MUDIK CERIA BERSAMA IDOLA CILIK, PETER PAN DAN DIAN PIESESHA
Pagi belum sempurna benar melingkupi hari ketika kami sekeluarga bersiap mudik keYogya pada hari Senin (29/9). Kedua anak saya, Alya dan Rizky sudah siap dan sangat antusias menjajal pengalaman baru dengan melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman ibu mereka dengan mobil. Biasanya kami menggunakan moda transportasi pesawat udara atau kereta api untuk pulang ke Yogya. Sejak pukul 04.00 pagi, mobil Daihatsu Xenia yang kami sewa sudah tiba didepan rumah. Pakde, demikian sapaan akrab kami buat Pak Sopir yang kebetulan juga berasal dari Yogya itu, membantu kami menaikkan barang-barang keatas mobil.
Setelah memastikan kondisi rumah sudah dalam kondisi yang relatif aman untuk ditinggalkan, kami bersiap berangkat. Saya menyempatkan diri menemui Pak Juki, satpam yang menjaga kawasan perumahan kami untuk menitipkan rumah serta memberikan zakat lebaran sekedarnya.
Tepat pukul 05.00 pagi, kami berangkat. Lagu “Idola Cilik” yang mengalun lantang dari tape mobil. Alya dengan riang mengikuti lagu tersebut sambil melenggak-lenggokkan badannya. Sementara Rizky memilih melanjutkan Tidurnya kembali di tempat duduk belakang. Mobil melaju mulus memasuki tol Cikampek. Atas saran Pakde dan juga setelah melihat berita di Televisi yang menyatakan kawasan Pantura macet parah, kami memilih untuk melewati jalur selatan yang tidak terlalu macet, lebih dekat tapi jalannya berlika-liku naik turun gunung.
Jalan tol Cikampek sangat sepi, tidak terlalu banyak kendaraan pemudik melalui jalan disana. Saya menduga puncak arus mudik telah terjadi sejak Sabtu-Minggu (27-28 September 2008) sehingga pada hari kami melakukan perjalanan mudik, jalanan relatif lengang. Kami singgah sejenak di area istirahat Karawang Timur untuk mengisi bensin sekalian membeli sarapan buat anak-anak di Kentucky Fried Chicken. Tangki bensin diisi penuh agar tidak perlu khawatir kehabisan jika sekiranya terjebak macet ditengah jalan, Pakde yang kini berusia 50 tahun, bapak dari 3 anak dan sudah memiliki satu orang cucu ini sangat piawai mengendarai. Beliau yang sebelum menjadi supir mobil rental itu pernah menjadi supir truk serta supir kendaraan perusahaan. Dalam waktu singkat dengan kecepatan rata-rata 100 km/jam, tol Cipularang “dilibas”. Rizky dan Alya tertidur pulas selama perjalanan setelah sebelumnya menyantap sarapan ayam goreng KFC. Para “Idola Cilik” telah “turun panggung” dan digantikan dengan alunan suara melankolis Penyanyi idola istri saya Dian Piesesha.
Kami tiba di daerah Nagrek sekitar pukul 07.30 pagi. Kendaraan mulai sedikit padat, tapi lumayan lancar. Antrian kendaraan terlihat cukup banyak pada tanjakan kawasan Nagrek. Kendaraan yang kami tumpangi berjalan perlahan. Anak-anak saya terlihat begitu antusias menyaksikan pemandangan alam yang terhampar dihadapan dan dikanan kiri kami. Sawah yang menghijau serta gunung yang berdiri tegak disekitarnya sangat kontras bersama gugusan awan dilangit biru bagaikan kumpulan kapas. Cuaca yang cerah menambah eksotisme suasana. Anak-anak sudah terbangun dan berteriak senang.
Rizky yang tadinya tidur dibangku paling belakang minta pindah kedepan. Akhirnya iapun duduk dipangkuan saya di kursi depan samping supir. Sebuah insiden kecil sempat mewarnai perjalanan mudik kami. Saat mobil kami menanjak ditikungan, mendadak dari arah depan sebuah bis besar menyenggol kaca spion mobil sebelah kiri. Istri saya menjerit kaget. Anak-anak sempat ketakutan. Untunglah mobil kami tidak apa-apa.
Lepas dari kawasan Nagrek dan memasuki Tasikmalaya, perjalanan makin lancar. Saya mengingatkan Pakde agar mengemudikan kendaraan secara santai saja, jangan terburu-buru. Apalagi disaat yang sama banyak sekali pemudik yang menggunakan sepeda motor berseliweran dikiri kanan mobil kami. Beberapa diantaranya menerbitkan rasa iba dihati. Ada seorang pengendara motor yang mudik bareng bersama istri dan kedua anaknya. Anak terbesar duduk didepan, sementara anak kedua yang masih bayi digendong ibunya dibelakang.
Pakde secara berseloroh menyatakan, ia lebih takut pada pemudik yang menggunakan sepeda motor ketimbang bis-bis besar. Bukan apa-apa, kata Pakde yang sudah sering membawa pulang para pelanggannya pulang mudik, biasanya para pemudik motor yang sudah letih, mengantuk dan tiba=tiba menyalip ditengah jalan sehingga terkadang kecelakaan tak terhindarkan.
Kami singgah makan siang di sebuah rumah makan di perbatasan Ciamis-Banjar. Menunya cukup menggugah selera : ayam bakar, tahu/tempe goreng, bihun goreng kecap dan lalapan. Saya yang ketika itu terpaksa tidak berpuasa ikut menyantap hidangan istimewa itu.
Setelah beristirahat sejenak, perjalanan dilanjutkan kembali. Dian Pisesha “turun panggung” dan digantikan oleh Peter Pan. Rizky mulai memperlihatkan tanda-tanda rasa bosan. Berkali-kali ia bertanya kapan kita sampai di rumah mbah? Saya dan istri berusaha menghibur dengan kalimat singkat yang diucapkan dengan senyum kecut : “sebentar lagi”. Alya masih tetap santai, dia masih sangat menikmati perjalanan serunya kali ini. Memasuki daerah Majenang. Kami berhenti lagi untuk minum es kelapa muda yang disajikan di sisi jalan. Dilatar belakangnya adalah jajaran pepohonan jati rindang yang menghalangi sinar matahari yang bersinar sangat terik siang itu. Rasanya begitu enak, menyegarkan dahaga dengan air kelapa muda dibawah sejuk udara pepohonan dibawah kami. Para penjual es kelapa muda berjejeran di jalan dan menyediakan semacam “gubuk” spesial untuk melepas penat. Banyak pemudik motor juga mampir ditempat yang sama sekedar untuk “meluruskan” badan.
Kurang lebih 15 km dari tempat minum es kelapa muda, kami berhenti disebuah SPBU untuk sholat Dhuhur. Belum ada tanda-tanda keletihan di mata Alya.
Ia masih terlihat antusias bermudik ria sementara si Rizky makin terlihat bosan dan terus bertanya-tanya kapan sampainya?. Usai sholat dan menuntaskan hajat buang air kecil, kami melanjutkan perjalanan. Kembali “Idola Cilik” naik panggung. Rizky manyun sedangkan Alya berdendang lantang. Mobil melaju mulus menuju Gombong, Jawa Tengah. Kemacetan panjang yang kami khawatirkan tidak terjadi.
Sekitar sejam kemudian, kedua anak saya mulai mengantuk. Alya pindah tempat kepangkuan saya didepan sementara Rizky ditempat duduk belakang bersama ibunya. Keduanya langsung tertidur pulas. Saya menemani Pakde bercerita tentang banyak hal. Saat melirik kebelakang terlihat istri saya sudah ikut tertidur pulas dengan Rizky dipangkuannya. Sekitar Pkl.15.00 kami sudah memasuki kawasan Gombong. Kami kembali beristirahat disebuah SPBU, mengisi bahan bakar dan sholat Ashar. Jarak Yogya dari sana masih 120 km lagi.
Di atas pangkuannya saya, Alya terlihat mulai gelisah. Ia terbangun. “Pa, kapan sampainya sih? Lama banget,” tiba-tiba Alya nyeletuk dengan sebuah pertanyaan yang sama dengan kakaknya. Saya tersenyum dan menyahutinya dengan jawaban standar semb ari mengelus rambutnya, “Sebentar lagi nak. Kita dengar lagu Idola Cilik lagi yuk?”. Alya mengangguk pelan. Saya memasang kaset Idola Cilik di tape mobil. Setelah lagu terdengar, Alya justru tertidur kembali dipangkuan saya.
Mobil kami akhirnya memasuki kawasan Yogya sekitar pukul 17.30 sore. Sebelum ke rumah, karena Alya dan Rizky mengeluh kelaparan, kami mampir sejenak makan bakso baskom di kawasan Sampaan Jalan Yogya-Wonosari. Tak lama kemudian, kami tiba dengan selamat dirumah eyang Rizky dan Alya yang teduh dan asri di dusun Kuncen, Tegaltirto Kecamatan Berbah Sleman.
–(Diusahakan untuk) Bersambung….
Sayang kita gak jadi ketemuan ya mas. Kesibuka masing2 membuat tahu2 kita sudah sampai di jakarta lagi.
Di Yogya, say atinggal di Cungkuk, pas sebelahan dengan kuburan Kuncen [namanya mirip dusun mas ATG ya].
Sampai di Jakarta juga pada tanggal yg sama, beda di waktu saja.
Begitu sampai Jakarta, juga langsung ngidupin internet [nah ini memang penyakit turunan]
Salam
–Wah, sayang sekali ya Pakde Eko, kita gak sempat ketemu. Soalnya jadwal di Yogya padat banget. Moga2 lain kali bisa ketemu ya
Sekarang udah ada fotonya ….
Pakai camera apaan sih ?
Bagus tuh…
–Pake kamera saku digital biasa kok pak. Merk Samsung beresolusi 5 Megapixel doang.
Wah jauh juga yah perjalanan naek mobil lewat nagrek ke Yogya. tapi paling salut buat anak2nya kuat aje jalan jauh cuman dengan hiburan musik.
hehehe sori Om, pas SMS nya lagi ketiduran. ternyata pas nyadar, Om Amril sudah jauh meninggalkan Tasik. hiks .. ngga ketemu lagi nih
–Iya tuh Kang, padahal saya sudah SMS sejak mau naik ke tanjakan Nagrek lho..ee…malah dibalas pas saya udah mau masuk Majenang..hehehe. Padahal saya dan keluarga pengen mampir ke Tasik waktu itu lho, BTW, mudah2-an kali lain bisa ketemu ya..
aku bleh ikut idola cilik 4 yah
Pingback: Mudik Ceria Bersama Idola Cilik, Peter Pan dan Dian Piesesha « Info Seputar Mudik
gimana caranya untuk mudik bareng bersama keluarga