Catatan Dari Hati

Pengaruh “Brain Rot” pada Kesehatan Mental di Era Digitalisasi

Bayangkan sebuah pagi yang tenang. Anda bangun, membuka mata, dan tanpa sadar meraih ponsel yang terletak di samping bantal. Dalam sekejap, layar menyala dan Anda mulai menjelajahi media sosial. Berita sensasional, video pendek yang lucu, dan meme yang menghibur membanjiri pikiran Anda.

Waktu berlalu tanpa terasa, dan sebelum Anda sadar, setengah jam sudah terbuang begitu saja. Fenomena ini, meskipun tampak sepele, adalah cerminan dari apa yang kini dikenal sebagai “brain rot.”

“Brain rot” adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan penurunan kemampuan berpikir akibat paparan konten digital yang berlebihan.

Dalam dunia di mana teknologi digital mendominasi, otak kita semakin terbiasa dengan informasi instan yang dangkal, membuat kemampuan berpikir kritis dan fokus semakin tergerus.

Dr. Narendra Kinger, Psikolog Klinis dari Rumah Sakit Holy Family di Mumbai, India, menjelaskan bahwa “brain rot” mencerminkan penurunan kemampuan mental secara perlahan, sering kali dikaitkan dengan penggunaan layar yang berlebihan, kurangnya stimulasi, atau pilihan gaya hidup yang tidak sehat.

Lebih lanjut, Oxford University Press mendefinisikan “brain rot” sebagai kemerosotan pada kondisi mental atau intelektual seseorang, terutama sebagai akibat dari konsumsi berlebihan terhadap media digital atau konten berkualitas rendah (receh).

Di era sekarang, aktivitas digital sudah menjadi bagian dari keseharian. Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Twitter memikat perhatian kita dengan algoritma yang dirancang untuk membuat kita terus “scrolling.

Video pendek menjadi hiburan utama, menawarkan kepuasan instan tetapi jarang membawa pemahaman yang mendalam. Ditambah lagi, multitasking digital menjadi kebiasaan banyak orang—menonton video sambil bekerja, membaca berita sambil mendengarkan musik, semuanya dilakukan sekaligus. Namun, apa dampaknya?

Sebagai manusia, otak kita dirancang untuk fokus pada satu hal dalam satu waktu. Ketika kita terbiasa dengan rangsangan instan, seperti video pendek atau berita sensasional, kita mulai kehilangan kemampuan untuk memproses informasi yang lebih kompleks.

Hasilnya? Kesulitan berkonsentrasi, meningkatnya stres, dan perasaan cemas yang sering kali tidak kita sadari penyebabnya. Paparan berlebihan terhadap teknologi digital juga dapat menyebabkan “burnout” atau kelelahan mental yang serius.

Namun, dampaknya tidak hanya berhenti di situ. Kesehatan mental kita juga terancam. Ketika kita terus membandingkan hidup kita dengan kehidupan orang lain di media sosial, perasaan tidak puas dan cemas dapat meningkat.

Ironisnya, meskipun teknologi memungkinkan kita untuk terhubung dengan orang lain, banyak dari kita merasa lebih kesepian dari sebelumnya. Kurangnya interaksi langsung dan hubungan yang bermakna membuat kita merasa terisolasi.

Di Norwegia, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa remaja secara sadar mencari konten “brain rot” di TikTok sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dari stres. Fenomena ini ternyata bersifat global, meskipun dampaknya dapat berbeda-beda tergantung pada lingkungan dan budaya masing-masing.

Penyebab utama “brain rot” adalah penggunaan media sosial secara berlebihan, ditambah dengan kecenderungan memilih konten yang kurang memberikan manfaat edukatif. Jenis konten seperti meme, video pendek, atau cerita viral sering kali dikonsumsi semata-mata untuk hiburan, bukan untuk memperluas wawasan.

Hal ini membuat otak terbiasa dengan informasi dangkal dan mengurangi kemampuannya dalam memproses informasi yang lebih kompleks. Gaya hidup yang kurang aktif secara fisik maupun intelektual juga memperburuk kondisi ini.

Efek dari “brain rot” tidak bisa diremehkan. Salah satu dampak utamanya adalah penurunan kemampuan kognitif, di mana otak menjadi lebih pasif dan kurang mampu berpikir kritis atau analitis.

Selain itu, kecanduan media sosial dapat meningkatkan stres, kecemasan, bahkan depresi. Banyak orang kehilangan produktivitas karena waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar atau bekerja justru habis untuk menggulir konten digital tanpa henti.

Tapi semua ini bukan tanpa solusi. Untuk menghindari “brain rot,” langkah pertama yang bisa kita ambil adalah mengatur waktu layar. Mungkin sulit pada awalnya, tetapi dengan sedikit disiplin, kita bisa menetapkan batas waktu harian untuk penggunaan perangkat digital.

Selain itu, memilih konten yang berkualitas dan edukatif bisa membantu otak kita tetap terstimulasi dengan cara yang sehat.

Detoks digital juga menjadi langkah penting. Bayangkan meluangkan akhir pekan tanpa menyentuh ponsel, menggantinya dengan berjalan-jalan di alam atau membaca buku. Aktivitas seperti meditasi dan mindfulness juga bisa menjadi cara yang efektif untuk menenangkan pikiran yang sibuk.

Selain itu, jangan lupakan pentingnya hubungan sosial yang nyata. Bertemu teman atau keluarga, berbicara langsung tanpa perantara layar, adalah obat ampuh untuk mengatasi kesepian. Di sisi lain, memahami cara kerja algoritma platform digital juga dapat membantu kita lebih bijak dalam mengelola aktivitas online.

Fenomena “brain rot” adalah pengingat bahwa meskipun teknologi membawa banyak manfaat, penggunaannya yang berlebihan dapat merugikan.

Dengan langkah-langkah sederhana namun konsisten, kita dapat menjaga keseimbangan antara dunia digital dan kehidupan nyata. Pada akhirnya, yang kita butuhkan adalah kemampuan untuk menggunakan teknologi tanpa kehilangan esensi dari menjadi manusia: berpikir, merasakan, dan berinteraksi secara bermakna.

Fenomena “brain rot” menekankan pentingnya merawat kesehatan mental dan intelektual di tengah pesatnya perkembangan digital. Dengan kesadaran serta kerja sama yang terarah, kita dapat mengatasi tantangan ini dan memastikan teknologi berfungsi sebagai sarana yang mendukung, bukan melemahkan, kemampuan berpikir kita.

Related Posts
Menyoal Komitmen ESG pada Industri Konstruksi: Tantangan dan Solusi Strategis bagi Nindya Karya
Industri konstruksi adalah salah satu sektor dengan dampak lingkungan yang signifikan. Penggunaan bahan baku, konsumsi energi, emisi karbon, dan limbah adalah beberapa isu utama yang dihadapi oleh sektor ini. Seiring dengan ...
Posting Terkait
Ketika Netizen Menjadi Hakim: Dilema Moral di Balik Fenomena Cancel Culture
"Dalam dunia yang saling terhubung, kita memiliki kekuatan untuk membangun atau menghancurkan reputasi seseorang dalam hitungan menit." - Ellen DeGeneres Di era digital yang mengalir tanpa henti ini, kita menyaksikan lahirnya ...
Posting Terkait
Kala Lukisan Bunga Menjadi Panggung Kekerasan: Narasi Kehilangan di Tengah Deru Massa
"Kebudayaan adalah buah budi manusia yang hasilnya adalah untuk menciptakan kehidupan, yakni mengatur supaya kehidupan manusia menjadi teratur, aman, tenteram, indah dan sejahtera." - Ki Hadjar Dewantara alam gemuruh hiruk pikuk ...
Posting Terkait
Dari Gedung Kramat ke 143 Juta Layar Digital: Merawat Ikrar Persatuan di Era Media Sosial
"The youth of today are the leaders of tomorrow." - Nelson Mandela Sembilan puluh tujuh tahun yang lalu, di sebuah gedung sederhana bernama Katholieke Jongenlingen Bond di Batavia, sekelompok anak muda ...
Posting Terkait
Dari Nikel ke Nirkarat: Hilirisasi sebagai Jalan Menuju Kemandirian Ekonomi Bangsa
i tengah hiruk-pikuk Jakarta yang tak pernah tidur, sebuah peristiwa bersejarah akan mengukir jejak baru dalam perjalanan industri Indonesia. Tanggal 21 Oktober 2025 nanti, Hotel Grand Mercure Kemayoran akan menjadi ...
Posting Terkait
Dari Tepian Sungai Kuantan ke Layar Global: Viral Pacu Jalur Mengubah Wajah Diplomasi Budaya Indonesia
i era digital yang serba cepat ini, fenomena viral seringkali datang dari hal-hal yang tak terduga. Siapa sangka, tradisi mendayung perahu berusia 700 tahun dari Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, mampu ...
Posting Terkait
NINDYA KARYA, GREEN PROCUREMENT DAN KOMITMEN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDUSTRI KONSTRUKSI
Sebagai Perusahaan BUMN Konstruksi terkemuka di Indonesia, PT Nindya Karya memiliki komitmen yang kuat untuk menyokong pengembangan pembangunan berkelanjutan melalui resolusi bisnis “Lean and Green” sebagaimana digaungkan dalam Rapat Kerja ...
Posting Terkait
AMPROKAN BLOGGER 2010 (8) : TEGAKKAN KOMITMEN UNTUK E-GOVERNMENT
Seusai Makan Siang dan Sholat Ashar, Acara Seminar sesi kedua Amprokan Blogger 2010 Minggu (7/3) dilanjutkan kembali. Sebelum memasuki acara inti, lebih dulu diperkenalkan gerakan SEBUAI (Sejuta Buku untuk Anak ...
Posting Terkait
BATIK DAY, SEMOGA BUKAN EUFORIA SESAAT
Saya berbaju batik hari ini. Terlepas apakah ini adalah ekspresi sesaat merayakan sebuah euforia pencanangan batik sebagai bagian dari budaya bangsa dan diakui secara internasional serta tidak sekedar dipakai dalam acara-acara ...
Posting Terkait
Bangkitnya BRICS: Menuju Era Baru Multipolaritas Ekonomi Global
Di tengah lanskap geopolitik global yang terus bergerak dinamis, sebuah kekuatan ekonomi baru telah bangkit dengan kekuatan yang sulit diabaikan. BRICS, yang awalnya hanya sebuah konsep ekonomi yang dicetuskan oleh ...
Posting Terkait
MELESAT BAGAI KILAT BERSAMA TELKOMSEL FLASH
etbook saya si "Deliiani" (Dell Inspiron Mini 9) mendadak menjadi sangat mumpuni dan bagaikan "ngacir" menjelajah dunia maya ketika dalam internal modemnya saya pasangkan dengan kartu Telkomsel Flash. Daya ...
Posting Terkait
CAMERON DAN KENANGAN YANG SELALU BERSEMAYAM BERSAMANYA..
Salah satu bagian perjalanan hidup saya yang paling seru adalah saat bekerja di PT.Cameron Services International (CSI), 2011-2016. Sebuah perusahaan migas yang berkantor pusat di Amerika Serikat ini, telah mewarnai ...
Posting Terkait
ALHAMDULILLAH, MENANG LOMBA POSTING PELUNCURAN BUKU PAK CHAPPY HAKIM DI KOMPASIANA
Syukur Alhamdulillah, berdasarkan informasi ini, saya menjadi satu diantara 10 orang penulis (dari 27 orang yang berpartisipasi) yang mendapatkan hadiah khusus atas lomba posting di Kompasiana dalam rangka peluncuran buku Pak ...
Posting Terkait
Pesona Parade Lampu yang memukau dalam Symphoni of Light (sumber : www.tourism.gov.hk)
ahabatku yang baik, Bagaimana kabarmu? Semoga tetap sehat ya. Hongkong tak banyak berubah sejak kepergianmu. Gedung-gedung tinggi menjulang bagaikan hutan beton menyelimuti seantero kota masih berdiri kokoh dan nuansa Tiongkok Moderen yang ...
Posting Terkait
Menyoal Komitmen ESG pada Industri Konstruksi: Tantangan dan
Ketika Netizen Menjadi Hakim: Dilema Moral di Balik
MERAYAKAN USIA 47 TAHUN, HARI INI
Kala Lukisan Bunga Menjadi Panggung Kekerasan: Narasi Kehilangan
Dari Gedung Kramat ke 143 Juta Layar Digital:
VIDEO : FOREST TALK WITH BLOGGERS @PALEMBANG
Dari Nikel ke Nirkarat: Hilirisasi sebagai Jalan Menuju
Dari Tepian Sungai Kuantan ke Layar Global: Viral
NINDYA KARYA, GREEN PROCUREMENT DAN KOMITMEN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
AMPROKAN BLOGGER 2010 (8) : TEGAKKAN KOMITMEN UNTUK
BATIK DAY, SEMOGA BUKAN EUFORIA SESAAT
Bangkitnya BRICS: Menuju Era Baru Multipolaritas Ekonomi Global
MELESAT BAGAI KILAT BERSAMA TELKOMSEL FLASH
CAMERON DAN KENANGAN YANG SELALU BERSEMAYAM BERSAMANYA..
ALHAMDULILLAH, MENANG LOMBA POSTING PELUNCURAN BUKU PAK CHAPPY
SURAT PANJANG DARI HONGKONG : KEMERIAHAN MUSIM PANAS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *