NICAF, Wujud Komitmen Nindya Karya Kurangi Emisi Karbon Tanah Air
Industri konstruksi merupakan salah satu sektor dengan kontribusi emisi karbon yang signifikan, baik dari penggunaan energi, material bangunan, maupun aktivitas transportasi dan logistik.
Sebagai perusahaan konstruksi yang memiliki peran besar dalam pembangunan infrastruktur nasional, PT Nindya Karya menunjukkan komitmen nyata terhadap keberlanjutan lingkungan dengan meluncurkan Nindya Carbon Footprint Calculator dengan akronim NICAF.
Inovasi ini menjadi bagian dari strategi perusahaan dalam mendukung target penurunan emisi karbon nasional serta mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia..
Dalam rangka menekan emisi karbon, pemerintah Indonesia berusaha mempercepat perkembangan industri energi baru terbarukan (EBT). Melalui PP No. 79 Tahun 2014, Indonesia menargetkan kontribusi EBT dalam campuran energi primer mencapai 23% di tahun 2025 dan minimal 31% pada 2050.
Komitmen pengurangan emisi karbon Indonesia juga terwujud lewat pengesahan UU No. 16 Tahun 2016 yang meratifikasi Perjanjian Paris 2015. Sayangnya, kedua regulasi ini belum sepenuhnya mengakomodasi pencapaian target Net Zero Emission secara komprehensif, bahkan target tersebut mengalami penundaan hingga tahun 2060.
Ketiadaan regulasi yang tegas terkait transisi energi terbarukan menimbulkan dampak negatif, khususnya keraguan kalangan bisnis untuk melakukan investasi jangka panjang dalam jumlah besar di sektor EBT.
Merespons tantangan ini, PT Nindya Karya menunjukkan kepeduliannya terhadap pengelolaan lingkungan, terutama pengendalian emisi karbon, melalui peluncuran NICAF (Nindya Carbon Footprint Calculator).
Program ini merupakan aplikasi penghitung jejak karbon dari kegiatan perusahaan berdasarkan standar kalkulasi yang berlaku umum. Aplikasi ini dirancang terintegrasi secara sistematis, otomatis, dan dapat diakses luas baik untuk organisasi maupun proyek yang sedang berlangsung.
Dengan menggunakan kalkulator ini, Nindya Karya mampu memetakan jejak karbon setiap proyek, merancang strategi pengurangan emisi yang terukur, serta menyusun laporan keberlanjutan yang transparan.
“Nindya Carbon Footprint Calculator” bukan hanya sekadar alat ukur, tetapi juga menjadi bagian dari transformasi hijau perusahaan dalam merespons perubahan iklim. Dengan alat ini, setiap unit kerja dapat melakukan penghitungan emisi dari berbagai aktivitas konstruksi secara akurat dan sistematis, sehingga memudahkan dalam pengambilan keputusan yang lebih ramah lingkungan.
Peluncuran alat ini selaras dengan target Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89% secara mandiri atau hingga 43,2% dengan dukungan internasional pada tahun 2030, sesuai dokumen Enhanced NDC (Nationally Determined Contribution). Selain itu, langkah ini juga mendukung komitmen global dalam Paris Agreement dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 13 tentang penanganan perubahan iklim.
Mengacu pada Permen PUPR No. 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Konstruksi Berkelanjutan, konsultan dan kontraktor diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Hana Fajrianti, VP QHSE Planning & Customer Satisfaction Departemen QHSE Nindya Karya, menjelaskan bahwa NICAF tidak hanya berfungsi menghitung jejak karbon operasional konstruksi, tetapi lebih fokus pada manajemen aset dan peralatan perusahaan. Menurutnya, tingginya emisi mengindikasikan sistem pembakaran yang tidak optimal, yang menandakan rendahnya produktivitas peralatan.
“Tingginya emisi berbanding terbalik dengan produktivitas alat,” ujar Hana.
Hana menambahkan bahwa hingga kini, Nindya menjadi pionir di industri konstruksi dalam penggunaan teknologi aplikasi penghitung karbon secara komprehensif. Selain mendukung program SDGs dan NDC Indonesia, NICAF memberikan manfaat signifikan bagi perusahaan, khususnya dalam layanan konstruksi untuk pemilihan material yang tepat dalam proses bisnis dan menjadi panduan menciptakan kegiatan konstruksi yang berwawasan lingkungan
Dengan adanya Nindya Carbon Footprint Calculator, PT Nindya Karya tidak hanya menunjukkan kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga menjadi pelopor dalam pengembangan proyek konstruksi hijau di Indonesia.
Alat ini diharapkan dapat menjadi standar baru dalam pengelolaan emisi di sektor konstruksi, sekaligus mendorong kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam membangun masa depan yang lebih berkelanjutan.