“GEBRAKAN” SASTRA DARI MAKASSAR
Media citizen journalism Panyingkul! (www.panyingkul.com), kafe baca Biblioholic, penerbit Nala Cipta Litera dan Forum Tenda Kata meluncurkan inisiatif Sastra dari Makassar, upaya yang dikerjakan secara independen dengan mengandalkan partisipasi lembaga dan individu yang memiliki kepedulian menggairahkan kegiatan sastra kontemporer di Makassar, khususnya di kalangan kaum muda.
Sastra dari Makassar merancang program berkelanjutan sepanjang tahun melalui kelas apresiasi sastra, workshop penulisan, penerbitan karya sastra, dan pemberian beasiswa penulisan karya sastra bagi penulis muda.
Sebagai langkah awal, Sastra dari Makassar akan menggelar diskusi dan peluncuran dua buku penulis Makassar, yakni Kumpulan Puisi “Aku Hendak Pindah Rumah” karya M. Aan Mansyur dan Kumpulan Cerita Pendek “Makkunrai” karya Lily Yulianti Farid, yang diterbitkan oleh Nala Cipta Litera Makassar. Pembacaan puisi dan cerita pendek yang dirangkai dengan diskusi dan workshop akan digelar di sejumlah stasiun radio, kantong-kantong komunitas sastra, rumah baca, kampus dan sekolah menengah atas pada bulan Maret dan April 2008.
TENTANG DUA BUKU
“Aku Hendak Pindah Rumah”
Kumpulan Puisi M. Aan Mansyur
Nala Cipta Litera, Februari 2008
Pengantar: Hasan Aspahani
Komentar para pembaca:
Cinta betul-betul menjadi hal terutama dalam hidup. Siapa beroleh cinta, dia beroleh kemenangan. Lewat buku puisi ini, M. Aan Mansyur menjelmakan dirinya menjadi pecinta yang sempurna. “Lubang tanam bagi mayatmu,” begitu katanya. Maka sepenggal kisah hidupnya yang tersaji dalam buku puisi ini begitu nikmat untuk diselami.
Dedy Tri Riyadi, orang iklan dan pengelola blog puisi: www.toko-sepatu.blogspot.com
Membaca sajak-sajak M. Aan Mansyur seperti menyimak wajah perempuan yang raut wajahnya suka berubah-ubah. Kadang suram, kadang gelisah. Satu waktu terlihat marah, di waktu lain malah tersenyum ramah. Tapi ada satu hal yang tampak sama: sajak-sajak Aan terasa sederhana, seperti wajah perempuan cantik yang tetap terlihat cantik walau tanpa dandanan meriah. Sedikit tambahan, sajak-sajaknya membuatku banyak mengenang ibu, rumah, kota tempat ibu dan rumah, kematian serta kenangan itu sendiri.
al-Muzzammil, pengelola blog puisi: www.kuasajak.blogspot.com
Saya mungkin terlalu banyak membaca puisi. Karena itulah, saya sering menemukan puisi yang ditulis oleh penyair yang lupa bahwa puisi itu adalah seni. Ya, seni puisi. Memang ada penyair yang sombong yang pernah bilang bahwa puisi itu melampaui seni dan melampaui bahasa, tapi saya tak maulah percaya sama penyair sombong itu. Saya merasa aman dan nyaman pada keyakinan saya – sampai kelak saya murtad dan mendirikan aliran sesat sendiri – bahwa puisi adalah seni, dan seni itu menawarkan keindahan. Ya, karena itulah saya amat menyukai sajak-sajak M Aan Mansyur dalam buku ini.
Hasan Aspahani, penyair, wartawan dan pengelola blog puisi: www.sejuta-puisi.blogspot.com
Ketika berujar, ucapan manusia telah melalui proses yang tidak ringkas. Sebagian berawal dari pantulan cahaya pada benda yang ditangkap mata. Sebagian lainnya adalah cernaan dari pesan-pesan imajinatif dari sebuah tempat yang intagible. Namun kesemuanya tetap melalui sebuah tahapan yang sama, yaitu proses metabolisme pesan-pesan dalam sebuah mesin raksasa, otak.
Puisi-puisi Aan adalah karya dari sebuah kerja serius yang memadukan kedua hal itu, kesan visual dan kesan perasaan. Mudah saja menemukan impresi ini. Cobalah kita pegat kata per kata dalam tubuh salah satu puisinya. Timanglah dan hantarkan kemampuan imajinasi anda ke suatu tempat yang nir-suara. Ketika melakukan hal itu saya sakan menemukan Aan yang sedang mengumpulkan banyak kosa kata dan memilih yang merupakan kaldu dari daftar itu. Ini kerja serius yang tidak akan dapat dilakukan dengan tergesa-gesa. Hasilnya adalah sebuah bangun puisi yang setiap unsur pembentuknya merupakan materi yang mandiri. Hal ini semakin memberikan rasa ingin untuk menyelam ke dalam sungai puisi-puisinya. Mencari sumber pusaran yang membuat permukaan air yang terlihat tenang namun arus di bawahnya ternyata bergerak deras.
Kelebihan Aan yang sedemikian rupa sedikit sulit untuk dilalui oleh mereka yang ingin/akan menulis sebuah puisi. Terlebih lagi di buku ini Aan seperti memiliki gudang dari ribuan imaji dan kearifan ciri tradisi. Saya menyimpulkannya demikian sebab puisi-puisi yang panjang haruslah ditulis dalam komposisi yang cerdik. Pemilihan kata, bentuk pengucapan dan kemampuan menjaga harmoni rasa sang pembaca agar tetap stabil. Namun laku seperti ini dapat membawa seorang penyair seakan meniti sebuah jalan setapak di sisi tebing yang rawan longsor dan jurang yang dalam di sisi sebelahnya. Bahaya yang mengendap-endap seolah bayangan maut bagi si penyair maupun pembacanya.
Dengan berposisi pandangan sebenang lebih tinggi dari pembaca lainnya saya berkesimpulan sebagai berikut : Aan memiliki pencernaan dan kemampuan memakan imajinasinya pada titik yang tidak semua orang (penyair) dapat lakukan. Ketajaman lidahnya mencecap banyak rasa seakan sebanding dengan kejelian dirinya untuk mengatur ke arah mana esensi asupannya hendak dia salurkan. Sehingga sulit dicari ampas kesiasiaan dari unsur-unsur terkecil sekalipun dalam puisinya.
Pakcik Ahmad, Penyair, pengelola blog puisi: http://pakcik-ahmad.net
Makkunrai
Kumpulan Cerpen Lily Yulianti Farid
Nala Cipta Litera, Maret 2008
Epilog: Nirwan Ahmad Arsuka
— Sebelas cerita yang ditulis khusus dengan mengangkat berbagai respon perempuan segala usia atas peristiwa sosial politik, konflik, korupsi, poligami hingga flu burung, mengambil latar lokal, nasional dan internasional. Makkunrai, yang berarti perempuan dalam bahasa Bugis, dipilih sebagai judul yang mengikat kesebelas cerita yang menampilkan tarik ulur, ambiguitas, ironi, perlawanan dan bahkan humor yang dilihat dari sudut pandang perempuan. Makkunrai adalah sebuah buku yang feminis, di mana sejumlah cerita di dalamnya terkesan mengolok-olok kekuasaan lakilaki, sekaligus mendedah kompleksitas dunia dalam kaum perempuan —
Buku ini sekaligus diterbitkan dalam bingkai inisiatif independen bernama Sastra dari
Makassar, yang digagas oleh media citizen journalism Panyingkul! – Rumah Baca Bibliocholic – Penerbit Nala Cipta Litera – Forum Tenda Kata
Komentar Pembaca:
Lily Yulianti Farid terang seorang penulis yang punya semangat bercerita yang menonjol, dengan lumbung pengetahuan yang lebih dari memadai. Watak yang langsung terasa dari cerpen-cerpen di buku ini adalah bahasanya yang renyah, suasana dasarnya yang cenderung liris, humor yang kerap menari cerdas, serta kepedulian yang terus mendebur dan tak pernah surut pada dunia sekitar, khususnya dunia sosial politik yang menelikung kaum yang tak diuntungkan.
Cerpen-cerpen Lily tak jarang dihiasi oleh kejutan dan belokan tajam dalam alur, latar yang bergeser lincah, perandengan citraan yang kontras, dan keberanian yang lebih untuk mengupas stereotip dan prasangka kolektif sembari membeberkan secara lebih terbuka dan prismatis hal-hal yang biasanya disimpan rapat. Sekat-sekat kognitif antara yang lokal, nasional, dan internasional, misalnya, atau yang silam dan yang sekarang, dengan enteng diluluhkan dan dilintasi bolak-balik, sehingga pembaca bisa tercenung merasakan Indonesia yang lain; Indonesia yang sangat “daerah” sekaligus kosmopolit; Indonesia kontemporer yang sukmanya mungkin tetap berdegup tapi dengan aparatur yang kian susut jadi bayang-bayang ganjil yang salah waktu.
Sebelas cerita yang tersaji dalam kumpulan ini menghadirkan suara perempuan yang agak lain, menyempal dari arus “besar” yang banyak menggelar soal perempuan dan tubuhnya. Penyempalan Lily menyumbang sejumlah hal. Suara perempuan yang sangat berakar pada masa silamnya di sudut timur Nusantara, diramu dengan suara perempuan yang datang dari masa depan yang sangat dekat dan telah menjadi masa kini. Sekian cerita dia ikut mengembalikan humor ke khazanah sastra Indonesia kontemporer yang kadang terasa agak terlalu sibuk bersendu-sendu. Selain beberapa unsur formal komposisi yang masih perlu dikembangkan lagi, kumpulan cerpen ini berhasil menghadirkan bukan hanya kilasan Indonesia awal abad 21 yang lebih intim ke pengalaman sekaligus lebih lapang dari batas-batas tradisional yang umum disungkupkan.
(Nirwan Ahmad Arsuka, kritikus sastra dan eseis)
Cerpen-cerpen dalam Makkunrai, berada dalam posisi tarik-ulur yang mengasyikkan: metropolis sekaligus arkhais; feminis, juga patetis. Lihatlah, histografi kota-kota dunia yang referensial bersanding (sekaligus bertanding) dengan daya-tarik kota-kota lokal—dengan segala tradisinya yang menjengkelkan. Tak jarang para tokoh yang terlempar ke luar ingin direturn ke tempat asal, dan itu mesti berhadapan dengan soal lain yang tak kalah kompleks seperti kebebasan. Sebaliknya, tokoh-tokoh yang “di dalam” berjuang untuk bisa lepas ke luar, meski dengan resiko klenger dihajar kenangan.
Dalam proses itu, tokoh-tokoh perempuannya jamak berkisar dan bertolak dari (kuasa) para tokoh lakilaki, sebagai antitesis yang kadang hitam-putih. Tapi tampaknya inilah perspektif yang secara sadar dipilih pengarang dalam mendedah dunia makkunrai (perempuan). Sebuah dunia yang memang penuh tarik-ulur, ambiguisitas sekaligus kemungkinan, dan secara kebetulan menghidupkan sebaris syair lawas, “bertukar-tangkap dengan lepas,” atau sebaliknya.
(Raudal Tanjung Banua, Koordinator Komunitas Rumahlebah Yogyakarta dan Redaksi Jurnal Cerpen Indonesia)
Lily bertutur tentang dunia perempuan yang ingin lepas dari tradisi dan dominasi atas nama apa pun, dengan bahasa yang lincah dan alur penuh kejutan!
(Linda Christanty, penulis kumpulan cerpen “Kuda Terbang Maria Pinto”, pemenang Khatulistiwa Literary Award 2004)
Ketika saya memutuskan untuk membaca salah satu cerpen Lily berjudul “Api”, kemudian berlanjut membaca cerpen-cerpen yang lain, tiba-tiba saya jadi ragu, apa benar ia masih perlu komentar dari saya? cerpen-cerpen ini bagus sekali, bahkan sejujurnya saya merasa sirik berharap bisa menulis yang serupa itu.
(Eka Kurniawan, penulis novel “Cantik Itu Luka”)
JADWAL DISKUSI
17 Maret 2008
14:00 – 15:00 Press Confrence
15:00 – 16:00 Press Confrence
16:00 – 17:00 Press Confrence
17:00 – 18:00
18:00 – 19:00
19:00 – 20:00 Ngobrol Sastra bukan Pilkada! D’Green Cafe
20:00 – 21:00 Ngobrol Sastra bukan Pilkada! D’Green Cafe
21:00 – 22:00 Ngobrol Sastra bukan Pilkada! D’Green Cafe
18 Maret 2008
08:00 – 09:00 Radio Merkurius FM
09:00 – 10:00 Radio Merkurius FM
10:00 – 11:00 Diskusi dua Buku Sastra dari Makassar di Unhas
11:00 – 12:00 Diskusi dua Buku Sastra dari Makassar di Unhas
12:00 – 13:00 Diskusi dua Buku Sastra dari Makassar di Unhas
13:00 – 14:00
14:00 – 15:00 Diskusi dan Peluncuran 2 Buku Sastra dari Makasar di Harian Fajar
15:00 – 16:00 Diskusi dan Peluncuran 2 Buku Sastra dari Makasar di Harian Fajar
16:00 – 17:00 Diskusi dan Peluncuran 2 Buku Sastra dari Makasar di Harian Fajar
17:00 – 18:00
18:00 – 19:00
19:00 – 20:00 Kafe Baca Biblioholic, diskusi dan bincang menulis kreatif
20:00 – 21:00 Kafe Baca Biblioholic, diskusi dan bincang menulis kreatif
21:00 – 22:00 Kafe Baca Biblioholic, diskusi dan bincang menulis kreatif
19 Maret 2008
08:00 – 09:00 Radio Fajar FM dan Telstar FM*
09:00 – 10:00 Radio Fajar FM dan Telstar FM*
10:00 – 11:00 Pembacaan dan Diskusi (Menulis) Cerpen dan Puisi di UIN.
11:00 – 12:00 Pembacaan dan Diskusi (Menulis) Cerpen dan Puisi di UIN.
12:00 – 13:00 Pembacaan dan Diskusi (Menulis) Cerpen dan Puisi di UIN.
13:00 – 14:00
14:00 – 15:00 Diskusi dua Buku Sastra dari Makassar di UNM*
15:00 – 16:00 Diskusi dua Buku Sastra dari Makassar di UNM*
16:00 – 17:00 Diskusi dua Buku Sastra dari Makassar di UNM*
17:00 – 18:00
18:00 – 19:00
19:00 – 20:00 Talkshow di Radio Delta FM
20:00 – 21:00 Talkshow di Radio Delta FM
21:00 – 22:00 Talkshow di Radio Delta FM
22 Maret 2008
09:00 – 10:00 Talkshow di SP FM
24 Maret 2008
Diskusi Dua Buku Sastra dari Makassar di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
28 Maret – 10 April 2008
Diskusi Dua Buku Sastra dari Makassar di Bandung, Semarang, Malang, Gresik, Solo, Yogyakarta,
Surabaya.
catatan: * masih dalam pembicaraan dengan lembaga pelaksana
Gerakan Sastra dari Makassar ini terbuka untuk menerima bantuan dalam berbagai bentuk, termasuk menghadiri acara dan terutama membeli buku.Informasi lebih lengkap bisa menguhubungi para penanggung jawab sastra dari makassar
Dikutip dari Mailing List PANYINGKUL!
Salut buat kawan-kawan penggiat sastra di Makassar, terutama rekan Lily Yulianti Farid, sahabat sekaligus istri tercinta dari kawan saya Farid Ma’ruf Ibrahim.
turut berbangga hati….
semoga maju terus sastra makassar…amin
hmm..sampul buku Makkunrai itu kayaknya pernah liat deh..tapi liat di mana ya..?, lupa..
hehehe..
btw, jangan sampai lupa untuk menghadiri acara diskusinya ya..?..
ditunggu pak..:D
Tolong kirimkan di email kami tentang penjelasan sejarah perkembangan sastrawan di Makassar.
Tolong jelaskan kisah – kisah sastrawan di Negeri Makassar
Assalamu alaikum
Deng, kipamopporang mamika………..
kami TIM Penyusun Kamus Makassar-Indonesia-Inggris, dan sekarang kami telah merampungkan kisaran 80% pekerjaan kami yang dikerjakana selama 4 tahun
Mohon arahannya untuk dimana kami harus mengajukan permohonan Proposal-nya
Terima Kasih
Salam Makassar