Indonesia 80 Tahun: Menyulam Harapan di Tengah Gejolak Global
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya, tetapi juga tidak terpaku padanya. Ia harus berani melangkah ke masa depan dengan keyakinan dan keberanian.” – Soekarno
Ketika mentari kembali bersinar di ufuk timur tanah air, Indonesia bersiap memasuki babak baru dalam perjalanan sejarah panjang kemerdekaannya. Tahun 2025 ini, republik yang diproklamasikan dengan penuh keberanian oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945 akan menapaki tahun ke-80 kemerdekaannya. Namun, seperti halnya perjalanan hidup yang tidak pernah datar, Indonesia hari ini berdiri di persimpangan yang menantang, diapit oleh gelombang perubahan global yang datang bertubi-tubi.
Di tengah hiruk pikuk dunia yang semakin terhubung namun paradoks semakin terpecah, Indonesia menghadapi ujian yang tidak kalah beratnya dengan perjuangan kemerdekaan dahulu. Jika dulu para pendahulu kita berjuang melawan penjajahan fisik, kini kita berhadapan dengan bentuk kolonialisme baru: dominasi ekonomi global, disrupsi teknologi yang mengubah sendi kehidupan, ketidakpastian geopolitik yang mengancam stabilitas, dan tantangan dalam negeri yang semakin kompleks.
Ekonomi Indonesia, yang pada 2024 mencatat pertumbuhan sebesar 5,03 persen, menunjukkan ketangguhan yang patut diapresiasi. Dengan GDP nominal mencapai 22.139 kuadriliun rupiah, Indonesia berhasil mempertahankan posisinya sebagai ekonomi terbesar ke-16 dunia. Namun, di balik angka-angka yang terlihat menggembirakan ini, tersimpan kegelisahan mendalam tentang keberlanjutan dan keadilan pertumbuhan tersebut.
Gelombang ekonomi global yang tidak menentu telah mengajarkan kita bahwa ketergantungan pada komoditas dan pasar ekspor tradisional tidak lagi dapat diandalkan sepenuhnya. Volatilitas harga pangan dan energi, seperti yang disinggung dalam proyeksi Bank Dunia, mengingatkan kita bahwa ketahanan ekonomi tidak hanya soal angka pertumbuhan, tetapi juga tentang kemampuan beradaptasi dengan perubahan yang tidak terduga. Ketika dunia masih bergulat dengan dampak pandemi dan konflik geopolitik yang berkepanjangan, Indonesia perlu membangun fondasi ekonomi yang lebih kokoh dan mandiri.
Revolusi digital yang menyapu dunia juga membawa dilema tersendiri bagi Indonesia. Di satu sisi, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai 124 miliar dolar AS pada 2025, naik signifikan dari 44 miliar dolar AS pada 2020. Pertumbuhan yang fantastis ini membuka peluang besar bagi transformasi ekonomi nasional. Adopsi kecerdasan buatan diperkirakan meningkat 30 persen pada 2025, menandakan kesiapan Indonesia memasuki era baru teknologi.
Namun, di sisi lain, disrupsi digital ini juga membawa ancaman serius. Kebutuhan akan 100.000 profesional keamanan siber pada 2025 menunjukkan betapa rentannya sistem digital kita. Serangan siber terhadap Pusat Data Nasional pada Juni 2024 yang menyebabkan kerugian ekonomi sebesar 1 triliun rupiah adalah alarm yang keras tentang pentingnya ketahanan digital. Lebih mengkhawatirkan lagi, potensi oversupply lulusan hingga 151.495 orang dalam periode 2021-2025 menunjukkan bahwa transformasi digital belum diiringi dengan persiapan sumber daya manusia yang memadai.
Lanskap geopolitik global yang semakin tidak menentu turut memberikan tekanan tersendiri. Ketegangan antara kekuatan-kekuatan besar dunia, konflik regional yang berkepanjangan, dan kompetisi ekonomi yang semakin sengit menempatkan Indonesia dalam posisi yang harus bijaksana menyikapi dinamika global. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang berada di jalur perdagangan strategis, Indonesia tidak dapat menghindar dari dampak ketidakstabilan geopolitik ini.

Sementara itu, tantangan dalam negeri pun tidak kalah rumitnya. Kesenjangan sosial yang masih menganga, masalah lingkungan yang semakin mengkhawatirkan, korupsi yang belum tuntas diberantas, dan polarisasi sosial yang mengancam persatuan bangsa menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dengan serius. Di tengah euforia pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi, suara rakyat kecil yang masih berjuang untuk mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja yang layak tidak boleh tenggelam.
Namun, seperti yang pernah dikatakan oleh Bung Karno, bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak mudah menyerah. Indonesia memiliki modal sosial dan budaya yang luar biasa untuk menghadapi segala tantangan ini. Semangat gotong royong yang mengakar dalam, kearifan lokal yang kaya, dan kemampuan beradaptasi yang telah teruji sepanjang sejarah adalah aset tak ternilai yang dimiliki bangsa ini.
Solusi untuk menghadapi tantangan kompleks ini tidak bisa parsial atau jangka pendek. Indonesia memerlukan transformasi sistemik yang holistik, yang menyentuh semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertama, pembangunan ekonomi harus diarahkan pada penguatan daya saing dan kemandirian. Investasi pada riset dan pengembangan, penguasaan teknologi, dan pembangunan industri berbasis inovasi harus menjadi prioritas utama. Program “Making Indonesia 4.0” yang telah dicanangkan pemerintah perlu dipercepat implementasinya dengan fokus pada penciptaan nilai tambah dan penguatan rantai pasok domestik.
Kedua, transformasi digital harus dibarengi dengan investasi masif pada sumber daya manusia. Program reskilling dan upskilling untuk menghadapi era digital perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Sistem pendidikan harus direformasi untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya menguasai teknologi, tetapi juga memiliki kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan karakter yang kuat. Kolaborasi antara dunia pendidikan, industri, dan pemerintah harus diperkuat untuk memastikan relevansi kurikulum dengan kebutuhan pasar kerja masa depan.
Ketiga, ketahanan siber dan kedaulatan data harus menjadi prioritas strategis nasional. Investasi pada infrastruktur teknologi informasi yang aman dan handal, pengembangan kapasitas tenaga ahli keamanan siber, dan penguatan regulasi perlindungan data pribadi harus dilakukan secara komprehensif. Indonesia tidak boleh menjadi “jajahan digital” dari kekuatan ekonomi global lainnya.
Keempat, dalam menghadapi ketidakpastian geopolitik, Indonesia perlu memperkuat diplomasi aktif dan bebas. Prinsip politik luar negeri yang bebas aktif harus dimaknai kembali dalam konteks global yang baru. Indonesia dapat berperan sebagai jembatan dan mediator dalam berbagai konflik internasional, sekaligus memperkuat kerja sama regional dan multilateral yang saling menguntungkan.
Kelima, penyelesaian masalah dalam negeri harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih inklusif dan berkeadilan. Program pengentasan kemiskinan, peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, perlindungan lingkungan, dan pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan lebih tegas dan sistematis. Partisipasi masyarakat sipil dalam proses pembangunan harus diperkuat untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi.
Yang tidak kalah pentingnya adalah penguatan karakter bangsa dan jati diri Indonesia. Di era globalisasi dan digitalisasi yang mengancam homogenisasi budaya, Indonesia harus mampu mempertahankan keunikan dan kekayaan budayanya sambil tetap terbuka terhadap perkembangan zaman. Pendidikan karakter, pelestarian budaya lokal, dan penguatan nilai-nilai Pancasila harus menjadi bagian integral dari strategi pembangunan nasional.
Menyongsong 80 tahun kemerdekaan, Indonesia berdiri di ambang peluang sekaligus tantangan yang luar biasa. Seperti halnya para pendahulu yang berani bermimpi tentang kemerdekaan di tengah penjajahan yang menindas, generasi Indonesia hari ini harus berani bermimpi tentang Indonesia yang maju, adil, dan bermartabat di kancah global. Mimpi tentang Indonesia yang tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga produsen teknologi dan inovasi. Mimpi tentang Indonesia yang tidak hanya kaya sumber daya alam, tetapi juga kaya sumber daya manusia yang berkualitas. Mimpi tentang Indonesia yang tidak hanya besar secara geografis, tetapi juga besar dalam pengaruh dan kontribusinya bagi peradaban dunia.

Perjalanan menuju Indonesia merdeka ke-80 bukanlah sprint, tetapi maraton panjang yang memerlukan stamina, strategi, dan kolaborasi seluruh elemen bangsa. Setiap warga negara, dari petani di sawah hingga programmer di gedung pencakar langit, dari guru di desa terpencil hingga peneliti di laboratorium canggih, memiliki peran penting dalam mewujudkan mimpi besar ini.
Ketika nanti bendera merah putih berkibar gagah di langit Indonesia yang ke-80, semoga kita dapat berkata dengan bangga bahwa kita telah berhasil mewariskan Indonesia yang lebih baik bagi generasi penerus. Indonesia yang tidak hanya merdeka secara politik, tetapi juga merdeka secara ekonomi, teknologi, dan budaya. Indonesia yang menjadi rumah yang nyaman bagi semua anak bangsanya, sekaligus menjadi teladan bagi bangsa-bangsa lain di dunia.
“Perjuangan kita belum selesai. Kemerdekaan itu bukan hadiah, tetapi perjuangan yang terus menerus. Setiap generasi harus merebut kemerdekaannya sendiri dengan cara dan tantangannya masing-masing.” – Mohammad Hatta