Industri konstruksi adalah salah satu sektor dengan dampak lingkungan yang signifikan. Penggunaan bahan baku, konsumsi energi, emisi karbon, dan limbah adalah beberapa isu utama yang dihadapi oleh sektor ini.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya keberlanjutan, komitmen terhadap Environmental, Social, and Governance (ESG) menjadi semakin krusial. Namun, implementasi ESG dalam industri konstruksi tidaklah mudah dan menghadapi berbagai tantangan yang kompleks.
Pada CEO Talk yang menjadi Rangkaian Kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Semester Pertama 2024, PT Nindya Karya, tanggal 15 Juli 2024 silam, mengusung tema “Optimize ESG to Achieve Excellence 2024” dimana merefleksikan komitmen manajemen dan segenap karyawan Nindya Karya untuk konsisten menerapkan program ESG.
“Konsep ESG ini sudah inline dengan misi perusahaan yang mengutamakan kesehatan, keselamatan kerja, dan kelestarian lingkungan. Dengan merenapkan konsep ESG yang dilandasi oleh core value AKHLAK, kita bisa menggapai cita-cita kita menjadi perusahaan konstruksi global terpercaya, terkemuka, dan berkelanjutan.” papar Moeharmein Z. Chaniago Direktur Utama PT Nindya Karya pada CEO Talk yang kian menegaskan komitmen tersebut tersebut.
Lantas, apa yang menjadi tantangan penerapan ESG khususnya pada industri konstruksi seperti Nindya Karya?
Beberapa tantangan bisa diidentifikasi antara lain, penggunaan sumber daya yang intensif.
Industri konstruksi sangat bergantung pada penggunaan sumber daya alam seperti batu bara, minyak bumi, dan air. Proses produksi bahan bangunan, seperti semen dan baja, memerlukan energi yang besar dan seringkali menghasilkan emisi karbon yang tinggi.
Tantangan utama adalah bagaimana mengurangi ketergantungan pada sumber daya yang tidak terbarukan dan beralih ke alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Tantangan berikutnya adalah pengelolaan limbah dan polusi. Industri Konstruksi seringkali menghasilkan limbah dalam jumlah besar, termasuk puing-puing bangunan, limbah kimia, dan polusi udara. Tantangan dalam hal ini adalah bagaimana mengelola limbah dengan efisien, mengurangi polusi, dan memastikan bahwa praktik-praktik konstruksi mematuhi standar lingkungan yang ketat.
Transparansi dan Akuntabilitas menjadi tantangan selanjutnya, dimana Penerapan prinsip-prinsip ESG memerlukan transparansi dan akuntabilitas dari seluruh rantai pasokan. Tantangan muncul ketika ada kurangnya data yang akurat dan mekanisme pelaporan yang tidak memadai, sehingga sulit untuk memantau dan mengukur kinerja ESG secara efektif.
Sementara tantangan lain adalah Resistensi Perubahan pada Budaya Kerja. Dalam industri konstruksi yang telah lama beroperasi dengan cara tertentu, perubahan menuju penerapan ESG bisa menghadapi resistensi. Ada kebiasaan lama dan struktur operasional yang sulit diubah, serta kurangnya pemahaman atau pelatihan mengenai praktik berkelanjutan.
Masalah biaya kerapkali menjadi tantangan “klasik” yang perlu memerlukan perhatian. Investasi awal untuk menerapkan praktek-praktek ESG seringkali memerlukan biaya yang besar. Misalnya,teknologi hijau dan bahan bangunan ramah lingkungan biasanya lebih mahal dibandingkan dengan alternatif konvensional.
Dengan uraian tantangan yang cukup kompleks diatas,maka perlu segera disiapkan Langkah-langkah strategis untuk menyikapinya.
Diantaranya Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan yaitu Mendorong inovasi dalam teknologi ramah lingkungan seperti bahan bangunan yang lebih efisien, sistem manajemen limbah yang canggih, dan energi terbarukan dapat membantu mengurangi dampak lingkungan dari industri konstruksi. Misalnya, beton hijau yang menggunakan bahan daur ulang dan energi terbarukan dapat menjadi solusi untuk mengurangi emisi karbon.
Penerapan Sistem Sertifikasi juga bisa menjadi solusi. Mengadopsi sistem sertifikasi seperti LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) atau Green Building Certification dapat memberikan panduan bagi perusahaan dalam menerapkan prinsip-prinsip ESG. Sertifikasi ini juga meningkatkan kredibilitas perusahaan di mata investor dan konsumen.
Sementara itu, Kolaborasi dengan Pemangku Kepentingan juga patut dipertimbangkan. Kolaborasi antara perusahaan konstruksi, pemerintah, dan komunitas lokal sangat penting untuk memastikan bahwa inisiatif ESG berjalan dengan baik. Pemerintah dapat berperan dengan memberikan insentif
pajak atau subsidi untuk proyek-proyek yang ramah lingkungan, sementara komunitas lokal dapat dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait pembangunan.
Perusahaan juga perlu berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan kapasitas karyawan agar memahami pentingnya ESG dan bagaimana menerapkannya dalam pekerjaan sehari-hari. Ini termasuk pendidikan tentang manajemen limbah, efisiensi energi, dan praktik konstruksi berkelanjutan.
Meski investasi awal untuk implementasi ESG bisa tinggi, perusahaan perlu melihatnya sebagai investasi jangka panjang. Biaya untuk tidak menerapkan ESG bisa jauh lebih besar di masa depan, seperti denda karena tidak memenuhi regulasi lingkungan atau kerugian reputasi.
Menerapkan komitmen ESG dalam industri konstruksi memang menantang, namun tidak mustahil. Dengan inovasi teknologi, penerapan sistem sertifikasi, kolaborasi dengan pemangku kepentingan, serta pendidikan dan pendekatan jangka panjang, tantangan-tantangan ini dapat diatasi.
Pada akhirnya, komitmen terhadap ESG tidak hanya akan meningkatkan keberlanjutan lingkungan, tetapi juga memperkuat posisi perusahaan di pasar yang semakin peduli terhadap keberlanjutan.
Sebagai Perusahaan Konstruksi Terkemuka di Indonesia, Nindya Karya akan bisa menerapkan komitmen ESG dengan baik dan konsisten sebagaimana pesan yang telah disampaikan Direksi Nindya Karya di acara CEO Talk Rakornas Semester pertama 2024.
DIMUAT DI MAJALAH INTERNAL NINDYA KARYA “THINK” EDISI JULI-SEPTEMBER 2024










