CATATAN DARI OBROLAN LANGSAT:MENYOAL KISRUH N7W DAN NOMINASI TN KOMODO
“Selama perjalanan karir saya sebagai pengacara, ini adalah untuk pertama kalinya saya menangani kasus hukum soal Komodo,” demikian seloroh Bang Todung Mulya Lubis, pengacara kondang negeri ini yang kini ditunjuk menjadi pensehat hukum mewakili Pemerintah Indonesia (dalam hal ini Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata) terkait kasus Yayasan New 7 Wonder (N7W) dan nominasi Taman Nasional (TN) Komodo dalam perhelatan anugerah 7 Keajaiban Dunia Baru pada acara Obsat atau Obrolan Langsat, di Jl.Langsat 1 No.3 A Kebayoran Baru, Jum’at malam (25/2). Obsat ini adalah kegiatan yang ke-66 kalinya dilaksanakan di tempat yang juga kerap disebut sebagai Rumah Blogger Indonesia tersebut.
Dalam acara yang berlangsung secara santai dan interaktif ini, Bang Todung menguraikan secara kronologis kontraversi yang terjadi seputar penganugerahan gelar 7 Keajaiban dunia baru tersebut. Awalnya, Pemerintah Indonesia, melalui Kemenbudpar mendaftarkan 3 nominasi untuk diikutkan dalam kompetisi online global ini yaitu masing-masing Taman Nasional Komodo, Danau Toba dan Anak Gunung Krakatau dengan biaya pendaftaran USD 199 serta mendaftarkan diri sebagai “Official Supporting Committee” dengan menandatangani perjanjian “Standard Participation Agreement”.
Sampai disini, kata Bang Todung, pemerintah Indonesia telah mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan. Promosipun gencar dilakukan. Belakangan pihak Yayasan N7W tiba-tiba secara sepihak menyatakan sedang melakukan pembicaraan kerjasama dengan konsorsium swasta untuk menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah pengumuman pemenang N7W yang akan dilaksanakan tanggal 11 November 2011.
Persoalannya adalahPemerintah harus membayar pembayaran license fee sebesar USD10 juta kepada Yayasan N7W. Biaya tersebut belum termasuk biaya penyelenggaraan acara seperti biaya produksi, tempat acara serta lain-lain yang secara total bisa mencapai USD45 juta. Ini sebuah angka yang sangat signifikan, seru Bang Todung. Dan wajar, jika pemerintah Indonesia kemudian menolak menjadi tuan rumah.
Jawaban pemerintah ini ditanggapi pihak Yayasan N7W dengan mengancam akan mengeluarkan Taman Nasional Komodo dari daftar 28 Nominasi yang sudah ditetapkan. Belakangan, mereka akhirnya tetap mempertahankan Taman Nasional Komodo dalam nominasi namun mengakhiri kerjasama pemerintah Indonesia sebagai “Official Supporting Committe”.
Pemerintah Indonesia menganggap pemilihan finalis New7Wonders seharusnya didasarkan atas aspek keunikan dan besarnya dukungan masyarakat dunia, bukan atas persyaratan pembayaran uang jasa sebagai tuan rumah yang bernilai jutaan dolar. Lagipula seyogyanya pemilihan tuan rumah acara tersebut melalui proses lelang terbuka dan tidak serta merta menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah secara sepihak sekaligus menarik dana sebagai konsekuensi tersebut.
“Kami lalu mengirim surat ke alamat New 7 Wonder, satunya lewat email, satu lagi lewat pengiriman via kurir DHL.Kiriman surat lewat email sampai dan langsung dibalas namun kiriman lewat kurir dikembalikan karena alamat tidak jelas/tidak ditemukan,” kata Bang Todung bersemangat.
“Eh, ternyata alamat kantor mereka di Swiss adalah hanya sebuah musium tua yang dibuka dan ramai dikunjungi pada Sabtu-Minggu. Ini sudah bisa menunjukkan sejauh mana kredibilitas yayasan ini,” tegas Bang Todung.
Langkah yang sudah dilakukan hingga saat ini adalah mengirim surat kepada Yayasan N7W untuk memulihkan kembali status Indonesia dalam “Official Supporting Committee” karena bagaimanapun soal penolakan sebagai tuan rumah seharusnya tidak menjadi alasan Yayasan tersebut “memecat” Indonesia sebagai mitra strategis mereka dalam kegiatan ini. “Namun hingga kini, surat kami belum juga dijawab”, ujar Bang Todung sembari tersenyum pahit.
“Bagaimanapun kita tetap bertekad untuk tetap mempromosikan situs Taman Nasional Komodo sebagai daerah pariwisata potensil di Indonesia. Kampanye ini tetap kita teruskan karena Taman Nasional Komodo adalah milik kita, bukan Yayasan New 7 Wonder. Untuk itu diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan segenap elemen masyarakat Indonesia guna mewujudkan rencana ini”.
“Sejauh ini,”imbuh Bang Todung,”pemerintah Indonesia memikirkan opsi-opsi dengan resiko paling minimal untuk menyikapi kondisi ini. Termasuk opsi menarik nominasi TN Komodo dalam kompetisi ini jika memang pihak yayasan N7W tidak mengabulkan tuntutan kita, memulihkan status Kemenbudpar Indonesia sebagai “Official Supporting Commitee” dan melakukan promosi mandiri untuk daerah wisata kita tersebut. Ini semua masih dalam proses kajian kami. Yang penting kita tak ingin mengorbankan harga diri bangsa kita sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat”.
Sekitar 40-an Peserta Obsat yang menghadiri acara tersebut terlihat sangat antusias menanyakan berbagai hal terkait soal kontraversi N7W ini kepada Bang Todung. Diantara hadirin yang datang ternyata ada juga seorang ibu yang merupakan putri daerah Manggarai Barat, lokasi Taman Nasional Komodo. Menurutnya, Taman Nasional Komodo sesungguhnya sudah merupakan “juara” dalam keajaiban dunia tanpa perlu mengikuti kontes ini. Pada tahun 1991 UNESCO telah menetapkan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu situs warisan dunia yang patut dijaga (World Heritage). “Yang paling penting saat ini adalah memperbaiki infrastruktur disana sebaik mungkin agar siap menyambut kunjungan wisatawan. Soal promosi, toh sejauh ini sebelum dan sesudah kontraversi bersama N7W, Taman Nasional Komodo sudah mendapatkan promosi luas dimana-mana,” katanya.
Secara umum saya melihat pelaksanaan Obsat kali ini berhasil dengan baik dan sukses. Di akhir acara Bang Todung menyatakan “tidak kapok” untuk datang lagi berdiskusi bila diundang ber-“Obsat”. “Momen informal seperti ini sangat penting untuk membuka ruang bertukar fikiran lebih luas dan santai, ” kata Bang Todung saat kami berbincang-bincang sebelum acara. Ya, saya sepakat. Melalui diskusi Obsat maka opini dan pendapat dilontarkan secara aktual, ekspresif, bebas dan tak berjarak dalam suasana santai dan penuh nuansa kekeluargaan. Semoga model diskusi seperti ini, dalam kemasan apapun, bisa dikembangkan lebih banyak lagi.
Terimakasih Bang Todung!. Salut buat Obsat!
Catatan:
Baca juga tulisan saya mengenai Kontraversi N7W & Taman Nasional Komodo, disini dan disitu
Setuju tuh sama Ibu yang dari Manggarai. sebenarnya banyak tempat di Indonesia yang bisa dijadikan nominasi new 7 wonders hanya saja sayang tempat-tempat tersebut kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Sebut saja, Danau 3 warna, green canyon dan sejumlah tempat-tempat ajaib lainnya.
Wah sayang saya tak berkesempatan mengikuti dialognya, pasti menarik. Keep writing daeng