Pada tanggal 1 Desember 2006, saya memuat tulisan di situs Panyingkul tentang pengalaman kawan saya Heru Kuswanto yang merayakan lebaran di atas anjungan pengeboran lepas pantai. Menjelang lebaran saat ini, saya kembali terkenang menulis artikel tersebut ketika ada kawan kantor saya sekarang akan melakoni hal serupa. Dibawah ini saya salin kembali tulisannya:
==========
Pengalaman berlebaran jauh dari keluarga adalah hal yang lazim dirasakan sebagian orang. Tapi bagaimana dengan pengalaman merayakan lebaran di lepas pantai, di atas rig yang terisolasi dari kehidupan luar? Heru Kuswanto, insinyur yang bekerja pada salah satu perusahaan terkait bidang perminyakan, menuturkan pengalamannya, yang kemudian dituliskan oleh citizen reporter Amril Taufiq Gobel. (p!)
Gerimis mengguyur ketika kami baru saja akan bersiap-siap melaksanakan shalat Idul Fitri Hari Selasa pagi, 24 Oktober 2006, di atas helipad Nanhai Rig-2 untuk proyek Drilling Genting Oil Natuna, Pte,Ltd yang berada di perairan Natuna Barat Laut (kira-kira 58 jam perjalanan laut dari Batam). Untung saja, gerimis segera reda, namun deru angin yang menerpa helipad rig tak urung membuat rasa dingin yang menggigilkan tubuh. Meskipun demikian, semangat para pekerja di rig itu tidak kendor. Walau jauh dari keluarga, gema takbir, tahlil dan tahmid berkumandang syahdu menikam langit yang perlahan-lahan kian cerah. Matahari muncul malu-malu di balik awan. Wajah-wajah peserta shalat di rig sangat ceria menyambut hari kemenangan di tengah laut yang ombaknya tak letih berdebur di kaki rig.
Saya sendiri pada saat itu tidak mengenakan pakaian yang lazimnya digunakan untuk sholat seperti baju koko atau kopiah, namun memakai pakaian kerja terusan warna merah karena kebetulan usai shalat Idul Fitri, harus mengoperasikan barang yang disewa oleh Genting Oil (Anderdrift). Saya bertindak sebagai teknisi alat tersebut. Beberapa rekan insinyur lain juga mengenakan pakaian serupa karena segera setelah shalat mereka pun akan kembali terjun bekerja mengebor bumi yang saat ini memasuki Sumur ketiga.
Pak Mulyadi yang sehari-harinya bertugas sebagai petugas jasa boga alias kepala koki di Rig Nan-Hai 2 bertindak sebagai khatib sekaligus imam. Beliau mengenakan pakaian putih dan kopiah putih. Ada dua puluh orang peserta sholat id yang dimulai pukul 06.30 pagi. Pak Mulyadi melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai imam. Para peserta rig menunaikan ibadah dengan khusyuk ditingkah suara Pak Mulyadi yang dengan lantang melantunkan ayat-ayat suci Al Qur’an tanpa pengeras suara disela-sela deru angin dan mesin.
Pak Mulyadi juga menyampaikan khutbahnya dengan mantap. Materi khutbah yang diperolehnya dari internet malam sebelumnya, berisikan pesan mengenai perlunya kita sebagai manusia senantiasa bersyukur pada Sang Khalik, Allah SWT. Wujud syukur hendaknya diimplementasikan dalam setiap gerak langkah umatnya terutama ketika berinteraksi dengan sesama manusia.
Usai sholat id, kami semua saling bersalam-salaman dan berfoto bersama di dekat anjungan helipad. Wakil dari dari Genting Oil, Mr.Lester Robertson, sudah menginstruksikan juru masak untuk menyiapkan hidangan istimewa buat kru rig yang merayakan hari raya itu. Yang paling istimewa tentu saja adalah hidangan ikan yang kami pancing di malam takbiran, selain hidangan-hidangan hari raya yang lazim seperti opor ayam atau sambal goreng hati. Hasil pancingan itu telah berubah menjadi ikan bakar, ikan goreng bahkan sup ikan. Sungguh sebuah pengalaman berlebaran yang sangat berkesan di atas rig.










Memang lebaran di tempat yang jauh menimbulkan rasa kangen pada kampoung halaman, akan tetapi disinilah seninya dan akan menjadi moment yang tak terlupakan meskipun sudah balik ke kampoeng halaman