NARSIS (1) : MENYAPAMU DI RUANG RINDU

images (1)Pengantar :

Setelah Saberin (Kisah Bersambung Interaktif) saya mencoba sebuah ekspresimen penulisan lagi yang saya beri nama Narsis atau Narasi Romantis.

Tulisan Narsis berupa rangkaian prosa puitis pendek dan (diharapkan) akan membawa nuansa romantis bagi para pembacanya. Saya akan mengusahakan untuk menghadirkan Narsis setiap minggu. Dikala saya sempat dan tentu jika tak diburu tenggat. Selamat membaca.

——————————————-

Aku kembali lagi disini, perempuanku.

Pada tempat dimana semua kenangan itu pernah berasal.

Juga ketika kehilangan itu berawal.

Ada lanskap kesunyian bertahta merajam langit, saat jejak kakiku ragu terpacak. Dan kesenyapan itu kembali mengiris-ngiris hati saat menyadari kita tak melaluinya lagi bersama, seperti dulu. Aku masih merasakan wangi kibasan rambutmu usai keramas menyapa hidungku begitu dekat. Aku ingat, ketika itu, kau tersipu malu saat kukatakan dengan spontan dalam degup jantung menderu, dua helai rambutmu yang basah dan jatuh menimpa kening putihmu membuatmu bertambah cantik.

Aku sudah lama berdamai dengan kesendirian. Berlayar di samudera kesedihan serta merasakan angin buritan menampar wajahku yang sedapat mungkin mencari-cari dermaga dari balik kabut, dimana kau menungguku disana dengan segunung cemas dan rindu membuncah.

Tapi semuanya sia-sia. Seperti rasa putus asa yang menggayutiku sepanjang musim. Seperti kecewa yang luruh satu-satu bagai daun yang layu meranggas. Seperti sajak-sajak pilu yang kutulis dengan derai airmata lalu kukirim padamu bersama lampiran sepotong asa, lewat angin malam yang berdesir lembut dari jendela kamarku.

Aku memang sedikit tersesat, gamang dan mengalami disorientasi lokasi ketika tiba lagi disini. Menelisik kembali ruang-ruang rindu yang pernah kita lalui dulu, memang tak mudah, terlebih dengan hati patah. Dan aku berusaha menghadirkan sosokmu kembali , saat kita pernah menikmati senja dibalut rintik gerimis serta selarik pelangi menghias digaris batas cakrawala. Aku mengenang, pandanganmu tak pernah sekalipun lepas dari pemandangan indah itu.

Dan kata-katamu seketika menyentakkanku dari segala impian indah tentangmu.

“Aku akan pergi. Meninggalkanmu. Untuk sebuah alasan yang mungkin tak akan bisa kamu mengerti,” katamu dengan bibir bergetar.

“Kenapa?” tanyaku penasaran. Kegelisahan menggayuti dadaku.

Kamu tak segera menjawab. Dengan gugup kamu memilin-milin ujung bajumu sembari menunduk seperti mencari-cari kata terbaik untuk mengungkapkan.

“Karena kamu telah melakukan sebuah kesalahan besar : Mencintaiku,” katamu akhirnya kemudian diikuti tangismu yang pecah tepat ketika matahari tergelincir mulus ditelan bumi dan menyisakan jejak-jejak merah saga.

Aku terkejut. Jawaban seperti apa ini?.

“Apa Maksudmu? Kenapa kamu tidak melakukan ini saja sejak pertama kali aku menyatakan cinta padamu. Setelah semua hal-hal mengesankan dan indah kita lalui bersama ?” desakku gusar.

Kamu membisu dan menggigit bibirmu. Aku mendesah kesal.

“Tolong, jangan paksa aku menjawabnya sekarang. Bila waktunya tiba kamu akan tahu. Tapi bukan sekarang. Tolong antar aku pulang,” katamu sambil menatapku dengan mata penuh luka.

“Ini tidak adil, kamu jelaskan dulu apa sebabnya,” tegasku, masih penasaran.

“Tolong antar aku pulang atau, kalau kamu tak mau, biarkan aku pulang sendiri saja,” tantangmu sengit.

Aku menghela nafas. Mengalah.

Dalam mobil yang kukendarai pulang bersamamu, kita saling diam. Tak ada kata-kata. Aku sempat menoleh sekilas ke arahmu dan kulihat bulir-bulir air mata mengalir deras melalui tebing pipimu. Pandanganmu menatap lurus, hampa kedepan. Aku tak akan mengganggumu meski segudang tanya merajai benakku saat itu.

“Terimakasih atas segala kebersamaan yang indah yang pernah kita lalui. Maafkan bila harus berakhir begini. Semoga kita berdua baik-baik saja setelahnya. Selamat tinggal,” katamu lirih saat kuantar hingga ke gerbang rumah. Matamu seperti tak kuasa menatap mataku. Tak lama kemudian kamu bergegas lari menuju rumah dan tak pernah berpaling lagi menolehku ke belakang .

Aku masih berdiri terpaku di gerbang depan rumahmu selama beberapa saat dan tak percaya, perpisahan ini terjadi begitu cepat. Dahsyat. Juga menyakitkan.

Saat berjalan gontai menuju mobil, nada SMS berbunyi dari handphone.

Dari kamu.

Kita mesti berpisah. Sampai suatu saat ketika kita benar-benar memahami makna terdalam dari cinta itu sendiri. Aku mencintaimu, jauh melebihi cintamu padaku.

SMS itu berulang kali kubaca dengan hati masygul.

Sebuah perpisahan yang tragis.

Aku berusaha terus mencari jawaban darimu tentang ini termasuk menghubungimu dan mencarimu, tapi sia-sia. Kamu pergi. Benar-benar pergi. Entah kemana.Tanpa menyisakan jejak sedikitpun buatku.

***

Aku kembali lagi disini, perempuanku.

Pada tempat dimana semua kenangan itu pernah berasal.

Juga ketika kehilangan itu berawal.

Mungkin terlambat ketika aku menyadari makna cinta yang ingin kamu dan aku pahami, sejak terakhir kali kita ketemu.

Termasuk terlambat pula untuk tahu bahwa dirimu menyimpan luka perpisahan kita begitu dalam, ketika kemudian ajal menjemputmu karena penyakit Leukemia yang kamu derita. Tanpa aku disismu.

Tapi di sini, di pusaramu, dimana kau terbaring tenang disana, lirih kubisikkan kalimat, “Aku sudah mendapatkan jawaban atas makna cinta terdalam yang kamu pertanyakan itu. Bahwa cinta adalah jawaban. Bukan pertanyaan. Kita akan menjadi mengerti jika terus menikmatinya sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kita. Sayangnya, aku dan kamu tidak terlibat bahkan menikmati sedikitpun proses mencari jawaban itu”.

Bunga kamboja didekat pusaramu bergoyang pelan. Aku menghela nafas panjang. Tenggorokanku seperti tercekat dibekap keharuan.

“Dan disini perempuanku, waktu tidak pernah benar-benar beranjak pergi. Ia berhenti. Pada kedalaman hati, mengendap bersama kenangan. Di ruang rindu..

 

Related Posts
NARSIS (8) : TENTANG DIA, YANG PERGI MEMBAWA KELAM DIHATINYA
"Ini untuk dia, yang pergi membawa kelam dihatinya," suara perempuan itu bergetar di ujung telepon. Aku menggigit bibir seraya menatap Sonny, sang operator lagu pasanganku, yang balas menatapku dengan senyum ...
Posting Terkait
NARSIS (6) : TENTANG CINTA, PADA TIADA
Dia, yang menurutmu tak pernah bisa kamu mengerti, adalah dia yang kamu cinta. “Jadi apakah itu berarti, kamu membencinya?” tanyaku penuh selidik suatu ketika. “Ya, aku menyukai dan membencinya sekaligus, dalam sebuah ...
Posting Terkait
NARSIS (2) : BINTANG DI LANGIT HATI
Konon, katamu, secara zodiak kita berjodoh. Aku berbintang Aries, Kamu Sagitarius. Persis seperti nama depan kita : Aku Aries dan Kamu Sagita. Cocok. Klop. Pas. Kamu lalu mengajukan sejumlah teori-teori ilmu astrologi yang konon ...
Posting Terkait
NARSIS (9) : UNTUK PEREMPUAN BERMAHLIGAI REMBULAN
Hai Perempuan Bermahligai Rembulan, Apa kabarmu? Cuaca di awal bulan Oktober ini sungguh sangat tak terduga. Seharusnya--menurut ramalan meteorologi-- hujan akan turun membasahi bumi, dan awal bencana banjir akan tiba. Tapi ternyata ...
Posting Terkait
NARSIS (3) : PEREMPUAN YANG MENGHILANG DI BALIK HUJAN
Lelaki itu menghirup cappuccinonya. Menyesap segala rasa yang menyertai dengan perih menusuk dada. Ia lalu melirik jam tangannya. Sudah 2 jam lebih dia di Cafe tersebut. Sambil menghela nafas panjang ia melihat ...
Posting Terkait
NARSIS (5) : TAKDIR CINTA
erempuan Wangi Bunga itu mengerjapkan mata, ia lalu membaca kembali baris-baris kalimat pada emailnya yang sudah siap dikirim ditemani lantunan lagu "Takdir Cinta" yang dinyanyikan oleh Rossa. Hatinya mendadak bimbang. ...
Posting Terkait
NARSIS (16) : BISIKAN HATI , PADA LANGIT PETANG HARI
Dia tahu. Tapi tak benar-benar tahu bagaimana sesungguhnya cara menata hati dari kisah cintanya yang hancur lebur dan lenyap bersama angin. Dia tidak sok tahu. Hanya berusaha memahami. Bahwa luka oleh cinta bisa dibasuh ...
Posting Terkait
NARSIS (17) : SEUSAI HUJAN REDA
  amu selalu bercakap bagaimana sesungguhnya cinta itu dimaknai. Pada sebuah sudut cafe yang redup dengan dendang suara Live Music terdengar pelan seraya memandang rimbun asap rokok menyelimuti hampir setengah dari ruangan, ...
Posting Terkait
PADA SAMPAN YANG SENDIRI
Inspirasi foto : Suasana Sunset di Pantai Losari Makassar, karya Arfah Aksa Dji Sam Soe Potret Mahakarya Indonesia ada sampan yang sendiri. Terdampar di sisi pantai Losari yang sunyi. Kita menyaksikan rona ...
Posting Terkait
NARSIS (12) : BALADA LELAKI PETANG TEMARAM DAN PEREMPUAN KILAU REMBULAN
Ia, lelaki yang berdiri pada petang temaram selalu membasuh setiap waktu yang berlalu bergegas dengan rindu yang basah pada perempuan kilau rembulan, jauh disana. Ditorehkannya noktah-noktah kangen itu pada setiap ...
Posting Terkait
NARSIS (7) : BIARKAN AKU MENCINTAIMU DALAM SUNYI
Catatan Pengantar: Narsis kali ini saya angkat dari Cerpen saya yang dimuat (sekaligus menjadi judul utama kumpulan cerpen Blogfam yang diterbitkan Gradien Mediatama tahun 2006 dalam judul "Biarkan Aku Mencintaimu Dalam ...
Posting Terkait
NARSIS (14) : RAHASIA KEPEDIHAN
Sebagaimana setiap cinta dimaknai, seperti itu pula dia, dengan segala pesona yang ia punya menandai setiap serpih luka jiwanya sebagai pelajaran gemilang. Bukan kutukan. Apalagi hukuman. Perih yang ada di ...
Posting Terkait
NARSIS (15) : JARAK RINDU
Pada akhirnya, katamu, cinta akan berhenti pada sebuah titik stagnan. Diam. Walau semua semesta bersekutu menggerakkannya. Sekuat mungkin. Cinta akan beredar pada tepian takdirnya. Pada sesuatu yang telah begitu kuat ...
Posting Terkait
NARSIS (18) : SEMESTA KANGEN, DI BRAGA
ita selalu nyata dalam maya. Selalu ada dalam ketiadaan. Selalu hadir dalam setiap ilusi. Begitu katamu. Selalu. Entahlah, terkadang aku tak pernah bisa memahami makna kalimatmu. Absurd. Aneh. Juga misterius. Bagaimanapun kamu ...
Posting Terkait
NARSIS (4) : M.F.E.O
M.F.E.O 4 huruf tersebut selalu tertera di akhir email lelaki itu. Juga ketika mereka mengakhiri percakapan chatting didunia maya. Made For Each Other, bisik lirih perempuan hening malam sembari menyunggingkan senyum. Matanya menerawang menatap ...
Posting Terkait
NARSIS (19) : ZIARAH PADA KELAM KENANGAN
alam banyak hal perempuan itu selalu merasa kalah.  Sangat telak. Terutama oleh cinta. Pada bayangan rembulan di beranda, ia menangis. Menyaksikan cahaya lembut sang dewi malam itu menerpa dedaunan, menyelusup, lalu ...
Posting Terkait
NARSIS (8) : TENTANG DIA, YANG PERGI MEMBAWA
NARSIS (6) : TENTANG CINTA, PADA TIADA
NARSIS (2) : BINTANG DI LANGIT HATI
Protected: NARSIS (9) : UNTUK PEREMPUAN BERMAHLIGAI REMBULAN
NARSIS (3) : PEREMPUAN YANG MENGHILANG DI BALIK
NARSIS (5) : TAKDIR CINTA
NARSIS (16) : BISIKAN HATI , PADA LANGIT
NARSIS (17) : SEUSAI HUJAN REDA
PADA SAMPAN YANG SENDIRI
NARSIS (12) : BALADA LELAKI PETANG TEMARAM DAN
NARSIS (7) : BIARKAN AKU MENCINTAIMU DALAM SUNYI
NARSIS (14) : RAHASIA KEPEDIHAN
NARSIS (15) : JARAK RINDU
NARSIS (18) : SEMESTA KANGEN, DI BRAGA
NARSIS (4) : M.F.E.O
NARSIS (19) : ZIARAH PADA KELAM KENANGAN

7 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.