CATATAN KECIL JEJAK LANGKAH DI SINGAPURA
“Hoii…update dong blogmu. Udah banyak tuh sarang laba-labanya!”, demikian pesan SMS seorang kawan yang saya terima di handphone kemarin. Sebuah “sindiran” yang sangat menggelitik dan membuat saya tersentak dari kesadaran. Kawan saya itu memang salah satu pembaca rutin blog saya bahkan menjadi salah satu “pelanggan” posting terbaru saya lewat layanan RSS FeedBurner. Saya memaknai SMS tersebut sebagai bentuk perhatian dia sebagai pembaca setia blog ini.
Maafkan saya kawan.
Dua minggu terakhir ini merupakan masa-masa sibuk buat saya. Mulai tanggal 2-6 Juni dan 10-13 Juni 2008, saya ditugaskan oleh kantor ke Singapura untuk mengawasi dan mengkoordinasi proses pemindahan fasilitas dan barang-barang kami yang berada di Rayco Oilwell Services (Loyang Offshore Supply Base) pindah ke workshop National Oil Well Varco (Pioneer Place, Jurong), yang kini juga menjadi induk perusahaan kami. Gudang dan workshop utama kami memang berada di Singapore, dimana hampir seluruh distribusi barang untuk client kami (perusahaan minyak dan gas bumi aeluruh wilayah Asia Pasifik) dilaksanakan.
Pada tahun 2002, saya sempat melakukan kegiatan serupa di Singapura saat memindahkan fasilitas dan barang-barang kami dari Neytech, Loyang ke Rayco, Loyang. Jika dulu proses pemindahan relatif lebih mudah karena gudang/workshop baru masih berada di wilayah yang sama dan jumlah barang lebih sedikit, maka kali ini relatif lebih sulit dilakukan. Selain jaraknya lumayan jauh (dari Timur ke Barat), juga jumlah barang yang dipindahkan lebih banyak hampir mencapai 10 kali lipat dibanding 6 tahun silam. Itulah salah satu alasan saya mesti bolak-balik ke negara Temasek ini.
Pesawat Singapore Airlines SQ 961 yang berangkat dari Jakarta pukul 17.00 WIB mendarat mulus di bandara Changi Singapore, hari Senin 2 Juni 2008. Cuaca begitu bersahabat malam itu. Dari jendela pesawat, langit terlihat cerah dan begitu kontras dengan pendar-pendar lampu menyilaukan di sekitar bandara yang ada pada tahun 2003 memenangkan penghargaan sebagai “Best Airport Worldwide” untuk yang ke-16 kalinya berturut-turut, dari majalah Business Traveller edisi Inggris/Eropa ini.
Setelah melalui pemeriksaan imigrasi saya bergegas menuju Money Changer terdekat untuk menukarkan Mata uang Dollar Amerika yang saya miliki menjadi Dollar Singapura. Setelah itu saya langsung naik taksi menuju ke hotel tempat saya menginap di Grand Mercure Roxy Hotel yang berada tepat didepan pusat perbelanjaan Parkway Parade di kawasan Marine Parade. Saya segera mengabarkan kedatangan saya kepada istri dirumah dan juga ke atasan saya, Murray Lumsden, yang sudah tiba lebih dulu sehari sebelumnya dari Jakarta dan juga tinggal di hotel yang sama. Setelah check in di front office hotel dan mendapatkan keycard, saya bergegas menuju kamar 1319.
Keesokan harinya, bersama Pak Murray, saya berangkat menuju gudang/workshop kami di Rayco-Loyang dengan menggunakan mobil Nissan Latio yang disewa atasan saya itu yang pernah tinggal selama 2 tahun di Singapura saat mengawali karirnya di Andergauge. Setelah menempuh waktu sekitar 20 menit, kami tiba di Rayco. Dua teknisi kami disana, Yeo Yeok Peang dan Aidil Selamat, menyambut kami dengan antusias. Masih ada satu orang lagi Teknisi kami, Rizal,yang saat itu tak hadir karena sedang mengikuti kegiatan wajib militer.
Pagi itu, saya menyempatkan waktu sejenak untuk mengunjungi freight-forwarder yang biasanya kami gunakan untuk pengiriman barang dari Singapura ke seluruh wilayah Asia Pasifik, Pentagon Freight Services. Jarak antara Rayco ke kantor Pentagon sangat dekat. Hanya kurang lebih 100 meter. Saya berjalan kaki menuju kesana. Setelah ber-basa-basi sejenak dengan kru Pentagon seperti Jun Wei, Norsiah Ali, Kenneth Lee, Cecilia Tan, Simon Cheng, Michael Staal serta Managing Director Jack Wong, saya pamit dan kembali ke Rayco.
Truk yang akan mengangkut barang kami ke gudang/workshop baru di National Oil Well Varco (NOV) sudah tiba. Yeo dan Aidil sedang sibuk mempersiapkan dan meletakkan barang-barang yang akan dipindahkan ke atas truk dengan forklift. Hari itu rencananya truk akan datang dengan 2 kali trip. Segera setelah truk berangkat, saya, Pak Murray dan Yeo ikut menyusul. Aidil tetap di workshop mengerjakan drilling tools yang akan kami kirim ke Brunei keesokan harinya.
Nissan Latio yang dikemudikan Pak Murray melaju kencang diatas freeway Singapura (duh..kapan ya Indonesia, kita tak perlu bayar uang tol lagi, beberapa jalan tol udah break even point kan’?). Sepanjang jalan, kami berdiskusi soal rencana pemindahan workshop/gudang kami. Pada tahap awal, kami memprioritaskan barang-barang yang tidak terlalu sering dipakai (slow moving item) untuk dipindahkan ke gudang baru lebih dulu. Baru pada tahap berikutnya barang-barang yang “fast moving item” hingga ditargetkan pada akhir bulan Juni 2008 seluruhnya sudah pindah dari Rayco-Loyang.
Yeo nampaknya kurang begitu bahagia atas kepindahan ini. Bukan apa-apa, jika selama ini dia ke workshop di Rayco hanya 15 menit dari rumahnya di kawasan Tampines. Nanti, jika pindah ke gudang yang baru, ia mesti menempuh waktu sekitar 45 menit-1 jam. Saya tersenyum saat melihat wajahnya yang agak tertekuk kesal selama perjalanan. Saya lalu bercerita bahwa, setiap hari, saya menempuh perjalanan dari rumah di Cikarang ke kantor di daerah Lebak Bulus , dengan waktu tempuh 1-2 jam. Yeo manggut-manggut dan saya sempat melirik senyum terukir di wajah Pak Murray yang sedang berkonsentrasi mengemudikan kendaraan.
Sesampai di NOV, kami disambut hangat oleh sejumlah staff disana. Beberapa diantaranya sudah cukup saya kenal baik. Kebetulan selama kurang lebih 3 tahun terakhir kami menyewa Shocktools NOV untuk digunakan bersama Agitator tools kami. Secara berseloroh saya berkata pada, Adillah Rahim, staf Regional Planning NOV yang kerap saya hubungi berkata,”Now, Adillah, our relationship not only as supplier and customer but become as Sister and brother!”.
Kami lalu tertawa bersama.
Ajaib memang. Jika selama ini NOV menjadi supplier kami, sekarang malah NOV justru menjadi induk perusahaan kami. Sebuah perkembangan yang luar biasa memang terlebih NOV dikenal sebagai salah satu kontraktor migas terbesar di dunia saat ini.
Setelah muatan truk trip pertama dibongkar, dengan dibantu teknisi NOV yang lain, kami lalu menempatkan barang-barang kami tersebut ditempat yang sudah disediakan. Pak Murray kembali ke gudang kami di Rayco sementara saya dan Yeo ditinggal di gudang NOV menunggu kedatangan barang kami dari truk di trip kedua.
Pukul 16.30 sore, bersama Yeo, saya kembali ke hotel. Kebetulan saya baru saja dikontak oleh Andy Koh (Sales Staff) dari Pentagon untuk makan malam dan saya menyanggupi undangannya untuk datang pada Hari Rabu malam, mengingat saya masih cukup letih sepulang dari gudang. Aktifitas saya dihari-hari selanjutnya lebih kepada koordinasi pemindahan barang dimana praktis saya dan Yeo mesti siap di gudang NOV menerima kedatangan barang dari Rayco.
Rabu Malam (4/6), saatnya Dinner!. Andy datang menjemput saya di lobby hotel pukul 19.30 malam. Seharusnya Pak Murray ikut bergabung bersama dalam acara ini, sayang beliau pulang ke Jakarta lebih cepat karena istrinya sakit. Jadilah saya dan Andy yang ber-dinner-ria malam itu.
VW Polo putih milik Andy melaju mulus dan membawa kami ke kawasan pusat kota, tepatnya yang dikenal sebagai Boat Quay sekitar sungai Singapura (foto Boat Quay seperti terlihat diawal posting ini). Saya diajak Andy makan masakan khas Indonesia seperti Ikan Bakar, Sseafood (cumi bakar dan udang), Soto Ayam dan Es Jeruk. Setelah hampir 3 hari di Singapura, saya betul-betul rindu makanan rumah. Dan kali ini terpuaskan.
Bersama Andy Koh (Pentagon) saat dinner bersama dengan latar belakang Boat Quay, Singapore River, Rabu Malam (4/6)
Dalam kesempatan makan malam tersebut, kami bercerita banyak hal. Tidak sekedar urusan bisnis, namun juga hal-hal yang bersifat pribadi. Andy–yang usianya 2 tahun lebih muda dari saya–memiliki satu anak perempuan berusia 3 tahun. Sang istri bekerja sebagai staff bidang training di salah satu rumah sakit di Singapura. Konon, mereka bertemu pertama kali saat bersama-sama menjadi peserta wajib militer.
Suasana makan malam kami sungguh sangat eksotis. Dilatari oleh Sungai Singapura dan kerlap-kerlip lampu gedung pencakar langit disekelilingnya menambah suasana menjadi semakin romantis. Dipesisir Boat Quay terdapat warung-warung makanan dan minuman yang dipenuhi oleh sebagian besar expatriat asing. Kata Andy, suasana akan semakin ramai dan sesak saat-saat waktu akhir pekan tiba.
Usai makan malam, Andy mengajak saya makan durian. Sambil tersenyum-senyum, ia mengemudikan VW Polo-nya menyusuri pesisir jalan dimana banyak terdapat gadis-gadis muda memajang diri dengan dandanan seronok. “Tempat apa ini, Andy?” saya bertanya keheranan. Ia lalu menjawab bahwa, jalur jalan yang kita lewati adalah kawasan Geylang, sebuah area prostitusi legal yang terkenal di Singapura. Andy bercerita banyak tentang kawasan yang menurutnya memberikan cukup banyak andil bagi pemasukan devisa ke Singapura ini.
Saya tercengang. Sungguh setelah beberapa kali perjalanan dinas ke Singapura ini kali pertama saya melewati kawasan itu. Saya menghela nafas panjang, sungguh sebuah pengalaman yang luar biasa. Dalam hati saya mengucap istighfar, berulang kali. Kami lalu mampir disebuah warung durian, juga disekitar kawasan Geylang. Sebuah durian dipilih dan kami berdua langsung melahap durian yang nikmat itu. Menurut Andy, durian tersebut kebanyakan berasal dari Malaysia. Tepat pukul 21.30 malam, Andy mengantar saya kembali ke hotel dengan perut (dan mata 😀 ) yang kenyang.
Tanggal 9-13 Juni 2008 saya kembali lagi ke Singapura, setelah pulang ke Jakarta Hari Jum’at, tanggal 6 Juni 2008. Intensitas kesibukan saya kali ini lebih besar apalagi pada saat yang sama, Pak Murray tidak ikut dalam aktifitas pemindahan gudang. Beliau mempercayakannya penuh tugas ini kepada saya. Alhamdulillah, hingga kepulangan saya kembali ke Jakarta sudah sekitar 60% barang kami dipindahkan ke gudang yang baru. Moga-moga akhir bulan ini akan ada kesempatan kesana lagi.
Mantabhs!!! Whatta life !!!
Insya Allah suatu saat kita bisa dinner bareng di Singapur ya daeng.. 🙂 Abis selisipan melulu selama ini..
Tenang.. bukan cuma geylang yang akan saya bawakan pada tamu spesial saya… hahahahahah
Suasana makan malam kami sungguh sangat eksotis. Dilatari oleh Sungai Singapura dan kerlap-kerlip lampu gedung pencakar langit disekelilingnya menambah suasana menjadi semakin romantis.
Walah, Pak Amril ini… makan malam dengan suasana romantis, tapi makan malamnya kok sama cowok sih? 😀
Wah, baru baca nih. 🙂 Kok ngga bilang-bilang kalo Daeng mau ke SG. Tapi emang ngga akan bisa ketemuan sih, pas tanggal segitu saya justru lagi mudik ke Indonesia… 🙂 🙂
Pingback: Catatan Dari Hati » Blog Archive » SURAT DARI ORCHARD (4)
Hi Amril,
Long time no see.
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
Suasana makan malam kami sungguh sangat eksotis. Dilatari oleh Sungai Singapura dan kerlap-kerlip lampu gedung pencakar langit disekelilingnya menambah suasana menjadi semakin romantis.
Walah, Pak Amril ini… makan malam dengan suasana romantis, tapi makan malamnya kok sama cowok sih?
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
When you coming Singapore, so that we can have our “Romantic” dinner again?
FYI, I left Pentagon in Sept 2011.