Mengukir Masa Depan Melalui Sumpah Insinyur: Harapan dan Tantangan Menuju Indonesia Emas 2045
“The engineer has been, and is, a maker of history.” – James Kip Finch
Detik-detik menjelang tanggal 14 Juli 2025 terasa begitu bersejarah.
Dalam hitungan jam, saya akan mengucapkan sumpah sebagai insinyur profesional hasil Program Pendidikan Profesi Insinyur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin bersama 844 wisudawan lainnya di Hotel Claro, Makassar. Namun, momen ini bukan sekadar pencapaian personal, melainkan titik awal perjalanan mulia untuk berkontribusi pada visi besar Indonesia Emas 2045.
Program Pendidikan Profesi Insinyur Fakultas Teknik Unhas, dimana saya bersama 26 karyawan PT Nindya Karya yang lain, telah membekali saya dengan lebih dari sekadar pengetahuan teknis. Melalui kurikulum yang dirancang untuk membentuk kompetensi keinsinyuran, saya merasakan transformasi dari seorang sarjana teknik menjadi insinyur yang siap menghadapi tantangan masa depan. Penyumpahan ini membuka mata saya terhadap kompleksitas pembangunan bangsa yang memerlukan sentuhan teknologi dan inovasi.
Harapan terbesar saya setelah menyelesaikan program ini adalah menjadi bagian integral dari gerakan reindustrialisasi yang sedang digaungkan Persatuan Insinyur Indonesia.

Persatuan Insinyur Indonesia (PII) menegaskan pentingnya peran insinyur dalam mendorong kebijakan industrialisasi nasional, dan saya merasa terpanggil untuk berkontribusi dalam misi mulia ini.
Saya berharap dapat menerapkan ilmu yang telah dipelajari untuk menciptakan solusi-solusi inovatif yang tidak hanya memecahkan masalah teknis, tetapi juga memberdayakan masyarakat dan meningkatkan daya saing bangsa.
Reindustrialisasi bukan sekadar jargon, melainkan kebutuhan mendesak untuk mengembalikan kejayaan industri Indonesia. Saat ini PII memiliki fokus utama yang kita sebut sebagai reindustrialisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kembali semangat sektor perindustrian di Indonesia.

Sebagai insinyur yang akan dilantik, saya memahami bahwa tantangan yang dihadapi tidaklah sederhana. Kita berhadapan dengan era disrupsi teknologi, perubahan iklim, dan tuntutan efisiensi yang semakin tinggi.
Tantangan pertama yang menanti adalah mengintegrasikan teknologi 4.0 dengan kondisi industri Indonesia yang masih heterogen. Tidak semua perusahaan memiliki kemampuan finansial dan sumber daya manusia untuk beradaptasi dengan teknologi terdepan.
Sebagai insinyur, saya harus mampu menjembatani gap ini dengan menciptakan solusi yang feasible dan sustainable. Tantangan kedua adalah menghadapi persaingan global yang semakin ketat. Produk-produk Indonesia harus mampu bersaing tidak hanya dalam hal harga, tetapi juga kualitas dan inovasi.
Tantangan ketiga yang tidak kalah kompleks adalah isu sustainability dan ramah lingkungan. Di era di mana perubahan iklim menjadi ancaman nyata, setiap solusi teknis yang kita tawarkan harus mempertimbangkan dampak lingkungan jangka panjang. Ini membutuhkan paradigma baru dalam berpikir dan merancang, di mana efisiensi ekonomi harus selaras dengan kelestarian lingkungan.
Sebagai insinyur, saya akan aktif membangun networking dengan berbagai pihak, baik dari kalangan akademisi, industri, maupun pemerintah. Solusi yang saya tawarkan dimulai dari komitmen untuk terus belajar dan beradaptasi.
Era teknologi yang berubah cepat menuntut insinyur untuk menjadi lifelong learner. Saya akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengikuti pelatihan, workshop, dan seminar yang dapat meningkatkan kompetensi. Selain itu, saya akan aktif dalam komunitas insinyur untuk berbagi pengalaman dan belajar dari rekan-rekan sejawat.
Solusi kedua adalah fokus pada inovasi yang berbasis pada kebutuhan lokal. Indonesia memiliki karakteristik geografis, budaya, dan ekonomi yang unik. Solusi teknologi yang kita kembangkan harus mampu menjawab tantangan spesifik Indonesia.
Misalnya, dalam bidang infrastruktur, kita perlu mengembangkan teknologi konstruksi yang tahan gempa dan cocok dengan kondisi tanah Indonesia. Dalam bidang energi, kita perlu mengoptimalkan potensi energi terbarukan yang melimpah di Indonesia.
Solusi ketiga adalah pemberdayaan sumber daya manusia melalui transfer knowledge. Sebagai insinyur, saya memiliki tanggung jawab moral untuk berbagi ilmu dan membimbing generasi muda.
Saya akan aktif terlibat dalam program-program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas tenaga kerja Indonesia. Melalui mentoring dan coaching, saya berharap dapat mencetak insinyur-insinyur handal yang siap menghadapi tantangan masa depan.
Visi PII untuk menjadi pendorong kemandirian bangsa sebagai agen perubahan dan pembangunan melalui pengembangan kompetensi profesi keinsinyuran berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi inspirasi bagi saya. Kemandirian bangsa bukan hanya tentang kemampuan memproduksi barang sendiri, tetapi juga kemampuan mengembangkan teknologi yang dapat meningkatkan nilai tambah produk Indonesia.

Dalam konteks global, saya melihat program reindustrialisasi sebagai kesempatan emas untuk memposisikan Indonesia sebagai pemain utama dalam industri global. Dengan populasi yang besar, sumber daya alam yang melimpah, dan posisi geografis yang strategis, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi manufacturing hub Asia. Namun, ini hanya akan terwujud jika kita memiliki insinyur-insinyur yang kompeten dan visioner.
Saya berkomitmen untuk menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Setiap proyek yang saya kerjakan akan didasarkan pada prinsip-prinsip engineering excellence, sustainability, dan social responsibility. Saya percaya bahwa kemajuan teknologi harus memberikan manfaat yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Momen penyumpahan insinyur ini juga mengingatkan saya akan tanggung jawab etis profesi. Sebagai insinyur, saya harus selalu mengutamakan keselamatan publik, kejujuran dalam pekerjaan, dan integritas dalam setiap keputusan. Kode etik insinyur bukan sekadar aturan tertulis, tetapi compass moral yang akan membimbing setiap langkah perjalanan karier saya.

Harapan saya untuk Indonesia adalah terwujudnya ekosistem industri yang kuat, sustainable, dan inovatif. Saya membayangkan Indonesia di tahun 2045 sebagai negara yang tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga producer dan innovator. Untuk mencapai visi ini, dibutuhkan kerja keras dari seluruh insinyur Indonesia, termasuk saya yang akan segera mengucapkan sumpah profesi.
Perjalanan menuju Indonesia Emas 2045 masih panjang dan berliku. Namun, dengan semangat pantang menyerah, komitmen terhadap excellence, dan kolaborasi yang solid, saya yakin kita akan mampu mencapai cita-cita bersama. Setiap tantangan adalah kesempatan untuk tumbuh, setiap masalah adalah peluang untuk berinovasi, dan setiap kegagalan adalah pelajaran untuk menjadi lebih baik.
“The scientist discovers a new type of material or energy and the engineer discovers a new use for it.” – Gordon Lindsay Glegg