Takdir kerapkali membawa keajaibannya sendiri.
Seperti saat ini, menatap wajahnya kembali pada sebuah reuni sekolah menengah pertama. Paras jelita yang seakan tak pernah tergerus waktu, meski hampir setengah abad telah terlewati.
Diajeng masih seperti dulu.
Kecantikan sensasional yang dimilikinya saat kami masih berseragam putih biru tak pudar saat kembali bertemu dengannya setelah 360 purnama berlalu.
Aku masih ingat saat pertamakali menyatakan cinta–tepatnya rasa suka– padanya di kantin sekolah yang sepi suatu siang.
“Jadilah temanku, teman paling dekat dihatiku,”kataku rikuh saat itu.
Aku lalu mengangsurkan setangkai bunga Bougenville yang kuambil secara asal di depan kelasku tadi.
Dan Diajeng hanya tersenyum, meraih bunga itu tersipu lalu dengan anggunnya berkata,”kita masih kecil, tapi kamu tetap akan jadi temanku. Selamanya”.
Semuanya akhirnya berlalu begitu saja, bersama alunan waktu yang bergegas. Sampai sekarang. Tetap sebagai teman. Tidak lebih.
Pada reuni ini, aku menyaksikanmu kembali dengan takjub, digandeng mesra sang suami, salah satu konglomerat terkemuka negeri ini.
“Kenalin, ini teman lamaku, Pa,” katanya seraya mempersembahkan senyuman monumentalnya saat memperkenalkan sang suami kepadaku.
Kami lalu bercakap akrab.
Dan reunipun berakhir begitu saja.
Sampai 4 bulan kemudian.
Aku kembali bertemu dengan Diajeng.
Di Pelaminan.
Tepatnya dipelaminan pernikahan anakku dan anaknya, dimana kami berdua saling berbesan satu sama lain.
Aku melirik Diajeng yang tersenyum bahagia disana sembari menggenggam erat tangan istriku yang juga tertawa senang menyambut ucapan selamat para tamu undangan yang datang dalam perhelatan pernikahan anak kami yang mewah ini,
Takdir memang kembali membawa keajaibannya sendiri.
Related Posts
Sebuah pesan tampil atraktif di layar handphone ku.
Dari Rita, pacarku dan ia dengan yakin menyatakan aku adalah pacar pertamanya.
"Kapan bisa ketemu say? Bisa hari inikah?"
Aku menggigit bibir, memikirkan jawaban yang ...
Posting Terkait
Gadis itu menulis diatas secarik kertas dengan tangan bergetar.
Ia mencoba menafsirkan desir-desir rasa yang menggerayangi kalbu nya, menerbitkan rasa nyaman dan juga kangen pada lelaki yang baru akan diperkenalkannya pada ...
Posting Terkait
Istriku uring-uringan dan mendadak membenciku dua hari terakhir ini.
"Aku benci tahi lalatmu. Tahi lalat Rano Karnomu itu!" cetusnya kesal.
"Pokoknya, jangan dekat-dekat! Aku benciii! Benciii! Pergi sanaa!", serunya lagi, lebih galak.
Aku ...
Posting Terkait
Aku menatapnya. Takjub.
Dia menatapku. Marah.
Aku tak tahu apa yang berada di benak wanita muda itu sampai memandangku penuh kebencian. Padahal dia hanya melihat pantulan dirinya sendiri disitu. Dan aku, cukuplah ...
Posting Terkait
Seperti Janjimu
Kita akan bertemu pada suatu tempat, seperti biasa, tanpa seorang pun yang tahu, bahkan suamimu sekalipun. Kita akan melepas rindu satu sama lain dan bercerita tentang banyak hal. Apa ...
Posting Terkait
Lelaki tua yang mengenakan blankon yang duduk persis didepanku menatapku tajam. Pandangannya terlihat misterius. Kumis tebalnya menambah sangar penampilannya. Menakutkan.
Aku bergidik. Dukun itu mendengus dan mendadak ruangan remang-remang disekitarku menerbitkan ...
Posting Terkait
Aku menyeringai puas. Bangga.
Sebagai Debt Collector yang disegani dan ditakuti, membuat debitur bertekuk lutut tanpa daya dan akhirnya terpaksa membayar utangnya merupakan sebuah prestasi tersendiri buatku.
Sang debitur, lelaki tua dengan ...
Posting Terkait
Bangga rasanya menjadi anak seorang dukun terkenal di seantero kota. Dengan segala kharisma dan karunia yang dimilikinya, ayah memiliki segalanya: rumah mewah, mobil mentereng dan tentu saja uang berlimpah hasil ...
Posting Terkait
Aku meradang. Merah. Juga bernanah.
Sudah tiga hari aku bercokol disini, di bokong sebelah kiri salah satu penyanyi dangdut terkenal ibukota, Nana Daranoni.
Sang pemilik bokong tampaknya kurang merasa nyaman atas kehadiranku. ...
Posting Terkait
Dibawah ini adalah Flash-Fiction saya yang merupakan "modifikasi" dari salah satu posting saya dalam lanjutan cerita estafet (cerfet) forum blogfam yang berjudul "Bayang Hitam"
Nah..selamat menikmati:
My Momma always said:
Life was like ...
Posting Terkait
“Segini cukup?” lelaki setengah botak dengan usia nyaris setengah abad itu berkata seraya mengangsurkan selembar cek kepadaku.
Ia tersenyum menyaksikanku memandang takjub jumlah yang tertera di lembaran cek tersebut.
“Itu Istrimu? ...
Posting Terkait
Baginya, cinta adalah nonsens.
Tak ada artinya. Dan Sia-sia.
Entahlah, lelaki itu selalu menganggap cinta adalah sebentuk sakit yang familiar. Ia jadi terbiasa memaknai setiap desir rasa yang menghentak batin tersebut sebagai ...
Posting Terkait
Teng!-Teng!
Tubuhku dipukul dua kali. Begitu selalu. Setiap jam dua dini hari. Biasanya aku terbangun dari lelap tidur dan menyaksikan sesosok lelaki tua, petugas ronda malam kompleks perumahan menatapku puas dengan ...
Posting Terkait
Berkali kali lelaki itu merutuki kebodohannya.
Mengabaikan perasaannya paling dalam kepada perempuan sederhana namun rupawan yang dia sukai, hanya demi harga diri sebagai lelaki kaya, tampan dan terkenal--lalu kemudian, ketika semua ...
Posting Terkait
Memanggilnya Ayah, buatku sesuatu yang membuat canggung. Lelaki separuh baya dengan uban menyelimuti hampir seluruh kepalanya itu tiba-tiba hadir dalam kehidupanku, setelah sekian lama aku bersama ibu. Berdua saja.
"Itu ayahmu ...
Posting Terkait
Perempuan itu memandang mesra ke arahku. Aku pangling. Salah tingkah. Dia lalu memegang lenganku erat-erat seakan tak ingin melepaskan.
Kami lalu berjalan bergandengan tangan di sebuah mall yang ramai.
"Aku selalu berharap ...
Posting Terkait
FLASH FICTION: PACAR PERTAMA
FLASH FICTION: BARANGKALI, CINTA
FLASH FICTION : TAHI LALAT RANO KARNO
FLASH FICTION : CERMIN TOILET
FLASH FICTION : SEPERTI JANJIMU
FLASH FICTION: SETAN KREDIT
FLASH FICTION: AYAHKU, IDOLAKU
FLASH FICTION : TRAGEDI BISUL
FLASH FICTION : KESEMPATAN KEDUA
FLASH FICTION : CINTA SATU MALAM
FLASH FICTION : TIANG LISTRIK
FLASH FICTION: BUKAN JODOH
FLASH FICTION: ROMANSA DI MALL