari seakan ...
Posting Terkait
Berfoto dulu sebelum berangkat ke Hongkong
  Hari Kamis sore 17 Maret 2011, kegairahan saya untuk "menjemput impian" jalan-jalan ke Hongkong Disneyland begitu membuncah. Sebuah impian yang sesungguhnya dapat terwujud secara tak terduga berkat aktifitas dan konsistensi ...
Posting Terkait
Anak-anak Rumah Baca Mutiara Mandiri Bernyanyi diiringi KPJ (Kelompok Pengamen Jalanan) Bekasi diatas panggung acara Buka Puasa Bersama BeBlog, Sabtu (29/8) - Foto: Aris Heru Utomo
Begitu sederhana ruang belajar itu. Namun saya merasakan "aura" semangat menyala-nyala didalamnya. Ruang seluas 4 x 3 meter tiba-tiba mengingatkan saya pada kamar kontrakan di Pulogadung dulu, 14 tahun silam ketika ...
Posting Terkait
HARI INI, 40 TAHUN..
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, ...
Posting Terkait
KOPDAR II KOMPASIANA : KEHANGATAN SEBUAH “RUMAH SEHAT”
Edi Taslim (General Manager Kompas Cybermedia) didampingi Pepih Nugraha memberikan penjelasan soal Kompas Phone dan QR Code Kompas dalam kesempatan Kopdar kedua Kompasiana bertempat di JHCC, Minggu,14 Juni 2009 Hari Minggu ...
Posting Terkait
PERAN MEDIA SOSIAL DALAM “MEMBUMIKAN” PESAN KESADARAN EKOLOGIS
SANTAI & MENGASYIKKAN, BERSEPEDA 24,45 KM BERSAMA TIM
SUKSES, PENYELENGGARAAN PELATIHAN BLOG GURU ANGKATAN KEDUA BLOGGER
SUDAHLAH DIK, JANGAN ULANGI KETOLOLAN ITU LAGI!
BUAT PARA AYAH YANG MENYIMPAN RESAH DENGAN SENYUM
MY BLOGGING KALEIDOSKOP 2012
KISAH MUDIK 2010 (5) : PERESMIAN MIE AYAM
REOG PONOROGO, PESONA BUDAYA YANG MENGESANKAN
KISAH MUDIK 2010 (1) : MENIKMATI PERJALANAN DENGAN
YANG “MELENGKING” DARI BLOGWALKING (39)
LELAKI YANG SELALU MENCATAT KENANGAN
MENGHADIRI PELUNCURAN BUKU “JAPAN AFTER SHOCK”
MENJEMPUT IMPIAN KE HONGKONG DISNEYLAND
RUMAH BACA MUTIARA MANDIRI DAN SPIRIT “LASKAR PELANGI”
HARI INI, 40 TAHUN..
KOPDAR II KOMPASIANA : KEHANGATAN SEBUAH “RUMAH SEHAT”

2 Replies to “MENGENANG AYAH, HULONDHALO LIPUU’ DAN CATATAN HARIAN YANG AKHIRNYA USAI”

  1. Pesan terakhirnya sangat berkesan karena itulah pondasi kehidupan kita sebagai umat manusia di dunia. Turut berduka cita ya Daeng, Insya Allah Allahyarham Husnul Khotimah. Amin… Al Fatihaah…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.