pada pagi ketika embun baru saja melapisi atas aspalnya
dan halimun putih tipis yang melingkupi bagai sayap bidadari erat mendekap
seperti melihatmu lagi tersenyum menyongsong hangat mentari yang muncul malu-malu
kemudian memandangku nanar dengan rindu meluap
“Kita telah menghitung jejak waktu bagai mengeja satu-satu barisan huruf
pada papan nama bangunan tua di sepanjang jalan ini,
dari Toko De Vries hingga persimpangan Javasche Bank
bersama geliat kangen menyesak dada
dan harapan yang kerap luluh dalam kegetiran, seperti jalan ini
yang makin pilu tergerus zaman”, katamu lirih
Kita berdua sudah lama menikmati kepahitan dari rasa perih kehilangan
serta ketabahan yang kita bangun dengan dada sesak
Dan kini, saat kakiku terpacak kokoh di bahu Braga, aku bagai melihat bayangmu
terbang melayang menyongsong cahaya fajar yang lembut
memantul kemilau pada permukaan tembok-tembok kusam
lalu terburai lepas bersama segala episode kenangan tentang kita di kota ini
Oh, adakah pagi masih akan merindukan malam?
Catatan:
Pada bulan Januari tahun 1992, saya pernah menulis Puisi : Sepanjang Braga dan Seterusnya (baca di sini) yang menjadi ekspresi kekaguman saya pada eksotisme Jalan Braga Bandung yang ketika itu sempat saya kunjungi dalam rangka Kuliah Kerja Lapangan di PT.INTI. Kini saya kembali lagi di kota kembang ini, menyusuri jalan bersejarah itu dan mengurai kembali kenangan melalui puisi..
Judul Buku : Cintaku Lewat Kripik Balado
Penulis : Linda Djalil
Prolog : Putu Wijaya
Epilog : Jodhi Yudono
Penerbit : Penerbit Buku Kompas , Juni 2011
Halaman : xii + 244 Halaman
Ukuran : 14 ...
Mari duduk disini, dihadapanku dan berceritalah
tentang bunga melati yang mekar di pekarangan, politisi yang bergegas menebar pesona,
ibukota yang telah memerangkapmu dalam galau tak berkesudahan,
cuaca yang kian tak ramah, atau definisi ...
Kelam yang dibekap gerimis senja tadi
kini membayang jelas di bening matamu
menorehkan luka, sepi, hampa, resah,
dan rindu yang retak
juga mimpi yang terbelah
Pada genangan sisa hujan di jalan
ada kenangan memantul cemerlang
juga seiris ...
Putriku sayang, apa yang sedang kau lamunkan di serambi depan menjelang senja?
sepoi angin menggoyang-goyangkan beberapa helai rambut di keningmu
dan kau tersenyum sekilas menyaksikan mentari tenggelam
menyisakan cahaya redup keemasan dibalik tembok ...
Sudah lama, aku menyulam khayalan pada tirai hujan
menata wajahmu disana serupa puzzle,
sekeping demi sekeping, dengan perekat kenangan di tiap sisinya
lalu saat semuanya menjelma sempurna
kubingkai lukisan parasmu itu dalam setiap leleh ...
Dalam Diam, kau termangu
Sepotong senja dibatas cakrawala memaku pandangmu
"Di akhir tahun, selalu ada rindu yang luluh disana, sejak dulu"
katamu, pilu
Terlampau cepat waktu berderak
hingga setiap momen tak sempat kau bekukan dalam ...
Bentang Lazuardi petang ini,
seperti mengirim pesan untuk kita
Pilu yang sempat kau tambatkan di dermaga jiwa, adalah jejak suram kenangan yang selayaknya tak perlu ada
Bahwa keniscayaan kita menggapai mimpi yang absurd, ...
Pada tetes pertama embun pagi bulan Ramadhan tahun ini
Kita menyaksikan pantulan cinta tak bertepi dariNya
yang memancar kemilau dari kebeningan permukaan di rerumputan
menyongsong fajar yang muncul malu-malu seusai Subuh
dengan getar pesona ...
elah lama kita menikmati setiap rasa yang mengalir
yang kerapkali merambati sekujur tubuh, saat kita bertemu
Bersama kaldu kokot yang kental dan lezat sate Madura, kita menyelami kenangan
pada sepinggan kangen yang dihidangkan ...
Senja yang jatuh di pelupuk matamu, kekasih
adalah sebait lagu melankolisyang mengalun pilu
pada barisan waktu,
dan seketika luruh
lalu menjelma laksana pusara beku
dari helai-helai rindu
yang terserak hambar sepanjang jalan
"Kesendirian yang menyesakkan," gumammu gusar.
Dan ...
Selalu, aku rasa,
kita akan bercakap dalam senyap
Dengan bahasa langit yang hanya kita yang tahu
serta menyemai setiap harap yang kerap datang mengendap
lalu meresapinya ke hati dengan getir
Selalu, aku rasa,
kamu tersenyum disana, ...
Sepi Malam dan Kerik Jengkerik di Beranda
Adalah dendang nyanyian rindu terlukis diam-diam
pada rangka langit dan bintang yang mendelik cemburu
sementara embun luruh perlahan menyentuh
pucuk rerumputan, kaca jendela, helai daun,
juga bening mataku ...
Riak air berwarna kusam mengalir pelan
di sepanjang batang tubuhmu, Kalimalang
Pada tepiannya aku termangu dan menyesap segala cerita
tentang anak-anak yang tertawa riang menceburkan diri ke dalammu
tentang sampah yang mengapung disekitarmu
tentang tawa ...
Dibawah ini, saya mencoba mendokumentasikan dan menayangkan ulang sejumlah puisi-puisi lama saya yang pernah di muat di suratkabar di Makassar, 17 tahun silam:
IRAMA HATI
Kususuri jejak-jejak cinta kita
Udara terluka, tembok-tembok ...
Perkembangan zaman saat ini begitu luar biasa. Termasuk teknologi Kecerdasan Buatan (Artificial Intellegence/AI). Sudah lama saya berharap bisa mentransformasikan puisi-puisi yang pernah saya buat menjadi lagu dengan melodi yang indah.
Dan ...
Rintik hujan pagi ini membasuh luka yang terlihat samar dibalik halimun
Dan entah, janji yang sejatinya akan kutunaikan, terpuruk lunglai di rerumputan
Tak berdaya, bersama senarai kisah kita yang terbang melayang bersama ...
Saya jadi kangen kampung halaman saya yang sejuk itu, Bandung… Sekarang, entah kenapa Bandung jadi sepanas kota rantau yang saya tinggali saat ini, Jakarta… 🙁
Berjalan menyisir kenangan itu berjuta rasa ya mas ? Puisi-puisi mas amril slalu menyentuh dan saya selalu suka membacanya 🙂
Thanks ya mbak Irma atas apresiasinya, Puisi-puisinya juga indah lho..saya juga suka membacanya
indah…..
Terimakasih ya mas Sigit
Saya jadi kangen kampung halaman saya yang sejuk itu, Bandung… Sekarang, entah kenapa Bandung jadi sepanas kota rantau yang saya tinggali saat ini, Jakarta… 🙁
mantep mas….. 🙂
postingan nya bagus
mampir yach d web kmi http://unsri.ac.id