MENYUSURI JEJAK LELUHUR DI GORONTALO : REUNI KELUARGA & JADI KAKEK !
Kesempatan itu datang setelah 22 tahun berlalu. Kembali mengunjungi kampung halaman kedua orangtua saya di Gorontalo, yang kini telah menjadi Provinsi ke-32 Indonesia sungguh merupakan berkah yang sangat saya syukuri. Pelaksanaan Blogilicious Gorontalo, 15-16 September 2012 menjadi momentum terbaik untuk bersilaturrahmi dengan keluarga ayah dan ibu di Gorontalo.
Pada malam saat saya tiba di kota yang dijuluki sebagai “Serambi Madinah” ini, saya dijemput oleh keluarga Kakak Sepupu saya Fenny Monoarfa serta tante saya (adik bungsu ibu) Maryam Igirisa. yang didampingi putrinya Tessy yang kini bekerja di Bank Sulut Gorontalo. Saya dijemput di Gerai Donat J-Co didepan Mal Gorontalo. Bersama mobil Daihatsu Terios milik Kak Fenny, kami lalu meluncur menuju rumah Om Musa (adik ibu saya) di Tapa.
Sekitar 10 menit kemudian, saya akhirnya tiba di rumah Om Musa. Saya masih ingat betul pada tahun 1990 lalu rumah besar ini ditempati oleh kakek/nenek saya (Bapu Pipo/Nenek Bibi, ibunda ibu saya). Om Musa menyambut kedatangan saya dengan penuh rasa haru. Terakhir jumpa kalau tidak salah tahun 1996 ketika beliau mengikuti pelatihan Departemen Koperasi di Bekasi. Rombongan kami dijamu dengan pisang goreng Gorontalo plus sambal. Mungkin paduan yang aneh, kok bisa pisang goreng dicocol ke sambal? Tapi memang demikianlah adanya. Rasanya pas dan lezat. Apalagi saat dihidangkan hangat-hangat. Maknyus!
Dari rumah Om Musa, saya mampir dirumah belakang dimana saudara-saudara sepupu saya bermukim. Kami saling melepas rindu dan berfoto bersama. Saya masih ingat betul, 22 tahun silam saat berkunjung ke rumah ini, dibelakangnya terdapat hamparan sawah yang sebagian diantaranya milik kakek/nenek saya. Kini, sebagian besar sudah dibangun perumahan. Pada kesempatan tersebut sayapun sempat mencoba Bentor (Becak Motor) khas Gorontalo yang dimiliki kakak sepupu. Lihat penampilan saya diatas bergaya diatas Bentor!
Dari rumah Om Musa, rombongan bergerak ke rumah Ibu Titi (adik ibu saya) yang baru saja memasuki masa pensiun sebagai Kepala Sekolah SD di Gorontalo. Rumah beliau ternyata terletak tak jauh dari Kompleks Pemakaman Hubulo dan Pesantren Modern Hubulo. Di rumah Ibu Titi, saya dijamu Ikan bakar rica-rica yang lezatnya minta ampun. Keringat saya mengucur deras saat menyantapnya. Pedas tapi nikmat. Dari rumah ibu Titi kami lalu meluncur ke rumah Mama Ako (nama panggilan tante saya, Maryam Igirisa). Rupanya hari itu Mama Ako yang juga merupakan pensiunan di PT Telkom berulang tahun. Kami menyantap hidangan kue ulang tahun bersama-sama. Dari rumah mama Ako, kak Fenny mengantar saya kembali ke hotel Maqna.
Seusai acara Blogilicious hari pertama, saya dijemput di hotel oleh supir Kak Fenny untuk menginap di rumahnya di Jl.Rusli Datau. Disana rupanya sudah berkumpul keluarga besar kami mulai dari Om-om, Tante-Tante, saudara-saudara sepupu yang berkumpul dalam suasana hangat dan akrab.
Sangat menyenangkan bertemu kembali dengan Kak Roni Monoarfa (adik Kak Fenny) yang merupakan guru gitar saya. Kami terakhir jumpa tahun 1993 sebelum beliau kembali ke Gorontalo. Saya masih ingat betul bagaimana Kak Roni mengajari saya bermain gitar di tahun 1983-1987 dengan gayanya yang tegas dan akhirnya membuat saya mampu menjadi pengiring gitar di Vokal Group SMP dan SMA. Kami menyempatkan diri foto bersama di halaman belakang rumah kak Fenny.
Satu hal yang cukup mengejutkan buat saya pada reuni keluarga ini adalah saya ini ternyata sudah jadi kakek, ketika diperkenalkan cucu dari saudara sepupu saya Kak Netty (adik Kak Fenny). Hampir tak percaya rasanya, tapi begitulah keadaannya. Cucu saya baru berusia 3 tahun, dan ketika saya menyapanya, dari arah belakang, Kak Netty menggoda, “Wah ini ada Bapu (kakek dalam bahasa Gorontalo) Jakarta ketemu cucunya nih”. Spontan meledaklah tawa kami sekeluarga.
Dirumah Kak Fenny yang luas saya dengan lahap menyantap hidangan Binde Biluhuta. Luar biasa. Makanan khas ala Gorontalo yang terbuat dari jagung ini benar-benar membuat saya dengan “kalap” melibas hingga 3 piring. Belum lagi ada tambahan lauk Sagela (ikan asap ala Gorontalo) yang dibumbu halus, membuat saya benar-benar menikmati “petualangan kuliner” yang dashyat. Malam itu saya menginap di rumah Kak Fenny.
Keesokan harinya, Minggu (16/9) bersama kak Fenny, saya diantar berziarah ke kompleks makam Hubulo di desa Kramat Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bulango (tak jauh dari rumah ibu Titi). Seperti diuraikan dari link ini :
Makam yang berada dipuncak sebuah bukit ini, memang sudah dikenal luas oleh masyarakat yang ada di Gorontalo. Raja Bolango yang memimpin pada 1752-1772 merupakan tokoh yang getol menyebarkan agama Islam di daratan Gorontalo dan sekitarnya. Raja Bolango sendiri memiliki nama asli yakni Hubulo yang kemudian pada zaman penjajahan Belanda disebut Gobel.
Hal ini tidak lepas dari lidah para zionis Belanda kala itu yang agak tersendat-sendat menyebut nama Hubulo sehingga kemudian mereka menyebut Hubulo dengan nama Gobel. Makam Hubulo sendiri saat ini juga menjadi makam keluarga besar Gobel. Ditempat ini bahkan terdapat makam Thayeb Mohammad Gobel pendiri perusahaan elektronik Indonesia PT National Panasonic Gobel, yang kini usaha keluarga tersebut dilanjutkan oleh putranya Rahmat Gobel.
Menurut sejumlah warga sekitar, seperti makam aulia lainnya di Gorontalo, tempat ini selalu menjadi pilihan warga untuk melakukan berbagai ritual ziarah. “Biasanya warga yang datang dari berbagai pelosok ini melakukan ziarah pada waktu-waktu hari besar keagamaaan Islam,” tandas Arfan Gobel yang juga merupakan petugas makam Hubulo. Meski demikian di hari-hari lainnya tempat ini juga sering didatangi warga.
Tidak hanya berziarah saja, beberapa warga yang datang juga melakukan ritual penyembuhan penyakit. “Biasanya ada orang sakit yang coba disembuhkan ditempat ini, pemandangan seperti ini sudah menjadi hal yang lumrah bagi kami warga sekitar,” papar Arfan.
Selain itu juga, lokasi makam raja Hubulo yang telah menjadi kompleks pemakaman keluarga, disetiap hari Raya Idul Fitri selalu ramai dikunjungi kerabat dari keluarga besar Gobel yang disemayamkan di bukit tersebut.
Menariknya, dalam setiap warga yang datang berziarah ke makam raja Hubulo, selalu membawa pulang tanah yang berada diatas pusara raja Hubulo. Konon tanah kalau dibuang kedalam sumur bisa menjadikan air sumur menjadi sangat jernih, serta masih banyak lagi khasiat dari tanah tersebut. Anehnya, meski sering diambil tanah tersebut, kondisi makan raja hubulo tidak pernah berubah.
“Tanah yang diambil oleh warga tidak akan membuat makam raja Hubulo menjadi berlubang atau amblas kedalam. Hal ini disebabkan karena memang makam tersebut adalah bukan makam sembarangan,” terang Arfan.
Ini adalah kali kedua saya ke makam Hubulo. Disini dimakamkan kakek buyut saya, Bapu Dadi. Selain ke makam leluhur Raja Bulango Hubulo yang berada didalam sebuah tempat berkubah besar, Saya sempat berziarah ke makam alm.Bapu Dadi serta makam alm.Thayeb Muhammad Gobel (pendiri PT National Panasonic Gobel) serta makam alm. Bapu Abdul Rahman Gobel. Di bukit tersebut, saya menyaksikan hamparan makam-makam keluarga besar Gobel. Dari tempat tersebut, saya sempat mampir berkeliling sejenak di Pesantren Moderen Hubulo yang didirikan oleh Bapak Alm.Thayeb Muhammad Gobel. Tempatnya sungguh teduh dan asri. Barisan pepohonan melingkupi lingkungan pesantren yang gedungnya didominasi warna hijau tersebut. Seminggu sebelumnya pesantren ini mengadakan Festival Hubulo yang dimeriahkan oleh Haddad Alwi, dkk.
Dari Hubulo, saya diantar kak Fenny ke makam kakek dan nenek saya di Botu, yang berjarak kurang lebih 3 km dari Hubulo. Saya juga sekalian nyekar ke makam Bapu Kuna (saudara nenek saya) yang menjadi wali saya untuk melamar calon istri di Yogya, yang kini jadi ibu dari 2 anak saya (baca kisahnya disini). Kompleks pemakaman ini merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi keluarga kakek/nenek saya. Ada makam tante dan Om saya juga disana.
Dengan diantar mobil Kak Fenny saya kembali ke lokasi acara Blogilicious dan dari sana sayapun meluncur menuju bandara Djalaluddin, mengejar pesawat kembali ke Jakarta. Sebelum berangkat, kami sempat berfoto bersama di teras depan rumah Kak Fenny.
Saya menyempatkan diri mampir di rumah tante Endang (adik tiri bapak saya) di Limboto. Sayang sekali, karena waktunya terbatas, saya tidak sempat nyekar ke makam kakek saya, Alm Bapu Sun Gobel yang dimakamkan di Limboto. Saya sangat gembira bisa berjumpa lagi dengan Tante Endang sejak terakhir ketemu 22 tahun silam.
Pukul 13.50 pesawat Garuda GA 643 tinggal landas dari Bandara Djalaluddin. Saya begitu terharu mengunjungi kembali tanah leluhur di Gorontalo dalam sebuah perjalanan yang sangat mengesankan. Semoga bisa “baku dapa” lagi di kesempatan mendatang…
senang sekali baca tulisan perjalanan ini…
jajan yang seru, silaturahmi dengan kerabat…. bernostalgia dengan lokasi lama…. duh.. ngiriiiiiii…!
eh jauh2 ketemu ”odonk-odonk’ juga yaaaaa?? hahahahahaaa…!!!
Thanks ya mbak Linda…Alhamdulillah dapat kesempatan ke Gorontalo. Luar biasa senangnya. Hahaha…iya tuh..ketemu “odong2” bentor :))
Pingback: SPIRIT KEPAHLAWANAN ALM.THAYEB MOHAMMAD GOBEL / Catatan Dari Hati
Pingback: MY BLOGGING KALEIDOSKOP 2012 / Catatan Dari Hati
Pingback: WISATA BUDAYA MADURA (5) : EKSOTISME ASTA TINGGI & SENTRA PERAJIN KERIS SUMENEP YANG MENGESANKAN / Catatan Dari Hati
Pingback: Pisang Goreng Campur Dabu-Dabu – Gorontalo Unite
Pingback: Pisang Goreng Campur Dabu-Dabu - Gorontalo Unite