BANG RAMELAN, BAPAK BLOGGER KOMPASIANA, MERETAS JALAN MENUJU KURSI GUBERNUR DKI JAKARTA
Segala daya dan upaya akan dikerahkan demi merebut kursi Gubernur DKI Jakarta. Sebuah “kursi panas” karena bagi yang terpilih bakal menghadapi problematika kota besar yang amat kompleks dan sebagian besar diantaranya memerlukan solusi yang cepat dan efektif. Dilain pihak “keberanian” Pak Pray yang mencalonkan diri bersama tokoh Islam Ir. H. Teddy Suratmadji, M.Sc. sebagai wakil Gubernur, tanpa dukungan politis partai alias lewat jalur independen merupakan sebuah tantangan besar dan membutuhkan kerja keras untuk memperoleh dukungan masyarakat yang lebih luas. Sesuatu hal yang sungguh tak mudah.
Belum lama saya mengenal sosok Pak Pray yang dalam event Pilkada kali ini mengusung julukan baru “Bang Ramelan”. Tahun 2008, adalah tahun dimana saya mulai pertama kali mengenal sosok Purnawiran TNI-AU berbintang dua yang tegas dan rendah hati ini. Saya justru mengenal “Bang Ramelan” sebagai sosok penulis handal dan menjadi penggagas awal dibukanya kanal Kompasiana untuk publik (sebelumnya hanya terbatas pada jurnalis Kompas saja).
“Gebrakan” anak kelima dari budayawan Betawi Ran Ramelan dan Pariah itu yang kemudian membuat namanya terangkat dengan julukan sebagai Bapak Blogger Kompasiana.yang kemudian dinobatkan secara resmi pada peringatan Ulang Tahun Pertama Kompasiana. Tulisan-tulisan Bang Ramelan yang lugas, bernas dan penuh inspirasi ini menunjukkan kemampuan, ketajaman dan kepiawaian beliau dalam menganalisa sesuatu. Di Kompasiana, hampir setiap komentar ke posting blognya dibalas bahkan hingga membentuk diskusi panjang. Dan disitulah saya sangat menikmati interaksi virtual dengan sosok perwira tinggi militer negeri ini yang begitu membumi, humoris dan tegas dalam bersikap.
Saat peluncuran buku Pak Chappy Hakim, bulan November 2008, saya pertama kali berjumpa secara fisik dengan Bang Ramelan. Sama halnya saat berbincang secara virtual lewat blog, kehangatan dan keramahan beliau begitu nampak dalam gestur tubuh maupun perbincangan kami. Bang Ramelan juga lincah melontarkan humor segar di sela-sela perbincangan dan mengundang gelak tawa pendengarnya. Tak hanya itu, pada kesempatan tersebut pula Bang Ramelan memamerkan kehebatannya dalam bernyanyi. Suara serak-serak basah beliau saat menyanyikan lagu “What A Wonderful World”-nya Louis Amstrong begitu indah dan impresif. Sejak saat itu, kami kian akrab dan meski tidak sempat bertemu lagi secara fisik, komunikasi tetap jalan via SMS, telepon bahkan lewat Blacberry Messenger Group.
Saya akhirnya bisa mewawancarai Bang Ramelan secara pribadi (baca disini) dan mendapatkan berbagai pandangan, visi dan sikap beliau mulai dari filosofinya memaknai hidup hingga komitmennya untuk tetap menulis sebagai bagian dari ibadahnya. Darah penulis sang ayah Ran Ramelan tampaknya menurun pada sang anak.
Alm.Ran Ramelan (wafat tahun 1989) dikenal sebagai wartawan 3 zaman dan pada tanggal 9 Februari 1985 pernah mendapat penghargaan dari pemerintah melalui Departemen Penerangan karena masih aktif menulis untuk harian “Berita Buana” di usianya yang sudah diatas 70 tahun.
Sebagai sosok budayawan Betawi, alm.Ran Ramelan dikenal pula sebagai pemrakarsa Lembaga Kebudayaan Betawi serta pernah menjadi penulis sejumlah kisah khas Betawi seperti “Macan Kemayoran”, “Lagoa Jago Tanjung”, “Singa Betina dari Marunda”, dan lain-lain. Kemampuan sang ayah ini kemudian diteruskan Bang Ramelan melalui kiprahnya sebagai Blogger. Belakangan, Bang Ramelan kerap kali diundang di berbagai media elektronik sebagai narasumber masalah-masalah terorisme dan intelijen ditengah-tengah kegiatan beliau yang lain sebagai anggota kelompok ahli di BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme).
Saya trenyuh membaca latar belakang kehidupan Bang Ramelan yang dituturkan begitu menyentuh oleh sang keponakan yang juga seorang blogger, mas Junanto Herdiawan. Dalam artikelnya, mas Junanto menulis:
Dari berbagai hubungan keluarga itu, saya melihat pembawaan pak Pray yang disiplin, keras, namun di sisi lain juga santai. Bagi saya, Pak Pray adalah seorang militer yang berhati sipil. Ia memiliki displin dan ketegasan seorang militer, namun kerap berpikir dan bertindak layaknya seorang sipil. Di sisi lain, sifat humorisnya juga tinggi. Setiap bertemu pak Pray, pasti banyak lelucon atau joke-joke yang ia lontarkan. Jadi, ia jauh dari kesan seram seorang jendral militer.
Di keluarga Ramelan, kepemimpinan Pak Pray juga sangat terasa. Banyak keputusan keluarga belum berjalan kalau ia belum memberikan suaranya. Hampir banyak keputusan besar di keluarga kami, juga dilakukan oleh Pak Pray. Namun bukan berarti Pak Pray adalah seorang yang otoriter, karena ia juga mendengarkan masukan dari seluruh anggota keluarga, termasuk keponakannya yang masih kecil. Sikap demokratis ini, diikuti sikap keras dan decisive, menjadi ciri Pak Pray di keluarga.
Soal keras dan disiplin, saya teringat waktu SMA dulu, pernah pergi keluar malam dengan anak sulung pak Pray yang usianya hampir sama dengan saya. Namanya Didit. Saat itu, kita berdua pergi ke pesta ulang tahun teman dan pergi bergadang sampai pagi. Padahal janjinya pulang jam 10 malam. Tentu saja kita tidak memberi kabar ke rumah, karena saat itu belum ada handphone, dan telpon umum masih sulit ditemukan. Maklum namanya anak SMA, jadi pikirannya tidak jauh dari main saja.
Sampai di rumah keesokan harinya, kita berdua kena tegur oleh Pak Pray. Kita diceramahi berjam-jam tentang pentingnya disiplin, kejujuran, dan arti keluarga dalam kehidupan. Ia mengingatkan bagaimana ibu dan nenek kita khawatir karena kita tak pulang semalaman. Pesan tersebut saya selalu pegang hingga sekarang. Dalam bekerja, saya selalu mengingat pentingnya disiplin, kejujuran, dan doa Ibu.
Pak Pray sangat menekankan pentingnya Doa Ibu. Menurutnya, itu adalah kunci utama keberhasilan seseorang. Tak heran bila Pak Pray begitu cinta dengan Ibunya, nenek Ramelan. Saat ia sudah berpangkat Jendral dan dihormati anak buahnya, Pak Pray masih secara rutin menyempatkan diri mengunjungi dan memohon doa pada Ibunya di setiap kesempatan. Ia kerap berkomentar, “Ridho Allah itu adalah Ridho Ibu”
Saya melihat sosok Gubernur DKI Jakarta yang ideal berada pada diri Bang Ramelan. Tidak hanya sekedar pada tubuhnya mengalir darah Betawi asli, namun kecerdasan, ketegasan serta kepiawaian Bang Ramelan mulai dalam hal memprediksi sesuatu dan menganalisa fenomena untuk kemudian menuliskannya dalam sajian tulisan yang tajam serta inspiratif seperti selama ini dilakoninya sebagai pengamat intelijen, menjadi bekal yang sangat berharga bagi beliau dalam “bertarung” dalam Pilkada DKI Jakarta bulan Juni 2012 nanti. Saya meyakini, pendekatan aplikatif yang akan beliau implementasikan sebagai pimpinan tertinggi di DKI Jakarta benar-benar telah melalui analisis komprehensif yang terukur dan efektif. “Jakarta sebagai sebuah kota yang tak memiliki belas kasihan dan hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, kami akan mencoba membenahi segala permasalahan yang dihadapi Jakarta,” kata Bang Ramelan seperti yang saya kutip dari tautan ini.
Kepekaan beliau dalam membaca situasi akan sangat membantu setiap keputusan yang diambil. Satu hal yang menjadi keunggulan Bang Ramelan adalah, sebagai blogger, kemampuannya membangun komunikasi virtual yang hangat dengan pembaca lewat tulisan-tulisannya. “Kedekatan emosional” akan tercipta sehingga dialog-dialog soal pembangunan termasuk wacana-wacana konstruktif terkait mencari upaya solusi menanggulangi persoalan rumit ibukota dapat dibahas secara terbuka dan demokratis. Bang Ramelan juga “gaul” dengan kemampuannya melek internet dan tahu menggunakan piranti-piranti media sosial (Facebook, Twitter) untuk berinteraksi, langsung dan tanpa harus melalui prosedur protokoler yang rumit. Ini sebuah modal berharga bagi beliau untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta di era cybermedia.
Perjuangan Bang Ramelan masih panjang dan sekali lagi, tidak mudah. Sebagai Calon Gubernur yang tidak didukung oleh Partai Politik, maka Bang Ramelan bersama pasangannya Kang Teddy mesti bekerja keras menggalang dukungan. Mereka mesti mengumpulkan 407.000 + Fotocopy KTP dari masyarakat Jakarta (atau 4% dari total penduduk) sebagai syarat untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta melalui jalur independen. Mari kita bantu perjuangan Bang Ramelan dan Kang Teddy dengan download formulirnya disini serta melihat prosedur pengirimannya lewat situs resminya disini.
Mari kita dukung bersama calon Gubernur & Wakil Gubernur DKI Jakarta, Bang Ramelan dan Kang Teddy !
dari artikelnya saya bisa melihat sisi keteladanan dari bang ramelan. Sukses buat bang ramelan. Sebagai blogger saya turut senang menyalonkan diri menjadi gubernur Jakarta!
Semalam saya bermimpi didatangi pak Pray. Dalam mimpi itu pak pray datang ke rumah saya ngobrol-ngobrol dengangaya khasnya. Semoga pak pray terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta
salam
Omjay
Secara pribadi saya merasa senang ada seorang blogger yang mencalonkan dirinya dair jalur independen. Semoga juga dalam hal ini para netter lain bukan hanya melihat profesinya sebagai seorang netter, namun juga dapat menganalisa secara baik untuk kepentingan bersama kemajuan kota Jakarta.
Sukses selalu
Salam
Ejawantah’s Blog
Selamat siang salam kenal