Kondisi darurat global akibat Perubahan Iklim yang mengancam banyak jiwa dalam tiga dekade terakhir menjadi agenda penting dalam KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) yang membahas perubahan iklim COP (Conference of the Parties) 26 , di Glasgow, Skotlandia, dan dihadiri sejumlah pemimpin dunia 31 Oktober hingga 12 November 2021.
Meskipun ada komitmen baru yang dibuat oleh negara-negara menjelang COP26, beberapa peneliti memprediksi kenaikan suhu global akan naik 2,7 derajat Celsius pada abad ini. Kenaikan suhu sebesar itu pada akhir abad ini akan menyebabkan kerusakan yang sangat masif di muka bumi dan mengakibatkan banyak bencana alam.
Setelah melalui negosiasi yang intens hingga menjelang akhir COP26, akhirnya The Glasgow Pact (Pakta Glasgow) dikeluarkan, disebut sebagai kesepakatan iklim pertama yang secara eksplisit berencana untuk mengurangi batu bara, bahan bakar fosil terburuk untuk gas rumah kaca.
Kesepakatan itu juga mendesak pengurangan emisi dan menjanjikan lebih banyak alokasi dana untuk negara-negara berkembang guna membantu mereka beradaptasi dengan dampak iklim.
Keberpihakan Global terhadap upaya memelihara lingkungan, mengurangi limbah serta polusi dan menangani perubahan iklim tentu ikut pula menjadi perhatian dalam penerapan strategi rantai pasok. Green Supply Chain Management diinisiasi untuk mengakomodir aktifitas tersebut secara cermat dan tepat guna.
Green supply chain management (GSCM) dalam penerapannya mengarahkan aktifitas industri dan konstruksi untuk meningkatkan keseimbangan antara kinerja marketing dengan isu lingkungan yang melahirkan isu baru seperti penghematan penggunaan energi, dan pengurangan polusi dalam usaha peningkatan strategi kompetitif serta memberikan perhatian lebih terhadap upaya-upaya mengurangi perubahan iklim.
Upaya meningkatkan efektifitas rantai pasok dan memperbaiki jaringan kerja untuk reduksi limbah dan efisiensi operasi termasuk pada delivery produk dan jasa perlu dilakukan perusahaan. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka tujuan dari GSCM adalah untuk untuk mempertimbangkan pengaruh lingkungan dari semua produk dan proses, termasuk pengaruh lingkungan yang berasal dari barang/produk dan proses mulai dari bahan baku sampai dengan produk jadi, dan final disposal produk tersebut.
Secara tegas konsep GSCM menetapkan pengintegrasian perspektif lingkungan ke dalam manajemen rantai pasok mencakup desain produk, pemilihan dan seleksi sumber bahan baku, proses manufaktur, pengiriman produk akhir kepada konsumen serta pengelolaan produk setelah habis masa pakainya.
Implementasi GSCM dalam industry manufaktur dan konstruksi antara lain dengan Green Procurement (Pengadaan Hijau) dimana pengelolaan cermat lingkungan pembelian yang terdiri dari keterlibatan dalam kegiatan pengurangan pembelian, pemakaian ulang dan daur ulang bahan pada proses pembelian. Pengadaan hijau adalah salah suatu solusi untuk lingkungan dan ekonomi konservatif bisnis dan konsep memperoleh pilihan produk dan jasa yang meminimalkan dampak lingkungan.
Dalam sistem Green Procurement, pemasok tempat pembelian bahan hanya dari “mitra hijau” yang memiliki standar mutu lingkungan dan lulus proses audit serta mempertimbangkan pemasok yang mendapatkan ISO dan sertifikat terkait prestasi dalam konsep ramah lingkungan.
Mempromosikan kegiatan daur ulang dalam usaha meningkatkan kesadaran lingkungan dan mengurangi penggunaan bahan yang berbahaya bagi lingkungan juga menjadi bagian dari inisiatif Green Procurement.
Dari sisi industri, Green Manufacture (Manufaktur hijau) merupakan proses produksi yang menggunakan input dengan dampak lingkungan yang rendah, sangat efisien dan menghasilkan sedikit bahkan tidak adanya limbah atau polusi. Manfaat dari penerapan manufaktur hijau yaitu dapat menurunkan biaya bahan baku, keuntungan efisiensi produksi dan meningkatkan citra perusahaan. Pengontrolan penggunaan zat berbahaya, pemeliharaan kualitas air dan kontrol kualitas input sebelum pengolahan menjadi bagian dari aktifitas ini.
Tidak hanya itu, teknologi efisiensi energi yaitu dengan mengurangi daya konsumsi dalam produk, meningkatkan masa hidup produk untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, meningkatkan kapasitas mesin, dan perbaikan desain produk termasuk meningkatkan transaksi digital nirkertas yang ramah lingkungan.
Sebagai bagian dari GSCM, Green Distribution (Distribusi Hijau) berperan penting khususnya penggunaan bahan kemasan ramah lingkungan dan hemat kemasan, juga penggunaan bahan dan waktu untuk proses pemuatan dan pembongkaran barang. Aktifitas daur ulang –jika memungkinkan—menjadi bagian yang tak kalah esensial untuk efisiensi.
Sementara itu , prinsip Green Logistic (Logistik Hijau) meliputi pengiriman langsung ke pengguna barang, penggunaan kendaraan bahan bakar alternatif dan mendistribusikan produk dalam batch merupakan konsep GSCM yang bisa diterapkan untuk mendapatkan strategi rantai pasok yang efektif.
Beruntunglah, PT.Nindya Karya (Persero) memiliki keberpihakan nyata pada aspek pemeliharaan dan kelestarian lingkungan yang sejalan dengan konsep dasar GSCM. Tidak hanya dibuktikan dengan mendapatkan sertifikasi ISO 14000:2015 namun komitmen management serta segenap karyawan untuk berperan bersama menangani masalah perubahan iklim yang telah menjadi persoalan global patut ditumbuhkembangkan melalui ekosistem yang kondusif dan partisipatif untuk pembangunan yang berkelanjutan.
Kedepan, diharapkan spirit GSCM di PT.Nindya Karya (Persero) akan menjadi kebijakan yang implementatif yang bisa diterapkan pada setiap proyek dan aktifitas terkait sebagai bentuk tanggung jawab moral kita , merawat bumi dan lingkungan, sebagai masyarakat Indonesia dan selaku warga dunia.
Catatan:
Tulisan ini dimuat di Majalah Internal PT.Nindya Karya (Persero) edisi Januari 2022











