IKUT “BERLAGA” DALAM PEMILIHAN KETUA RT
Sebagai sebuah “jabatan bernuansa sosial dan pengabdian” menjadi Ketua RT adalah sebuah dedikasi yang layak diapresiasi. Terlebih bila jabatan tersebut tidak memperoleh honor dan kerap kali jadi “sasaran tembak” omelan bagi para warga (khususnya ibu-ibu saat lomba 17-an). Tak heran bila saat suksesi pemilihan RT terutama dilingkungan saya bermukim (RT 02/RW 10 Perumahan Cikarang Baru Kota Jababeka), berlangsung nyaris tanpa banyak gejolak politis berarti. Aman, tenang dan terkendali.
Seharusnya pemilihan ketua RT periode baru berlangsung bulan April 2009, namun karena disaat yang sama RT kami menjadi tuan rumah Lomba 17-an tingkat RW, akhirnya ditunda hingga bulan November. Minggu lalu, seharusnya prosesi pemilihan bisa dilangsungkan, namun mengingat warga yang datang tidak mencapai target (50% + 1) akhirnya disepakati hanya sampai membentuk Panitia Pemilihan RT saja. Patut diprihatinkan memang kepedulian warga relatif kecil sehingga dari total warga RT 02 sebanyak 140 KK (hmm..ini sebenarnya sudah bisa buat satu RW 🙂 ) ketika itu yang hadir hanya 32 orang.
Ketua Komisi Pemilihan Ketua RT (KPKRT), sesepuh RT 02, Pak Ismail didampingi 4 anggotanya yang terdiri atas mantan RT 02 memutuskan untuk menunda proses pemilihan RT ke tanggal 7 November 2009 dengan meminta pengurus RT mengedarkan undangan plus meminta tanda tangan warga di buku ekspedisi sebagai refleksi kesediaan mereka menerima hasil keputusan rapat tanggal 7 November 2009, meski tidak hadir.
“Apa boleh buat mesti seperti ini, walau ini hanya ditingkat strata pemerintahan lingkungan paling kecil, kita mesti melaksanakannya secara yuridis formal,” ucap Pak Ismail tegas serta mengutip dibagian akhir pernyataan Kapolri saat jumpa pers dengan wartawan dalam kasus perseteruan Cicak vs Buaya beberapa waktu lalu.
Dan begitulah, Malam minggu, 7 November 2009, acara “sakral” 2 tahunan itupun dimulai. Bila minggu lalu yang hadir hanya 32 orang, maka malam ini yang datang…yaaa…lumayanlah, tambah 6 orang. Jadi totalnya 38 orang. Sesuai kesepakatan sebelumnya, sidang pemilihan tetap dilanjutkan. Saya tiba di lokasi acara mengenakan kaos Kompasiana pukul 20.00 malam. “Wah, kandidat Ketua RT dari Jalan Antilop 5 sudah datang nih.” goda Pak Parman rekan sesama giliran regu ronda malam mingguan. Saya tersenyum simpul dan duduk disamping beliau. Dihadapan saya ada hidangan tempe mendoan, tahu isi goreng dan kacang goreng plus air mineral.
Seusai laporan pertanggungjawaban pengurus RT 02 periode 2007-2009 disampaikan oleh Pak Syaifuddin atau Pak Udin, Pak Ismail memandu acara pemilihan ketua RT. Suasana mendadak sedikit tegang, ketika Pak Ismail memutuskan untuk memilih langsung kandidat ketua RT perwakilan dari masing-masing blok di RT 02. Dalam hati saya membatin, ini seperti perwakilan partai-partai nih.
Saat giliran blok Antilop V disebut, Pak Ismail mendadak melihat saya. “Nah, untuk Blok Antilop 5, diwakili oleh Pak Amril!”, ucapnya. Saya melongo. Baru saja hendak protes, bahu saya ditepuk Pak Parman, “Terima saja, anggap ini sebuah amanah untuk kesempatan beramal bagi masyarakat, kalau terpilih nanti” kata beliau lembut. Dan sayapun terdiam ketika nama saya ditulis diatas papan tulis mewakili blok Antilop 5.
Ada 5 calon yang akan berlaga. Selain saya, ada “incumbent” Ketua RT Pak Udin, Pak Jaelani, Pak Ananto dan Pak Ruli. Malam kian beranjak larut, ketika Pak Ismail memutuskan tidak perlu pake acara Kampanye-Kampanye-an. Langsung saja masuk ke acara inti : Pemilihan Ketua RT. Jantung saya mendadak dagdigdug tak keruan. Tampaknya seperti ini perasaan para caleg ya menjelang pemilu legislatif. Saya mengirim SMS ke istri saya dirumah, mengabarkan saya masuk jajaran bursa kandidat Ketua RT 02. “Semoga sukses dan dilarang stress”, jawab istri saya via SMS.
Kertas suara pun dibagi. Kami para warga yang hadir lalu memilih calon andalan masing-masing baik berupa nomor atau nama kandidat. Sidang diskors selama 15 menit oleh Pak Ismail. Tak lama kemudian, penghitungan suarapun dimulai. Jantung saya makin berdegup kencang. Sudah terbayang dibenak kalau terpilih jadi ketua RT, maka tembok depan rumah saya akan dipasang papan kecil bertuliskan “Ketua RT 02/RW 10 Perumahan Cikarang Baru” plus pasang tampang sedikit jaim nan berwibawa (mungkin bisa difikirkan pula untuk memelihara kumis lebih “gondrong” untuk memberikan efek dramatis ke-Jaim-an Pak Ketua RT). Khayalan saya bubar ketika satu demi satu kertas suara dihitung.
Pak Fadhil tampil kedepan mengisi papan tulis dengan hasil perolehan suara. Dan ternyata saudara-saudara, Pak Udin sang Ketua RT “Incumbent” kembali terpilih jadi Ketua RT Periode 2009-2012 dengan meraih 26 suara, Pak Jaelani diurutan kedua dengan 7 suara, Pak Ananto 2 suara, saya sendiri dan Pak Ruli hanya memperoleh satu suara saja dari 38 KK yang hadir. Satu suara dinyatakan tidak sah karena hanya menulis kata “Lanjutkan”. Tepuk tangan bergemuruh menyambut kemenangan kembali Pak Udin.
Malam itu saat sampai dirumah, istri saya membuka pintu dengan tanya merajai benaknya. “Bagaimana hasilnya, Pa?” tanyanya penasaran. Saya tersenyum menggoda. “Besok pagi warga disekitar sini akan memanggil : Selamaat Pagiiii Bu Eerteee…hehehe,” sahut saya sambil tertawa lebar yang langsung disambut mesra oleh cubitan mesra dipinggang.
Selamat buat Pak Udin, Ketua RT 02/RW 10 Periode 2009-2012