Catatan Dari Hati

Ketika Beton Belajar Bernapas: Jalan Terjal Menuju Bangunan Rendah Emisi Indonesia

“The greatest threat to our planet is the belief that someone else will save it.” – Robert Swan, Penjelajah Kutub Pertama

Pada suatu sore di Jakarta, seorang mandor bangunan sebut saja namanya Pak Hadi memandangi tumpukan material konstruksi di proyek apartemennya. Semen, beton, baja, semua material yang telah ia kenal puluhan tahun.

Namun kali ini, ada yang berbeda. Kontraktor meminta ia menggunakan material ramah lingkungan yang harganya hampir dua kali lipat. “Untuk apa?” batinnya. Namun, di pojok matanya, ia melihat langit Jakarta yang kelabu, mengingat cucunya yang sering batuk-batuk karena polusi.

Kisah Pak Hadi adalah cerminan dilema jutaan pelaku konstruksi Indonesia: antara kebutuhan ekonomi hari ini dan tanggung jawab lingkungan untuk masa depan.

Indonesia kini berdiri di persimpangan sejarah. Sektor bangunan gedung, yang menyumbang rata-rata 33 persen emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sepanjang 2011-2021, menjadi medan pertempuran baru dalam perang melawan perubahan iklim. Namun, harapan itu bukan tanpa landasan.

Oktober 2024 menjadi momen bersejarah ketika tiga kementerian—Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Dalam Negeri—secara resmi meluncurkan Peta Jalan Penyelenggaraan dan Pembinaan Bangunan Gedung Hijau Indonesia.

Sebuah langkah yang menegaskan bahwa transisi menuju bangunan rendah emisi bukan lagi wacana, melainkan kewajiban nasional dalam perjalanan menuju target Net Zero Emission pada 2060.

Namun angka-angka di lapangan menceritakan realitas yang jauh dari ideal. Hingga 2024, total luas bangunan bersertifikasi di Indonesia baru mencapai 7,4 juta meter persegi. Kementerian PUPR memproyeksikan angka ini akan naik menjadi 16,5 juta meter persegi pada 2030.

Namun bila kita bandingkan dengan target peta jalan nasional sebesar 110 juta meter persegi, kesenjangan itu terasa seperti jurang yang menganga. Bayangkan, dari sekian banyak gedung yang berdiri di kota-kota besar Indonesia, hanya segelintir yang benar-benar peduli pada jejak karbon mereka. Ini bukan hanya soal angka statistik—ini tentang masa depan anak cucu kita yang akan menanggung beban dari setiap keputusan pembangunan hari ini.

Potensi penghematan energi dari penerapan prinsip Bangunan Gedung Hijau sebenarnya sangat menjanjikan. Menurut peta jalan resmi pemerintah, potensi penghematan energi berkisar antara 31 hingga 54 persen, dengan angka tertinggi pada bangunan gedung pemerintah.

Bayangkan bila seluruh gedung perkantoran pemerintah di Indonesia menerapkan standar ini—penghematan energi yang dihasilkan setara dengan listrik untuk jutaan rumah tangga.

Lebih jauh lagi, studi International Energy Agency memperkirakan bahwa efisiensi bangunan yang diterapkan secara konsisten di Asia Tenggara dapat memangkas emisi karbon hingga 60 persen pada 2040. Angka itu bukan mimpi kosong, melainkan target yang dapat dicapai dengan komitmen serius.

Namun, jalan menuju sana dipenuhi rintangan. Tantangan pertama dan paling nyata adalah soal biaya. Investasi awal untuk bangunan hijau memang lebih tinggi—dari perencanaan, desain, hingga material ramah lingkungan.

Bagi pengembang yang berpikir jangka pendek, ini terasa seperti beban yang tidak perlu. Pak Hadi sang mandor tadi bukanlah pengecualian. Ribuan kontraktor dan pengembang di seluruh Indonesia menghadapi dilema serupa.

Material seperti panel surya, sistem daur ulang air, atau kaca hemat energi memang memerlukan investasi lebih besar di awal. Namun yang sering terlupakan adalah bahwa bangunan hijau dapat mengurangi biaya operasional sekitar 20-40 persen dalam jangka panjang melalui penghematan energi dan air. Sayangnya, perhitungan jangka panjang ini sering kalah dengan tekanan profit jangka pendek.

Tantangan kedua adalah kesadaran dan pengetahuan yang masih rendah. Banyak pelaku industri konstruksi—dari arsitek muda hingga tukang bangunan senior—yang belum memahami sepenuhnya prinsip-prinsip bangunan hijau.

Mereka masih menganggap konsep ini sebagai kemewahan yang hanya relevan bagi kalangan menengah ke atas, padahal prinsipnya dapat diterapkan dalam berbagai skala. Ketika seorang arsitek muda mencoba mengusulkan desain hemat energi, ia sering kali berhadapan dengan klien yang lebih mengutamakan estetika atau harga murah.

Ketika seorang insinyur sipil merekomendasikan penggunaan material daur ulang, ia harus berjuang menjelaskan bahwa kualitasnya tidak kalah dengan material konvensional.

Tantangan ketiga berkaitan dengan regulasi dan implementasi di lapangan. Meskipun Indonesia telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 yang mengamanatkan penerapan standar bangunan gedung hijau, implementasinya masih jauh dari merata.

Berdasarkan laporan Climate Policy Initiative dan Cities Climate Finance Leadership Alliance 2024, hanya enam kota yang memiliki regulasi lokal untuk menjalankan amanat tersebut: Semarang, Jakarta, Gorontalo, Pariaman, Bandung, dan Provinsi Bali. Artinya, di ratusan kota dan kabupaten lainnya, standar bangunan hijau masih menjadi konsep asing yang belum tersentuh kebijakan daerah.

Tantangan keempat menyangkut ketersediaan teknologi dan tenaga ahli. Teknologi untuk mendukung bangunan hijau, seperti sistem manajemen energi cerdas, material berkelanjutan, atau teknologi daur ulang air, masih terbatas ketersediaannya atau bergantung pada impor dengan harga tinggi.

Sementara tenaga ahli yang memahami perencanaan dan implementasi bangunan hijau juga masih langka. Sekolah-sekolah teknik dan arsitektur kita baru mulai memasukkan kurikulum tentang konstruksi berkelanjutan, sehingga generasi profesional yang paham konsep ini masih terbatas.

Lalu, apa solusinya? Pertama, kita memerlukan skema pembiayaan yang lebih aksesibel. Kabar baiknya, Indonesia telah menjadi pionir penerbitan Green Sukuk sejak 2018 dan merupakan penerbit terbesar secara global.

Instrumen pembiayaan hijau ini dirancang untuk membiayai proyek-proyek berkelanjutan dengan prinsip syariah. Bank-bank seperti BRI telah mencatatkan portofolio pembiayaan hijau mencapai 89,9 triliun rupiah hingga Triwulan I 2025, termasuk untuk bangunan hijau.

Namun skema ini perlu diperluas agar dapat menjangkau pengembang kecil dan menengah, bukan hanya korporasi besar. Insentif pajak, subsidi teknologi hijau, dan kemudahan perizinan harus diberikan untuk mendorong adopsi yang lebih luas.

Kedua, edukasi massal dan peningkatan kapasitas. Pemerintah, akademisi, dan organisasi profesional perlu bekerja sama menyelenggarakan pelatihan, workshop, dan sertifikasi tentang konstruksi hijau.

Kampanye publik tentang manfaat bangunan hijau, bukan hanya bagi lingkungan tetapi juga bagi kesehatan dan ekonomi penghuni, perlu digalakkan melalui berbagai media. Bayangkan bila setiap mahasiswa arsitektur dan teknik sipil di Indonesia diwajibkan menyelesaikan modul tentang desain berkelanjutan, bila setiap mandor dan tukang bangunan mendapat pelatihan tentang material ramah lingkungan. Perubahan akan dimulai dari sana.

Ketiga, penguatan regulasi dan pengawasan. Regulasi lokal tentang bangunan hijau perlu diperluas ke seluruh Indonesia, bukan hanya enam kota yang ada saat ini. Pengawasan terhadap implementasi standar harus diperketat, dengan sanksi tegas bagi pelanggar namun juga penghargaan bagi yang mematuhi. Target Jakarta untuk mencapai 100 persen bangunan baru memenuhi persyaratan bangunan gedung hijau pada 2030 bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain.

Keempat, kolaborasi lintas sektor. Proyek Sustainable Energy Transition in Indonesia (SETI) yang diinisiasi Pemerintah Jerman bersama GIZ, IESR, WRI, dan CERAH di Surabaya dan Batam menunjukkan pentingnya kemitraan internasional. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, lembaga pembiayaan, dan organisasi masyarakat sipil harus diperkuat.

Setiap pihak membawa keahlian dan sumber daya yang berbeda—pemerintah dengan regulasi dan insentif, swasta dengan modal dan teknologi, masyarakat sipil dengan advokasi dan pengawasan.

Kisah Pak Hadi di awal tulisan ini memiliki kelanjutan. Setelah berkonsultasi dengan arsitek proyeknya, ia memutuskan mencoba menggunakan material ramah lingkungan yang direkomendasikan. Awalnya ragu, namun ia terkejut ketika melihat hasilnya: bangunan lebih sejuk secara alami, pengeluaran listrik lebih rendah, dan yang terpenting, ia merasa berkontribusi pada masa depan yang lebih baik untuk cucunya.

“Ternyata membangun dengan cara yang benar tidak sesulit yang saya bayangkan,” ujarnya kemudian. Kisah Pak Hadi adalah bukti bahwa perubahan dimulai dari keputusan kecil setiap individu.

Indonesia memiliki segala yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin regional dalam bangunan hijau: sumber daya alam yang melimpah, kreativitas arsitek dan insinyur muda yang luar biasa, komitmen pemerintah yang semakin kuat, dan yang terpenting, kesadaran masyarakat yang terus tumbuh.

Yang kita perlukan adalah keberanian untuk mengambil langkah pertama, kesabaran untuk melewati masa transisi, dan komitmen untuk tidak menyerah di tengah jalan.

Setiap gedung hijau yang berdiri hari ini adalah warisan untuk generasi mendatang.

Setiap panel surya yang terpasang, setiap tetesan air yang didaur ulang, setiap material ramah lingkungan yang dipilih, adalah investasi pada masa depan di mana beton belajar bernapas, dan kota-kota kita menjadi tempat yang lebih layak huni.

Transisi menuju bangunan rendah emisi bukan hanya tantangan teknis atau ekonomi. Ini adalah ujian terhadap karakter bangsa kita: apakah kita cukup bijaksana untuk mewariskan bumi yang lebih baik kepada anak cucu kita?

Jawabannya ada di tangan kita semua: dari pembuat kebijakan di istana hingga mandor bangunan di lapangan, dari arsitek muda di studio desain hingga pemilik rumah yang memilih material untuk renovasi.

Setiap keputusan kita hari ini akan menentukan dunia seperti apa yang akan diwarisi generasi masa depan.

Related Posts
HARI BLOGGER NASIONAL DAN TANTANGAN MASA DEPAN
Masih lekat rasanya dalam ingatan saya ketika saya menghadiri Pesta Blogger Pertama, 27 Oktober 2007 di Blitz Megaplex. Saya menjadi saksi dari sebuah sejarah pencanangan hari blogger nasional oleh ...
Posting Terkait
Seputar Rencana Merger GoTo dan Grab: Dampak Sistemik bagi Industri Transportasi Online Indonesia
Pasar transportasi online Indonesia kini memasuki fase krusial dengan menghangatnya rumor merger antara dua raksasa teknologi GoTo dan Grab. Rumor yang beredar semakin kuat menunjukkan bahwa Grab sedang berupaya mengakuisisi ...
Posting Terkait
Jelang PSS 2025 : Kecerdasan Buatan, ESG dan Masa Depan Procurement Indonesia
alam lanskap bisnis yang dipenuhi turbulensi geopolitik, inflasi global, dan krisis rantai pasok, fungsi pengadaan (procurement) tak lagi sekadar urusan pembelian. Ia telah berevolusi menjadi garda depan transformasi organisasi, pusat ...
Posting Terkait
Dari Perlindungan ke Kepanikan: Jejak Keresahan Masyarakat atas Pembekuan Rekening dan Ancaman Bank Run di Indonesia
"Krisis kepercayaan dalam sistem keuangan adalah mimpi buruk yang dapat menghancurkan fondasi ekonomi suatu bangsa dalam sekejap mata." - Paul Krugman, Pemenang Nobel Ekonomi embusan angin kecemasan mulai terasa di kalangan ...
Posting Terkait
Menyoal Komitmen ESG pada Industri Konstruksi: Tantangan dan Solusi Strategis bagi Nindya Karya
Industri konstruksi adalah salah satu sektor dengan dampak lingkungan yang signifikan. Penggunaan bahan baku, konsumsi energi, emisi karbon, dan limbah adalah beberapa isu utama yang dihadapi oleh sektor ini. Seiring dengan ...
Posting Terkait
INTELIJEN BERTAWAF : ULASAN DALAM KEBERSAHAJAAN ARTIKULATIF
Judul Buku : Intelijen Bertawaf , Teroris Malaysia dalam Kupasan Karya : Prayitno Ramelan Editor : Pepih Nugraha Penerbit : Grasindo, 2009 Tebal : 227 halaman Cetakan : Pertama, November 2009 Kisah Intelijen, selalu menarik, karena laksana kisah alam gaib. ...
Posting Terkait
“BITER HAMEN” DAN KETANGGUHAN MENGHADAPI PERSOALAN
ENTAH ada dimana akal sehat Ervin Lupoe berada, ketika ia memutuskan membunuh kelima anak, istri dan akhirnya dirinya sendiri hari Selasa (27/1) waktu Amerika Serikat. Ervin menembak seluruh anggota keluarganya ...
Posting Terkait
BERAKSI DI WORDCAMP, NAMPANG DI DETIK.COM
Wah..tak disangka, foto saya tengah mengetik di laptop dalam acara wordcamp hari ini, jadi berita di Detik dot com Bisa baca di:sini Berita soal ini, menyusul ya..masih capek nih
Posting Terkait
Kawan-kawan, Dibawah ini, saya akan menyajikan semacam "kaleidoskop" atau napak tilas perjalanan saya sepanjang melaksanakan aktifitas blogging sepanjang tahun 2009. Sekedar sebuah dokumentasi yang mudah-mudahan tidak sekedar untuk dikenang-kenang tapi juga ...
Posting Terkait
BLOGGER, DUTA INFORMASI DAN SOSIALISASI PENGEMBANGAN KOMUNITAS ASEAN
Langkah Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI untuk menggandeng Komunitas Blogger dalam melakukan sosialisasi Piagam ASEAN patut diapresiasi. Sabtu kemarin (7/8), bertempat di ruang Krakatau Hotel Horizon Bekasi, kerjasama konstruktif antara ...
Posting Terkait
Jejak Pahlawan dalam Setiap Pondasi Bangsa: Memaknai Hari Pahlawan dari Kacamata Pembangunan Indonesia
"A nation's culture resides in the hearts and in the soul of its people." - Mahatma Gandhi Setiap tanggal 10 November, kita menundukkan kepala mengenang para pahlawan yang telah mengorbankan segalanya ...
Posting Terkait
Dari Nikel ke Nirkarat: Hilirisasi sebagai Jalan Menuju Kemandirian Ekonomi Bangsa
i tengah hiruk-pikuk Jakarta yang tak pernah tidur, sebuah peristiwa bersejarah akan mengukir jejak baru dalam perjalanan industri Indonesia. Tanggal 21 Oktober 2025 nanti, Hotel Grand Mercure Kemayoran akan menjadi ...
Posting Terkait
Romantika Generasi Sandwich dan Impian Pensiun Bahagia Berkecukupan
Generasi sandwich adalah istilah yang disematkan pada orang-orang yang berada di usia paruh baya dan punya tanggung jawab mengurus dua generasi sekaligus: orang tua mereka yang makin menua dan anak-anak ...
Posting Terkait
SEWA MOBIL KIKA, SOLUSI PRAKTIS RENTAL MOBIL MEWAH, HANDAL DAN PROFESIONAL
alam beberapa kesempatan, saya kerapkali di-"curhat"-i oleh sejumlah kawan soal susahnya mencari rental kendaraan mewah, handal dan profesional untuk melayani kebutuhannya mengantar tamu penting dari luar negeri selama perjalanan bisnis ...
Posting Terkait
Pesona Parade Lampu yang memukau dalam Symphoni of Light (sumber : www.tourism.gov.hk)
ahabatku yang baik, Bagaimana kabarmu? Semoga tetap sehat ya. Hongkong tak banyak berubah sejak kepergianmu. Gedung-gedung tinggi menjulang bagaikan hutan beton menyelimuti seantero kota masih berdiri kokoh dan nuansa Tiongkok Moderen yang ...
Posting Terkait
AMPROKAN BLOGGER 2010 SEGERA TIBA !
Hanya dalam tinggal hitungan hari, ajang temu blogger nusantara dan seminar interaktif yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Bekasi bertajuk Amprokan Blogger 2010 akan segera digelar. Seperti diutarakan pada Siaran Pers ...
Posting Terkait
HARI BLOGGER NASIONAL DAN TANTANGAN MASA DEPAN
Seputar Rencana Merger GoTo dan Grab: Dampak Sistemik
Jelang PSS 2025 : Kecerdasan Buatan, ESG dan
Dari Perlindungan ke Kepanikan: Jejak Keresahan Masyarakat atas
Menyoal Komitmen ESG pada Industri Konstruksi: Tantangan dan
INTELIJEN BERTAWAF : ULASAN DALAM KEBERSAHAJAAN ARTIKULATIF
“BITER HAMEN” DAN KETANGGUHAN MENGHADAPI PERSOALAN
BERAKSI DI WORDCAMP, NAMPANG DI DETIK.COM
MY BLOGGING KALEIDOSKOP 2009
BLOGGER, DUTA INFORMASI DAN SOSIALISASI PENGEMBANGAN KOMUNITAS ASEAN
Jejak Pahlawan dalam Setiap Pondasi Bangsa: Memaknai Hari
Dari Nikel ke Nirkarat: Hilirisasi sebagai Jalan Menuju
Romantika Generasi Sandwich dan Impian Pensiun Bahagia Berkecukupan
SEWA MOBIL KIKA, SOLUSI PRAKTIS RENTAL MOBIL MEWAH,
SURAT PANJANG DARI HONGKONG : KEMERIAHAN MUSIM PANAS
AMPROKAN BLOGGER 2010 SEGERA TIBA !

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *