Kenangan masa remaja itu masih melekat di hati hingga kini.
Menjelang akhir Ramadhan, saat baru saja tamat SMA , saya berkunjung ke tanah kelahiran kedua orang tua saya — juga kampung halaman Briptu Norman Kamaru yang belakangan ini kian ngetop berkat video joged India-nya di Youtube — Kabupaten Gorontalo (sekarang telah menjadi Propinsi sendiri). Sebuah tradisi khas masyarakat Gorontalo dalam rangka menyambut Idul Fitri yang menandai selesainya bulan suci Ramadhan serta juga merupakan refleksi kegembiraan menyongsong hadirnya Lailatul Qadr yang bakal hadir pada hari-hari terakhir bulan puasa pada daerah yang mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam tersebut.
Tradisi Tumbilotohe di Gorontalo merupakan tradisi yang dipelihara bertahun-tahun lamanya di daerah yang dikenal juga sebagai “Serambi Madinah” itu. Makna harfiah Tumbilotohe berasal dari bahasa setempat yakni “Tumbilo” yang berati “menyalakan” dan “Tohe” yang berarti “Lampu”, yang berarti “Menyalakan Lampu”. Pelaksanaan Tumbilotohe diadakan menjelang Maghrib hingga pagi menjelang dan dilaksanakan pada 3 malam terakhir bulan Ramadhan.
Sejarah menyebutkan, tradisi ini dimulai sejak abad XV dan ketika itu, lampu penerangan untuk “Tumbilotohe” berasal dari getah pohon damar yang dapat menyala dalam waktu lama. Damar yang menyala itu dibungkus dengan janur dan dipasang diatas dudukan kayu. Semakin sulitnya memperoleh Damar, akhirnya penerangan Tumbilotohe diganti dengan minyak kelapa (padamala). Perkembangan zaman pun ikut menyesuaikan dan saat saya merayakan Tumbilotohe di kampung nenek saya di Kelurahan Tapa, Gorontalo pada tahun 1990 yang digunakan adalah lampu minyak tanah yang dipasang berjejeran di pagar rumah. Beberapa rumah memakai penerangan lampu kelap-kelip berwarna-warni namun ada juga yang mempertahankan tradisi menggunakan lampu minyak tanah –seperti yang dilakukan oleh kakek/nenek saya — yang diletakkan di kerangka dudukan kayu atau bambu di atas pagar.
Saya masih ingat betul, di malam hari menjelang lebaran tiba cahaya lampu bersinar benderang sepanjang jalan. Sangat indah. Cahaya lampu tidak hanya menerangi pinggir jalan di pagar rumah, namun juga didepan halaman mesjid, perkantoran bahkan sawah serta lapangan sepakbola pun sekelilingnya dipasangi lampu. Saya masih ingat pernah memasang lampu tumbilotohe di sawah kakek/nenek saya yang kebetulan berada dibelakang rumah. Ritual Tumbilotohe menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan asing maupun lokal untuk datang khusus menyaksikan kemeriahan khas akhir Ramadhan di Gorontalo ini.
Berbagai festival biasanya dilaksanakan pada malam-malam tumbilotohe di Gorontalo. Terkadang digelar lomba-lomba meriah bernuansa religius antar kampung Yang paling berkesan buat saya adalah seusai tarawih atau menjelang sahur, saya menghadiri permainan Bunggo’ atau meriam bambu. Meriam yang dibuat dari ruas bambu pilihan yang ujungnya dilubangi di bagian moncong, dan di ujung yang lain diberikan lubang kecil yang diisi minyak tanah dimana api akan disulut disana. “Dentuman” meriam bambu sangat meriah dimalam Tumbilotohe.
Salah satu yang cukup unik juga dimalam Tumbilotohe adalah hadirnya “Alikusu” atau gerbang yang terbuat dari bambu kuning, bersama hiasan janur, pohon pisang, tebu dan lampu minyak. “Alikusu” dipasang di pintu masuk kantor, rumah, mesjid atau perbatasan daerah. Hiasan Alikusu sangat indah dan semarak.
Saya mengenang, selama waktu pelaksanaan Tumbilotohe saya tidak pernah melewatkan pesona kerlap-kerlip lampu yang terhampar bagai samudera cahaya di Gorontalo. Begitu memukau. Saya membayangkan bila saya menyaksikannya dari atas maka kota “Serambi Madinah” itu diliputi kemilau Tumbilotohe. Belakangan ini, seiring tingginya harga minyak tanah maupun listrik, tradisi Tumbilotohe di Gorontalo kurang terlalu semarak lagi seperti yang saya rasakan 25 tahun silam. Meskipun begitu tradisi ini tetap dipelihara dan dipertahankan sebagai ritual unik khas daerah tersebut. Bahkan awal penyelenggaraan Tumbilotohe dibuka langsung oleh Gubernur Propinsi Gorontalo.
Semoga tradisi khas unik ini bisa tetap lestari dan menjadi khasanah kekayaan budaya tradisional bangsa kita.
Catatan:
Tulisan ini juga dimuat di Yahoo Indonesia dan foto-fotonya diambil dari album foto adik saya, Tri Wahyuni Gobel di Facebook yang merayakan Tumbilotohe bersama anak-anaknya di Gorontalo, pada lebaran tahun 2010 lalu
Related Posts
ujan deras yang mengguyur Jakarta, sore itu, Jum'at (1/11) membuat saya tiba terlambat di lokasi pelaksanaan Blogger Gathering Potret Mahakarya Indonesia yang dilaksanakan di Assembly Hall Plaza Bapindo Lt.10 Jl.Jenderal ...
Posting Terkait
Hari Kamis pagi (8/7), bersama"pasukan" rumah, saya bersiap menuju Tempat Pemungutan Suara yang terletak dibelakang rumah kami. Lapangan bulutangkis yang berada tepat didepan Mushalla Al-Ishlah RT 02 "disulap" menjadi arena ...
Posting Terkait
uasana dan aura meriah begitu terasa saat saya menginjakkan kaki di Hanggar futsal Pancoran, Sabtu pagi (12/3). Di tempat ini dilaksanakan acara Silaturrahmi IKA UNHAS Jabodetabek dalam rangka menyongsong 60 ...
Posting Terkait
eusai menunaikan sholat Subuh tadi pagi, Jum'at (20/12), saya dikagetkan oleh dering suara telepon dari adik saya Budi di Balikpapan.
"Mama Kuni meninggal dunia dini hari tadi jam 02.25", kata Budi ...
Posting Terkait
Saya (paling kiri) bersama kawan-kawan TK Aisyah Makassar menarikan Gandrang Bulo, 1976
asih terbayang di benak saya kenangan 39 tahun silam. Saat itu, saya bersama kawan-kawan di TK Aisyah Makassar menarikan ...
Posting Terkait
enangan masa remaja akan selalu melekat di hati hingga kapanpun juga. Dan ketika kesempatan untuk "melintasi" kembali nostalgia itu dari masa kini, datang, maka tentu peluang itu tak akan disia-siakan.
Termasuk ...
Posting Terkait
Saya (ketiga dari kiri) saat bertugas bersama Pasukan-8 Paskibra mengibarkan bendera pada Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1988 di Lapangan Kassi Kebo, Kab.Maros
Setiap Peringatan Hari Kemerdekaan ...
Posting Terkait
emuanya diawali oleh Semangat.
Dengan "S" kapital yang menandai lahirnya komunitas blogger baru berbasis daerah ini. Sebuah pertemuan di akhir Mei bersama Agus Lahinta dan Suwito Pomalinggo ketika saya ke Makassar ...
Posting Terkait
icara soal Taman Bacaan, saya selalu memiliki kenangan manis tentang itu. Saat masih jadi pelajar SMP dan SMA dulu di Kabupaten Maros (30 km dari Makassar), saya adalah pelanggan tetap ...
Posting Terkait
Sungguh riang hati saya di bulan "kasih-sayang"ini. Beberapa rekan, baik dari Komunitas Blogger Makassar Anging Mammiri juga dari Majalah Online Blogfam mereview blog saya, sebagai wujud tanda kasih untuk saya. Thanks guys!
Kegiatan ...
Posting Terkait
Libur panjang selama 3 hari mulai Jum'at (24/12) sampai Minggu (26/12) benar-benar saya manfaatkan untuk menikmati indahnya kebersamaan bersama keluarga. Kegiatan kami dimulai pada hari Jum'at pagi saat kami semua ...
Posting Terkait
Setiap akhir minggu di bulan September ini, selalu menjadi waktu-waktu sibuk buat saya bersama para blogger. Awal September, saya menghadiri Blogilicious di Maros, pada tanggal 8 September 2012 (Sabtu) saya ...
Posting Terkait
emburat merah jingga nampak terlihat indah dilangit Cikarang. Dari atas sepeda motor Honda Revo, saya menyaksikan pemandangan senja itu dengan hati didera keharuan mendalam. Ramadhan hari pertama tahun ini, sungguh ...
Posting Terkait
Pada hari ketiga yang merupakan hari terakhir kami berada di Hongkong, sebuah julukan baru disematkan pada Jauhari saat kami semua tengah makan pagi bersama di Chef Mickey Cafe Hotel Hollywood ...
Posting Terkait
KOMPASIANA Monthly Discussion (Modis) yang saya hadiri hari ini, Sabtu (27/3), benar-benar menyisakan kenangan mendalam dihati. Bertatap muka secara langsung, untuk pertama kalinya dengan salah satu "living legend" dunia Pers ...
Posting Terkait
SAYA selalu merindukan sensasi nikmat itu. Saat mulut-mulut mungil anak saya, Rizky dan Alya, melantunkan do’a keselamatan buat kami, kedua orangtuanya, usai sholat berjamaah. Dengan posisi duduk bersila, Rizky dan ...
Posting Terkait
DARI BLOGGER GATHERING POTRET MAHA KARYA INDONESIA :
PENGALAMAN MENCONTRENG DI PILPRES 2009: ASTAGA, MASIH JADI
SILATURRAHMI IKA UNHAS JABODETABEK : JAUH DI RANTAU,
TIADA LAGI NASI KUNING LEZAT ALA MAMA KUNI
JIWA INDONESIA DALAM HENTAKAN RITMIS TARIAN GANDRANG BULO
NAPAK TILAS KE JEJAK-JEJAK MASA REMAJA DI MASA
SELAMAT MENGORBIT SARONDE, KOMUNITAS BLOGGER GORONTALO
KUMPUL BERSAMA DI SAUNG BELAJAR & TAMAN BACAAN
KATA MEREKA TENTANG BLOG SAYA
LIBURAN SERU : KE MEKARSARI DAN LOMBA E-LEARNING
SAMPAI KETEMU DI BLOGILICIOUS MEDAN !
MENIKMATI SENJA MEREKAH DI AWAL RAMADHAN 1432 H
“BEHIND THE SCENE” HONGKONG DISNEYLAND BLOGGER TOUR (Bagian
DARI MODIS KOMPASIANA BERSAMA JACOB OETAMA : KEMANUSIAAN
CINTA MENGALUN DARI DOA MULUT-MULUT MUNGIL ITU
sebuah kenangan yg sangat indah
salam
Omjay
saya lahir n besar di MKS, bapa ibu asli gorontalo. Pernah kami dibawa ke Gorontalo cuman untuk menyaksikan Timbilotohe. Pengalaman yg sangat menyenangkan.
keren amir..
Setiap kenangan adalah keindahan, maka genggamlah kenangan itu, agar keindahan itu senantias ada.
Saya jga mraSa trharu dngN tradisi in..