Dalam ulasannya, Prof.DR.Ir.Syamsir Abduh mengungkapkan Sasaran Kebijakan Energi Nasional yang dirumuskan oleh DEN (Dewan Energi Nasional) yaitu, tercapainya elastisitas energi < 1 pada tahun 2025 yang diselaraskan dengan target pertumbuhan ekonomi, tercapainya penurunan intensitas energi final sebesar 1 (satu) persen per tahun pada tahun 2025, tercapainya rasio elektrifikasi sebesar 85% pada tahun 2015 dan mendekati sebesar 100% pada tahun 2020 serta tercapainya rasio penggunaan gas rumah tangga pada tahun 2015 sebesar 85%.
Ada sejumlah kendala yang dihadapi untuk mencapai sasaran ideal tersebut, diantaranya Penetapan harga/tarif energi tidak transparan dan subsidi BBM mengakibatkan energi terbarukan tidak menarik dan kemampuan pemerintah terbatas dalam memfasilitasi pengembangan energi terbarukan. Langkah antisipasinya adalah Penetapan harga/tarif energi harus dilakukan secara transparan dan diikuti oleh audit (BBM, TDL dan gas) serta Harga/tarif energi terbarukan harus disubsidi dan dialokasikan dalam APBN untuk bisa bersaing dengan energi fosil demi menjamin ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Selain itu, laniut alumni Teknik Elektro Unhas ini, “Pembebasan lahan dan konflik sosial menghambat pencapaian target pembangunan sektor energi. Untuk itu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembebasan lahan dilain pihak Belum efisiennya pengelolaan energi nasional di sektor hulu dan hilir. Langkah yang perlu dilakukan, diperlukan transparansi dan audit terhadap produksi dan pemanfaatan energi nasional”.
“Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah Koordinasi lintas sektor dan koordinasi pusat – daerah turut memberikan kontribusi terhambatnya pencapaian target pembangunan sektor energi (seperti izin pembangkit). dan lemahnya keinginan untuk memperkuat kandungan lokal mengakibatkan ketergantungan terhadap asing (teknologi, industri, dan SDM) masih sangat tinggi ditambah lagi masih lemahnya dukungan perbankan dan lembaga keuangan dalam negeri dalam pendanaan pembangunan sektor energi”.
Di kesempatan berikutnya, Didi Setiarto (Kepala Divisi Pertimbangan Hukum dan Formalitas SKK Migas) menyoroti soal perlunya dilakukan simplifikasi perizinan dalam eksplorasi migas. “Ini sangat penting agar, proses administrasi birokrasi serta regulasi bisa lebih ringkas dan mudah. Sebagai gambaran, di tingkat daerah atau instansi proses perizinan mencapai 343 buah (mulai dari Survey, Exploration, Development, Produksi, dan Pasca operasi), jenis perizinan 85 buah dan dikeluarkan 17 instansi kemudian yang diterbitkan Kementerian ESDM ada 52 buah dengan jenis perizinan 20 buah.”.
Prof.Hikmahanto Juwana (Guru Besar Fakultas Hukum Internasional UI) di sesi selanjutnya menyoroti Perubahan bentuk kelembagaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menjadi badan usaha, relatif bisa melemahkan lembaga tersebut. “Bila bentuknya BUMN (Badan Usaha Milik Negara) maka SKK Migas akan rentan untuk dipailitkan. Akan lebih baik jika bentuk kelembagaan SKK Migas seperti Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), atau Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).”, tambahnya
“Sebagai wakil pemerintah dalam mengatur industri hulu migas nasional,” lanjut pria kelahiran Jakarta,23 November 1965 dan pernah menjabat sebagai Dekan Fak.Hukum UI 2004-2008 ini, “peranan SKK Migas sangat penting . Keberadaan SKK Migas ini pula dapat dijadikan bumper saat pemerintah terancam gugatan hukum oleh perusahaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) termasuk juga bisa diberi untuk kewenangan untuk memberikan konsesi pasca diberlakukannya UU Migas yang baru. Kelak, penandatanganan kontrak dengan kontraktor dilakukan oleh SKK Migas. Dari sisi komersial, seyogyanya SKK Migas juga bisa diberi kewenangan agar dapat menjual minyak milik pemerintah. Dengan demikian Pertamina bisa lebih fokus untuk eksploitasi dan eksplorasi ladang migas baru”.
Pada sesi selanjutnya, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM yang diwakili Kasubdit Pengawasan Eksploitasi Dirjen Migas DR. Patuan Alfon Simanjuntak menyatakan prospek eksplorasi dan eksploitasi di kawasan Timur Indonesia sangat bagus. “Terdapat proyek pengembangan minyak dan gas bumi yang telah dan akan dilaksanakan di Kawasan Timur Indonesia antara lain Pengembangan Gas Masela, Donggi- Senoro, Tangguh Train 3 dan Gas Kota (City Gas) di Kabupaten Wajo. Kami mengharapkan proyek pengembangan migas tersebut diatas dapat di-support oleh Pemerintah Daerah sehingga diharapkan dapat menimbulkan efek domino terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar.
Beliau kemudian menambahkan, Upaya Kementerian saat ini yang tengah mereformasi tata pengelolaan minyak dan gas bumi melalui upaya deregulasi, debirokratisasi serta pelayanan terpadu bersama spirit “Nawa Cita” juga perlu mendapat perhatian. Deregulasi adalah upaya penyempurnaan atau revisi Peraturan yang disesuaikan dengan dinamika sektor migas saat ini sehingga diharapkan adanya kemudahan, kecepatan, serta biaya murah dalam investasi di sektor migas. Dapat kami sampaikan Upaya Deregulasi yang saat ini menjadi prioritas Pemerintah cq. KESDM berkoordinasi dengan Komisi VII DPR RI dan stake holder sektor migas adalah Revisi UU Migas No. 22/2001. Revisi atau penyempurnaan UU Migas No. 22/2001 diharapkan dapat meningkatkan investasi, penawaran wilayah kerja dan kegiatan eksplorasi guna mendukung program peningkatan produksi migas.
Sedangkan Debirokratisasi adalah upaya pengurangan hambatan yang terdapat dalam sistem birokrasi. Dalam rangka mengurai sumbatan-sumbatan dalam birokrasi, Kementerian ESDM telah membentuk Unit Pengendali Kinerja (UPK) dimana keanggotaanya terdiri dari internal dan eksternal KESDM. Yang tidak kalah penting tentunya adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai ujung tombak berhasil tidaknya penerapan upaya debirokratisasi dimaksud.
“Dapat disampaikan pula,”tambahnya lagi, bahwa saat ini dalam rangka menciptakan proses perizinan di sub sektor migas agar menghindari proses yang panjang, secara bertahap seluruh proses perizinan akan diserahkan pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam bentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Upaya-upaya yang dilakukan di KESDM untuk mereformasi tata kelola migas, diharapkan dapat diikuti di Pemerintahan Daerah sehingga terbentuk sinergi antar instansi untuk dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan di sektor migas (antara lain tumpang tindih lahan, perijinan dan kendala sosial) untuk mengakselerasi pengembangan migas di Daerah dapat terjadi. Pengembangan migas di Daerah diharapkan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat di Daerah.
(Bersambung)

Hulu Minyak dan Gas Bumi itu bentuknya BUMN ta kak?
wah makasi infonya yaa
semoga semakin berkembang
Emang simposium migasnya diadakan berapa waktu sekali Mas?