FILM TANAH SURGA, KATANYA : IRONI KEBANGSAAN DALAM KEMELARATAN DI PERBATASAN
Hari Minggu (26/8) kemarin, kami sekeluarga menyempatkan diri menonton film “Tanah Surga, Katanya” di Studio 4 XXI Mal Lippo Cikarang. Kedua anak saya sangat antusias ingin menonton film ini setelah sebelumnya melihat tayangan iklannya di Televisi. Saya sendiri tertarik karena melihat ada sosok Deddy Mizwar, tokoh film senior, yang menjadi produser film ini. Setelah menonton film “Alangkah Lucunya Negeri ini (2010)” yang juga diproduseri oleh tokoh pemeran Nagabonar tersebut, saya senantiasa memiliki ekspektasi lebih untuk menyaksikan karyanya yang tentu sarat dengan pesan-pesan moral yang kritis dan bernada satir.
Adegan dibuka dengan gambar indah sosok lelaki tua mengayuh sampan di keremangan senja. Sosok itu adalah Kakek Hasyim (Fuad Idris) bersama dua cucunya, Salman (Osa Aji Santoso) dan Salina (Tissa Biani Azzahra). Mereka tinggal di perbatasan Indonesia (Kalimantan Barat) – Malaysia. Ayah kedua anak tersebut, Haris (Ence Agus) yang sudah membuka usaha kedai di Malaysia ingin mengajak kedua anaknya yang sudah ditinggal wafat oleh ibunya itu, bersamanya hidup di negara tetangga. Hanya Salina yang memenuhi ajakan sang ayah, sementara Salman bertekad untuk tetap bersama sang kakek yang juga adalah veteran konfrontasi Malaysia-Indonesia.
Problematika kemelaratan yang ironis di perbatasan digambarkan begitu mendalam. Salah satunya tentang sosok ibu guru Astuti (Astri Nurdin) yang begitu berdedikasi mengajarkan anak-anak muridnya dengan fasilitas sangat terbatas. Ada juga kegalauan sang dokter Anwar (Ringgo Agus Rahman) yang mesti menunaikan tugas mulianya dilingkungan masyarakat yang sangat berbeda dengan tempat prakteknya di Bandung. Nasionalisme membara sang kakek Hasyim terpaksa menghadapi kenyataan pahit tempat ia bermukim tidak mendapatkan perhatian besar dari Pemerintah dibandingkan “kemakmuran” yang dimiliki oleh negara tetangga.
Humor satir yang ditunjukkan oleh sutradara Herwin Novianto ini sungguh menyentuh. Lihatlah bagaimana ironi ketika sang dokter Anwar (alias dokter Intel) yang terpaksa kebingungan karena uang rupiahnya “tidak dianggap” karena yang lebih laku Ringgit Malaysia, atau ketika lagu lawas Koes Plus “Kolam Susu” ternyata lebih dikenal dibanding lagu “Indonesia Raya” di sekolah yang diasuh oleh ibu Guru Astuti. Sindiran-sindiran ini begitu menohok rasa kebangsaan dan kemanusiaan kita. Film ini berhasil mengemasnya dengan baik dan sangat mengharukan.
Gambar-gambar bagus juga ditampilkan melalui garapan sinematografis apik dari Anggi Frisca. Keindahan alam Kalimantan Barat yang eksotis terlihat begitu megah dan indah lewat sentuhan tangan dinginnya. Tata musik juga disajikan dengan sangat impresif hasil olahan Thoersi Argeswara. Dari segi penceritaan, film ini, tidak terlalu menyajikan sesuatu yang baru seperti film Batas (2011) misalnya, namun “greget”-nya begitu terasa dengan kemampuan akting memukau dari para pemerannya.
Ungkapan salut saya sampaikan kepada Osa Aji Santoso yang berhasil membawakan perannya sebagai sosok Salman. Di film yang berdurasi 90 menit ini, ia tampil begitu memikat dan natural membawakan sosok anak miskin di perbatasan yang tetap memegang teguh nilai kebangsaan serta tegar menghadapi segala ujian kehidupan. Tak terasa mata saya sempat menghangat basah, saat tokoh Salman berlari membawa bendera merah putih yang ditukarnya dengan sarung di sebuah pasar di Malaysia dengan latar belakang lagu “Tanah Air” yang begitu menyentuh kalbu. Film ini benar-benar telah menyajikan tontonan berkelas, bagaimana memaknai nasionalisme dengan penuh semangat sekaligus sebentuk “protes” tersirat atas ketidak adilan dinegeri ini.
Saat meninggalkan bioskop, terngiang kembali Puisi yang dibacakan Salman, saat menyambut tamu-tamu penting disekolahnya. Sederhana, namun tajam menikam.
Bukan lautan hanya kolam susu katanya
Tapi kata kakekku hanya orang kaya yang minum susu
Tiada badai tiada topan yang kau temui
kain dan jala cukup menghidupimu
Tapi kata kakekku ikannya diambil negara asing
ikan dan udang menghampiri dirimu..katanya
Tapi kata kakekku ssh..ada udang di balik batu
Orang bilang tanah kita tanah surga..katanya
Tapi kata dokter Intel yang punya surga hanya pejabat-pejabat…
nilah aksi “Tomb Rider” ala Perancis di awal abad 20-an! Demikian kesan saya seusai menonton “The Extraordinary Adventures of Adèle Blanc-Sec” (selanjutnya disingkat menjadi “Adèle”) akhir pekan lalu.
Film ini diadaptasi ...
inggu (18/12), bersama istri tercinta, saya berkesempatan menonton film Mission Impossible IV (Ghost Protocol) di Studio 1 Blitz Megaplex Pacific Place. Hari itu, kedua anak kami sedang mengikuti outing ...
ejak pertama kali iklan film "Ambilkan Bulan" tayang di televisi, kedua anak saya, Rizky dan Alya sudah mematok tanggal kapan waktu menontonnya (film ini ditayangkan perdana di bioskop Indonesia, tanggal ...
ilm "Surga Menanti" saya tonton bersama keluarga dua pekan silam di Cinemaxxtheatre Orange County Cikarang. Sebuah film yang sudah kami sekeluarga tunggu setelah melihat promosi trailernya di salah satu kanal ...
ari Sabtu (14/7) lalu, kami sekeluarga nonton bioskop. Ya, kami benar-benar doyan mengisi akhir pekan dengan menikmati tayangan film-film animasi dan anak-anak sepanjang liburan sekolah. Setelah Madagascar 3, Ambilkan Bulan, ...
ari Sabtu (1/10) silam, saya mengajak isteri dan kedua anak saya menonton film "Athirah" di Studio 4 Cinemaxx Mal Lippo Cikarang. Setelah melihat trailer filmnya, kami jadi penasaran untuk menyaksikan ...
ari Minggu (8/9) silam, saya bersama istri dan anak-anak menonton film "Planes" di XXI Mal Lippo Cikarang. Rizky dan Alya, kedua anak saya memang "mengincar" film ini sejak melihat Trailer-nya ...
ari Kamis petang, 11 Juli 2019, seusai jam kantor, saya bergegas menuju ke Blok M Square, Jakarta Selatan. Disana, tepatnya di Studio XXI lantai 5, saya bergabung dengan teman-teman alumni ...
ari Sabtu(14/5) saya bersama keluarga memanfaatkan waktu libur akhir pekan menonton film anyar semesta Marvel terbaru: Doctor Strange in The Multiverse of Madness (selanjutnya saya sebut Doctor Strange 2) di ...
epat pada peringatan hari Kemerdekaan Indonesia ke-71, saya mengajak isteri dan kedua anak saya menonton film "3 Srikandi" arahan sutradara dan juga rekan sesama blogger Iman Brotoseno. Seusai ananda Alya ...
Judul : Ayahmu Bulan, Engkau Matahari (Kumpulan Cerpen)
Karya : Lily Yulianti Farid
Cetakan : Pertama,Juli 2012
Halaman : 255 halaman
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 978-979-22-8708-0
enang sekali saat menerima buku ini ...
aat kunjungan ke Batam pekan silam, saya berkesempatan untuk menonton film "Skyfall" di Nagoya Hill Mal. Sebagai penggemar film serial 007 saya senantiasa tidak melewatkan waktu untuk menonton aksi James ...
aya selalu menyukai sensasi rasa seperti ini: menantikan kehadiran film yang menjadi salah satu inspirasi, imajinasi dan kenangan masa lalu yang selalu melekat di hati, seperti Star Wars. Saya sudah ...
eharuan begitu menyentak dada saya saat menonton film ini. Betapa tidak? Adegan-adegan yang tersaji dihadapan mata saya seakan membawa kembali ke nostalgia 30 tahun silam, saat melewati masa kecil di ...
udah lama saya "mengincar" untuk menonton film ini. Sebagai salah satu serial komedi yang ditayangkan sejak tahun 2002 di TransTV, saya senantiasa menjadi penggemar setia untuk menantikan serial televisi kegemaran ...
ejak iklan dan poster film ini ditayangkan bulan lalu, kedua anak saya, Rizky dan Alya sudah penasaran dan meminta saya untuk menyiapkan waktu bersama untuk menontonnya. Alhamdulillah, saat itu tiba ...
FILM “AMBILKAN BULAN”: MENGABADIKAN KENANGAN LAGU MASA KECIL
FILM SURGA MENANTI : TENTANG SEMANGAT TAUHID &
FILM ICE AGE-4 (CONTINENTAL DRIFT): KISAH PERSAHABATAN DAN
FILM “ATHIRAH” : SIMPONI SUNYI PEREMPUAN TEGAR DARI
FILM “PLANES” : SEMANGAT KEBANGKITAN SANG PESAWAT “PECUNDANG”
FILM “ANAK MUDA PALSU” : TENTANG KESETIAKAWANAN DAN
FILM DOCTOR STRANGE IN THE MULTIVERSE OF MADNESS:
FILM 3 SRIKANDI : TENTANG MEREKA YANG MENYALAKAN
AYAHMU BULAN, ENGKAU MATAHARI : KISAH PEREMPUAN DALAM
FILM SKYFALL : AKSI SANG JAGOAN PADA TEPIAN
STAR WARS VII FORCE AWAKENS : KEBANGKITAN SETELAH
FILM “CITA-CITAKU SETINGGI TANAH” : PELAJARAN MENYIKAPI IMPIAN
BAJAJ BAJURI THE MOVIE : KEHEBOHAN YANG KOCAK
FILM BRANDAL-BRANDAL CILIWUNG : PATRIOTISME DALAM NUANSA KEBHINEKAAN
One Reply to “FILM TANAH SURGA, KATANYA : IRONI KEBANGSAAN DALAM KEMELARATAN DI PERBATASAN”
Bagus nih felemnya, kita berharap. film – film karya anak bangsa ini, akan semakin berkualitas. sehingga anak – anak indonesia akan tumbuh cerdas, dengan tontonan yang berkualitas juga.
Bagus nih felemnya, kita berharap. film – film karya anak bangsa ini, akan semakin berkualitas. sehingga anak – anak indonesia akan tumbuh cerdas, dengan tontonan yang berkualitas juga.