PSF DAN OBSESI MENGGAGAS MASA DEPAN BANGSA BERKEUNGGULAN
Kami disambut hangat oleh mbak Tyas Handayani dan mas Fickry yang sebelumnya pernah berjumpa dalam acara buka bersama sekaligus presentasi tentang profil PSF di Komunitas Blogger Bekasi 3 bulan lalu. Saya menebar pandangan ke sekeliling area lantai 31, yang terkesan seperti “rumah” dibandingkan nuansa perkantoran megah di kawasan pusat bisnis di Jakarta. Interior yang didominasi dengan ornamen kayu dan ukiran tradisional, menyajikan kehangatan dan keramahtamahan yang khas. Di beberapa sudut terdapat tanaman hijau serta di bagian dinding ada parade lukisan nan indah. Begitu mewah dan elegan. “Tepat di lantai atas kita ini, adalah kediaman pribadi Pak Putra Sampoerna sekeluarga,” jelas mbak Tyas yang juga adalah Digital & Social Media Manager PSF . Kami lalu diajak untuk mencicipi penganan tradisional yang telah disiapkan di meja sambil menunggu beberapa teman lain yang sepertinya agak terlambat tiba karena terhadang macet parah akibat pawai demonstrasi buruh yang terjadi disaat yang sama.
Tak lama kemudian, kami diperkenalkan kepada jajaran direksi Putra Sampoerna Foundation termasuk Managing Director Ibu Nenny Soemawinata yang nanti akan memberikan presentasi. Saya sangat terkesan pada menu makan siang yang disajikan yang sarat dengan sentuhan rasa kuliner tradisional seperti sayur asem, sate ayam, nasi kuning rames dilengkapi tempe goreng. Rasanya begitu nikmat disantap. Saya duduk bersama di sebuah meja makan bulat dan bercakap tentang banyak hal, terutama persoalan-persoalan aktual yang tengah melanda negeri ini dalam suasana penuh canda dan kekeluargaan. Syukurlah sebagian besar yang hadir sudah saling kenal satu sama lain sehingga interaksinya terasa jauh lebih akrab.
Seusai makan siang, kami lalu pindah ke sisi yang lain dimana terdapat jajaran sofa empuk dan didepannya sebuah layar TV LCD 50″ yang akan menampilkan presentasi ibu Nenny. Pertemuan informal ini dibuka oleh mbak Tyas yang memperkenalkan satu persatu perwakilan Putra Sampoerna Foundation yang hadir kemudian memperkenalkan kami yang hadir pada kesempatan tersebut. Suasananya begitu santai dan bersahaja.
Ibu Nenny Soemawinata, Managing Director PSF kemudian tampil menyajikan presentasi berjudul “Peranan Agen Perubahan Dalam Praktik CSR di Indonesia”. Dengan gaya yang memikat, beliau membuka presentasi dengan menyajikan fakta menarik hasil riset “Holmes Report” yang menyebutkan “4 dari 10 karyawan (37%) di 24 negara menunjukkan bahwa sangat penting bagi pemilik perusahaan untuk dapat bertanggung jawab kepada masyarakat” dan “55% pekerja di Indonesia mengatakan bahwa sangat penting bagi pemilik perusahaan untuk bertanggung jawab kepada masyarakat”. Sayangnya, kata beliau, kecenderungan di Indonesia, perusahaan meng-kategorikan kegiatan CSR dalam bentuk donasi untuk lingkungan sekitar, bukan bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar. Padahal definisi CSR (Corporate Social Responsibility) itu sendiri adalah adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan.
“Untuk itu, sejak PSF digagas tahun 2001, kita merubah orientasi dari visi filantropi menjadi Social Bisnis. Intinya adalah Sustanability atau keberlanjutan. PSF berharap tidak sekedar berhenti pada pemberian beasiswa namun juga memikirkan upaya-upaya pemberdayaan dunia pendidikan dengan program-program yang relevan dan membumi,” tambah ibu Nenny.
“Berdasarkan hasil survey McKinsey&Co, sistem pendidikan dan kendala bakat menjadi isu penting bagi keberhasilan bisnis masa depan, jurang keterampilan yang makin melebar di berbagai jenjang kian memperparah hal ini, sehingga PSF berupaya melakukan upaya-upaya strategis agar situasi ini bisa teratasi dengan menerapkan 4 pilar utama yakni Pendidikan, Pemberdayaan Wanita, Kewirausahaan dan Bantuan Kemanusiaan dalam kiprahnya,”ujar ibu Nenny yang pernah menjabat sebagai direktur operasi RCTI (1999-2001) dan sejak 2009 menjabat sebagai Managing Director PSF ini.
“Implementasi dari keempat pilar tersebut,”lanjutnya,”tak hanya membangun sekolah Akademi Siswa Bangsa Internasional, Koperasi Siswa Bangsa dan Universitas Siswa Bangsa Internasional yang menampung siswa berprestasi dan kurang mampu dengan menerapkan basis pendidikan berstandar internasional, namun juga program pemberdayaan perempuan melalui sahabat wanita, jaringan kewirausahaan lewat program Mekar sampai bantuan kemanusiaan ‘Bait Al Kamil”. Tidak hanya itu, PSF juga mengembangkan School Development Outreach yang bertujuan untuk meningkatkan standar kualitas sekolah dan para pendidik agar Indonesia siap menghadapi tantangan global melalui SDP (Pengembangan Manajemen Sekolah), PDP(Pengembangan Profesionalisme Guru) dan ERP (Pengembangan Sarana dan Prasarana) dimana sejak 7 tahun beroperasi telah melibatkan 21 korporasi, 36 staf termasuk 3 fasilitator, 23.000 guru, 118 sekolah dan 9 madrasah”.
Ibu Nenny kemudian dengan bangga menuturkan bahwa prestasi lulusan ASBI (Akademi Siswa Bangsa Internasional) yang sebagian besar berasal dari keluarga tidak mampu memperlihatkan hasil yang sangat luar biasa. “Ekosistem pendidikan yang dibangun dalam Siswa Bangsa Education Ecosystem menjadi elemen utama untuk menciptakan pemimpin dan bangsa yang berkeunggulan di masa depan dengan memberikan kontribusi dan perubahan sosial serta perkembangan ekonomi di komunitas mereka,” imbuh Ibu Nenny. Di Sampoerna Academy Bogor kampus misalnya, siswa-siswa terpilih dari berbagai propinsi di Indonesia “digembleng” bersama dengan program pendidikan bertaraf Internasional sehingga mampu berkompetisi di masa depan dengan kompetensi yang dimilikinya.
Ajang diskusi berlangsung menarik. Mas Wicaksono Ndoro Kakung misalnya menanyakan apa saja tantangan terberat yang dihadapi oleh PSF selama ini terutama ketika publik mulai mengaitkan kehadiran yayasan ini sebagai bagian dari upaya mengemas citra. Ibu Nenny menyatakan memang tak mudah saat pertama kali mendirikan PSF, di awal memang dana operasional pengelolaan murni berasal dari Putra Sampoerna namun dalam perkembangannya, secara bertahap ada sejumlah lembaga donor yang memiliki kepedulian tinggi bagi kualitas pendidikan di Indonesia ikut berpartisipasi di PSF setelah melihat komitmen yayasan ini dalam mewujudkan gagasannya. Ibu Nenny kemudian menyinggung soal filosofi tiga tangan yang dianut oleh Sampoerna Group yaitu : Produsen, Distributor, dan Konsumen dimana ketiganya memerlukan sinergi yang saling menguatkan agar tujuan yang diharapkan bisa tercapai. Filosofi inipun diterapkan oleh PSF terutama dalam menjalin kemitraan dengan pihak terkait dan memiliki visi sejalan dengan program yang sudah dicanangkan.
Pernyataan ini ditanggapi oleh mas Gabriel Montadaro dan mbak Ainun Chomsun yang berharap agar 4 pilar PSF kian diberdayakan dengan menjalin konektivitas dan sinergi konstruktif dengan berbagai pihak. Misalnya di pilar Kewirausahaan, Mekar bisa bekerjasama dengan sejumlah Start-Up Company di Indonesia untuk belajar berwirausaha mandiri, di sisi lain pada pilar Pendidikan, PSF dapat pula menggalang interaksi bersama Indonesia Mengajar atau Akademi Berbagi. Sementara itu mas Motulz mengusulkan agar promosi eksistensi PSF kian digencarkan dengan cara para siswa dan alumni yang sudah mengikuti program ini dan meraih prestasi membanggakan dapat menceritakan “Success Story”-nya sendiri, melalui berbagai media, termasuk media sosial. “Ini penting,” kata mas Motulz,”tidak sekedar menuturkan prestasi yang sudah diraih dengan sejumlah tantangan yang dihadapi dan bagaimana menyiasatinya, namun juga setidaknya jadi bagian identifikasi potensi mereka khususnya yang membutuhkan keahlian dan inspirasi serta motivasi positif bagi yang membacanya”.
Pada bagian yang lain saya dan mas Iman Brotoseno juga mengajukan pendapat agar kelak orientasi PSF khususnya mendirikan sekolah Akademi Siswa Bangsa yang bertaraf internasional serta program lainnya juga diarahkan ke Indonesia Timur. Mengenai hal ini Ibu Nenny menanggapi positif dengan berharap agar Pemda setempat di wilayah Indonesia Timur bisa mendukung dan berkoordinasi dengan baik bersama PSF agar bisa terwujud sama seperti yang sudah dilakukan di Palembang, Bogor, Malang dan Bali. Seluruh rangkaian acara “PSF Bloggers Luncheon” berakhir pukul 14.30 siang dan ditutup dengan foto bersama. Terimakasih kepada Putra Sampoerna Foundation yang telah mengundang kami dalam kesempatan tersebut dan mendapatkan banyak pencerahan tentang kiprah PSF selama ini dalam menggagas dan membangun masa depan bangsa yang berkeunggulan.
Sukses selalu untuk Putra Sampoerna Foundation!
wah nice post