JELAJAH GIZI 2015 (1) : MENGUAK POTENSI PANGAN, KEKAYAAN NUTRISI DAN KEARIFAN LOKAL DI PULAU DEWATA

_MG_5580

Pesawat Lion Air JT-030 yang ditumpangi rombongan peserta Jelajah Gizi 2015 mendarat mulus di bandar udara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali, Jum’at (30/10) setelah mengalami keterlambatan selama satu jam lebih akibat kendala teknis .Cuaca terlihat begitu cerah, matahari bersinar terang menyapa hangat kehadiran kami di pulau dewata. Ini adalah kali ketiga saya ke Bali. Pada tahun 2012 lalu saya datang bersama rombongan kawan-kawan kantor PT Cameron Services International melaksanakan Employee Gathering dan Akhir Maret 2014, saya datang sebagai blogger menghadiri kampanye PDIP. Kali ini saya bersama 10 orang blogger pemenang lomba plus wartawan dari sejumlah media ke Bali lagi untuk menguak potensi pangan, kekayaan nutrisi dan kearifan lokal nan eksotis di lokasi wisata fenomenal ini lewat Jelajah Gizi. Setelah semua berkumpul kami lalu beranjak menuju bis yang disediakan. Berhubung waktu sholat Jum’at telah tiba, sebelum melanjutkan perjalanan ke Ubud, rombongan kami mampir ke salah satu masjid tak jauh dari Bandara untuk menunaikan sholat Jum’at secara berjamaah.

Pukul 13.00 WITA, dua bis berukuran sedang #JelajahGiziBali meneruskan perjalanan menuju Ubud. Diatas bis kami disajikan nasi kotak berisi makanan khas daerah setempat berupa ayam betutu dan tumis gonda yang sekilas mirip tumis kangkung. Rasanya nikmat sekali!. Sebuah awal yang begitu memikat dari Jelajah Gizi 2015 yang merupakan kegiatan ketiga kalinya sejak tahun 2012. Program Jelajah Gizi diselenggarakan oleh Sari Husada dan sebagai upaya memperkenalkan potensi makanan daerah dan zat gizi didalamnya lewat kunjungan di berbagai daerah dengan mengajak wartawan dan blogger serta pendampingan oleh pakar gizi. Pada perjalanan kami kali ini, Prof.Ahmad Sulaeman, Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) mendampingi kami dalam menjelaskan kandungan nutrisi dari makanan Bali yang sensasional.

DSCN8668

Destinasi pertama kami adalah kawasan agro wisata Bali Pulina yang terletak di Banjar Pujung Kelod, Desa Sebatu, Kecamatan Tegalalangm Kabupaten Gianyar. Produk utama kawasan yang berdiri sejak 19 Januari 2011 ini adalah Kopi Luwak, selain itu terdapat pula kebun kopi dan coklat yang ditata asri serta tentu saja peternakan luwak yang dikembangbiakkan disana. Saya tiba-tiba teringat film “Bucket List” (2007) yang dimainkan dengan apik oleh Jack Nicholson dan Morgan Freeman. Pada film tersebut, Kopi Luwak ditampilkan pada adegan saat Morgan Freeman yang terbaring lemah menanyakan kepada sahabatnya Jack Nicholson–yang juga terbaring sakit di ranjang sebelahnya– jenis kopi yang terletak disampingnya (video adegan tersebut bisa lihat disini). Konon, sejak film itu dirilis, kopi luwak yang konon menjadi kopi termahal di dunia semakin terkenal dan populer.

DSCN8600 (Copy) DSCN8597 (Copy)

Di Bali Pulina, kopi luwak diproduksi secara tradisional, mulai dari pembibitan dan pemeliharaan kopi, perawatan luwak, proses fermentasi kopi di perut luwak, hingga pengeringan dan sangrai sampai digiling menjadi kopi yang siap dikonsumsi. Tak heran jika harga yang ditawarkan memang tidak murah mengingat rantai prosesnya panjang dan rumit. Sebungkus kopi Luwak seberat 1 kg bisa mencapai harga Rp 1 juta.  “Apalagi,” kata mas Purna, salah satu pengelola Bali Punai kepada kami,”Luwak tidak hanya mengkonsumsi kopi saja tetapi juga buah-buahan lain yang ada disekitar sehingga proses fermentasi kopi di perut Luwakpun butuh waktu. Belum lagi proses pemilahan, pembersihan, pengeringan, sangrai hingga penggilingan. Jadi belum bisa diproduksi secara massal”. Pengelola Bali Pulina juga menjalin sinergi konstruktif dengan petani lokal sekitar untuk suplai biji kopi termasuk membantu proses distribusinya.

IMG_0401 (Copy) DSCN8627 (Copy)

DSCN8623

DSCN8657 (Copy)

Prof.Ahmad Sulaeman juga memberikan pemaparan dalam sesi istirahat sembari menyantap hidangan pisang goreng serta kopi luwak tradisional ala Bali ini. “Minum kopi,” kata beliau,”tak selalu berarti identik dengan beresiko menganggu kesehatan terutama jantung. Bagi orang-orang yang secara genetis cocok untuk minum kopi, justru ekstrak kopi yang diminumnya sangat mendukung kesehatan bahkan menjadi tenaga tambahan. Kendati demikian, tentu tak berlaku pada semua orang. Pada beberapa kasus tertentu ada juga orang yang secara genetis justru dengan meminum kopi berbahaya pada tubuhnya”. Sebagai tindakan preventif, lanjut pakar gizi dari IPB ini, jika terasa kepala agak pusing dan jantung berdebar cepat, segera hentikan meminum kopi.

Di Bali Pulina, kopi luwakdisajikan dalam berbagai varian rasa antara lain lemon tea, ginger tea, ginger coffee, ginseng coffee, chocolate coffee, pure cocoa, vanilla coffee, dan Bali coffee. Sebuah tatakan memanjang digunakan untuk meletakkan jejeran cangkir kecil kopi dengan beragam rasa tersebut untuk bisa langsung dicicipi oleh pengunjung yang hadir. Saya sendiri yang baru pertama kali merasakan kopi luwak tradisional, mencoba rasa lemon tea dan vanilla coffee. Nikmat sekali!. Saya bahkan mengabaikan fakta bahwa kopi yang dihasilkan ini berasal dari kotoran bekas proses fermentasi di perut luwak. Sensasi rasa yang menyertainya begitu menggoda. Agak-agak asam namun legit dengan aroma kopi yang kental.

IMG_0439

Hal yang menarik pula di Bali Pulina adalah pemandangan alam yang ditawarkan. Pada area seluas 1,5 ha pengunjung bisa menikmati lanskap sawah yang berundak-undak melalui anjungan dari dek kayu berbentuk daun kopi (berkapasitas maksimal 20 orang dewasa). Saya sangat takjub menyaksikan pemandangan yang indah dan dapat disaksikan dari ketinggian. Sejumlah pengunjung, termasuk kami para peserta Jelajah Gizi menuntaskan hasrat berfoto dengan latar belakang nuansa alam yang memukau. Udara sore yang sejuk membuat suasana terasa begitu nyaman. Saya bersama teman-teman satu grup Kecak, mas Alfonsisus Suhadi (wartawan Kedaulatan Rakyat), mas Iman Rahman Cahyadi (wartawan Beritasatu.com), mbak Lusiana Trisnasari (blogger) dan mbak Andi Annisa Dwi.R (media Detik.com) berfoto bersama diatas anjungan dek kayu Bali Pulina.

DSCN8720 (Copy)

Dari Bali Pulina, kami lalu melanjutkan perjalanan menuju Desa Panglipuran yang berlokasi di kabupaten Bangli, sekitar 45 km dari kota Denpasar. Penduduk asli desa ini berasal dari Gunung Gede di Kintamani. Asal kata Panglipuran sendiri berasal dari kata Pangeling Pura atau tempat suci untuk mengingat para leluhur. Saat menjejakkan kaki disana, saya langsung terkesan pada panorama desa yang tertata rapi dan bersih. Konsep Trimandala dianut oleh desa yang  sudah ada sejak 700 tahun silam ini. Konsep ini mengandung makna tata desa dibagi ke dalam 3 ruang berbeda secara fungsi dan tingkat kesucian yakni utama, madya dan nista. Letak ketiga ruang ini membujur dari utara (gunung) ke selatan (laut), dengan jalan desa lurus berundak sebagai poros tengah memisahkan ruang madya menjadi dua bagian. Pada paling utara dinamakan zona utama atau “ruang para dewa” dimana berdiri bangunan suci pura bernama Panataran yang berfungsi juga sebagai tempat beribadah.

Sementara itu di zona madya atau “ruang manusia” terdapat 76 kaveling pekarangan dan rumah tempat bermukim warga yang terbagi dalam dua jajaran yaitu barat 38 dan timur 38, setiap kaveling memiliki ukuran 800-900 meter persegi memanjang dari barat ke timur. Seluruh rumah warga dipertahankan dengan model seragam.Jalan desa ini bebas dari kendaraan roda empat serta menggunakan bahan paving block dan batu sikat. Pagar tembok membatasi setiap pekarangan rumah dan di bagian depan terdapat gerbang dengan nuansa khas Bali sebagai pintu masuk.

DSCN8686 (Copy)

DSCN8711 (Copy)

DSCN8676 (Copy)Ada satu hal unik di desa ini yaitu pantangan poligami bagi setiap warga lelaki. Bila itu terjadi maka akan dikucilkan ke sebuah tempat terpisah bernama Karang Memadu. Pada kunjungan rombongan Jelajah Gizi kali ini, kami diperkenankan masuk ke rumah nomor 21 untuk menyaksikan langsung suasana didalamnya. Di rumah tersebut, kami disajikan minuman Loloh Cem-Cem. Loloh dalam bahasa Bali berarti Jamu dan saat saya mencoba rasa jamu berwarna hijau ini, rasanya mirip jus kedondong tetapi ada sensasi rasa pedas, asam, asin dan manis. Sungguh sangat menyegarkan tenggorokan.

DSCN8708 (Copy) DSCN8693 (Copy)

_MG_5587

Menurut Prof.Ahmad Sulaeman, minuman ini terbuat dari daun cem-cem yang merupakan tanaman herbal yang tumbuh di sejumlah daerah di Bali. “Minuman ini sangat berkhasiat untuk melancarkan pencernaan serta membantu menurunkan tekanan darah. Bahkan juga bisa menjadi “minuman energi” penambah vitalitas lelaki, apalagi jika dicampur es tentu rasanya akan semakin nikmat,”kata Prof Ahmad bersemangat. Saat hari mulai beranjak senja, rombongan Jelajah Gizi 2015 kemudian bergerak menuju ke Ubud.

Kami tiba di Cooking Class Paon Bali, dusun laplapan Ubud sekitar pukul 19.00 WITA. Disana kami disambut hangat oleh pemilik kelas memasak terkemuka ini ibu Puspa dan pak Wayan. Ternyata Chef Kungfu Muto sudah berada duluan disana menanti kehadiran kami. Di tempat ini, kami belajar membuat es kuwut, lawar putih dan sate lilit. Sebuah meja panjang dengan “peralatan tempur” memasak komplit dengan bahan-bahannya sudah tersedia. Pokoknya kami semua ditantang untuk membuat makan malam kami sendiri !

IMG_0594 (Copy)

Dengan aksi kungfu yang atraktif dan menghibur Chef Muto menjelaskan bahan-bahan yang perlu disiapkan untuk membuat Lawar putih. Yang terpenting tentunya adalah menyiapkan bumbu utama yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas, kunyit,kencur,kemiri, ketumbar, merica, kelapa parut, cabe rawit, terasi, daun serai dan daun ginten. Lawar sendiri adalah lauk pauk khas Bali dengan kombinasi daging (be) dan sayuran (jukut). Sayurannya bisa berasal dari kacang panjang, kacang merah, juga ada buah nangka muda, dan buah pepaya muda.

IMG_0617 (Copy)

Ibu Puspa yang mengajari kami begitu lincah membuat racikan Lawar termasuk memasukkan bahan bumbu-bumbu dasar ke “blender” untuk dihaluskan yang ternyata adalah alu dan lesung tradisional. Menurut Prof. Ahmad Sulaeman,”Masakan Bali dikenal sebagai masakan paling kompleks di dunia karena menggunakan beragam variasi mulai dari rempah-rempah dicampur sayuran, daging dan ikan. Semuanya memiliki kekayaan nutrisi dan potensi gizi yang luar biasa lengkap”.

Di kesempatan yang sama Ibu Puspa dan Chef Muto juga mengajarkan kami membuat es Kuwut. Bahannya sangat sederhana hanya sirup merah, selasih, melon dan jeruk nipis. Saya langsung mencoba dan rasanya benar-benar maknyus menyegarkan. Setelah itu kami diajarkan membuat sate lilit yang pernah dinobatkan sebagai salah satu ikon kuliner tradisional Indonesia oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 2012. Bahan dasarnya adalah ikan (tenggiri, kakap atau tuna) atau ayam. Cara membuatnya lumayan unik karena tidak ditusuk tapi dililitkan pada tangkai batang serai. Daging ayam atau ikan dihaluskan lalu dicampur dengan bumbu rempah seperti bawang merah, bawang putih, cabe merah, kunyit, lengkuas, pala, jahe, ketumbar dan daun jeruk. Kandungan gizi dari sate lilit sungguh komplit karena tidak hanya kalori tetapi juga vitamin A, vitamin B, zat besi, fosfor dan protein.

IMG_0674 (Copy)

IMG_0678 IMG_0723

Saya dan sejumlah peserta lainnya yang mewakili grup masing-masing langsung mencoba pengalaman membuat Lawar Putih dan Sate Lilit. Mulanya memang agak susah, namun saya akhirnya bisa menyelesaikan pembuatan kedua macam masakan khas Bali tersebut, walau terlihat sate lilitnya “galau” dengan kondisi lilitan yang agak berantakan 🙂 . Hasil buatan para peserta kemudian dinilai oleh Chef Muto, Ibu Puspa dan Prof.Ahmad untuk dijadikan poin tambahan bagi grup peserta yang bersangkutan.

IMG_0763 (Copy)

Setelah menjajal pengalaman memasak sendiri, kami kemudian menikmati hidangan makan malam yang disajikan oleh Paon Bali. Di meja panjang dihidangkan tak hanya sate lilit dan lawar, tetapi juga ada Tum (pepes) yang terbuat dari ayam, itik, bebek, daging sapi atau ikan laut. Pengolahan Tum menggunakan jantung pisang yang direbus sebagai tambahan volume dagingnya atau tambahan parutan kelapa muda atau “Goh”. Ada pula pisang Rai (kukus) sebagai hidangan penutup. Merasakan keunikan dan kenikmatan masakan Bali yang kaya rempah sungguh sebuah pengalaman yang sangat menyenangkan.

IMG_0773 (Copy)

Seusai tuntas makan malam, para peserta #JelajahGiziBali berkumpul santai bersama di teras belakang Paon Bali yang luas. Bapak Arif Mujahidin selaku Head of Corporate Affairs Sari Husada menyampaikan kata sambutan sekaligus membuka kegiatan ini. “Setelah memilih destinasi Gunung Kidul dan Kepulauan Seribu sebagai destinasi jelajah gizi di tahun-tahun sebelumnya, maka tahun ini kami memilih Bali karena merupakan salah satu daerah di Indonesia yang menjunjung tinggi kearifan lokal yang tercermin  dari kesenian dan budayanya yang kaya tradisi, unik dan berbeda. Kearifan lokal itu juga terlihat pada masakan Bali yang sangat khas dan lahir dari tradisi turun temurun dan pemanfaatan potensi alam di Bali,” ungkap beliau dengan mata berbinar.

“Saya berharap,”lanjutnya lagi, “para peserta Jelajah Gizi Bali dapat menikmati kuliner Bali yang kaya nutrisi dan sarat dengan kearifan lokal untuk kemudian menuliskannya di media masing-masing, agar sebaran informasi dapat terjangkau luas dan memberikan manfaat besar bagi masyarakat Indonesia”.

Pukul 21.00 WITA rombongan Jelajah Gizi meninggalkan lokasi Paon Bali menuju hotel Grand Sunti Ubud. Dan perjalanan masih terus berlanjut…

11215838_10153684157503486_6697670256765195841_n

f3db4ff379d825cd771cbd8585186f41

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(Bersambung)

 

Related Posts
JELAJAH GIZI 2015 (2) : MENGUAK POTENSI PANGAN, KEKAYAAN NUTRISI DAN KEARIFAN LOKAL DI PULAU DEWATA
agi baru saja merekah di Ubud, Sabtu (31/10),  saat dua bis berukuran sedang yang membawa rombongan Jelajah Gizi bergerak menuju pelabuhan Benoa dari Hotel Grand Sunti. Cahaya matahari nan hangat ...
Posting Terkait
JELAJAH GIZI 2015 (2) : MENGUAK POTENSI PANGAN,

2 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.