Catatan Dari Hati

STRATEGI JITU MELAMPIASKAN NGIDAM

Rahasia dibalik NgidamSejak Istri saya dinyatakan hamil oleh dokter–setelah penantian kami yang cukup panjang selama 3 tahun–maka sebagai suami yang berbahagia (karena perkasa) telah berhasil “membuahi” istri tercinta, saya begitu bersemangat memanjakan perempuan yang tengah mengandung anak pertama kami itu. Bentuk-bentuk upaya memanjakan itu antara lain, mengubah panggilan dari “Saya-Kamu” menjadi “Papah-Mamah” (dengan tambahan huruf “h” dibelakang yang dilafalkan dengan desahan yang romantis, sedikit erotis).

Tidak hanya itu. Saat saya atau istri memanggil maka kami akan saling memperlihatkan gestur tubuh penuh kemesraan satu sama lain. Jadi misalnya jika istri saya memanggil dengan bibir basah merekah, “Papah, sayangkuh, cintakuh”, maka spontan saya menjawab dengan mata dikedap-kedipkan dengan genit seperti Tessy digoda Asmuni dalam lakon komedi Srimulat,”Adah apah Mamah?”.  Norak bukan?.

Tapi begitulah cara kami mengekspresikan kasih sayang satu sama lain yang lebur dalam ekstase kebahagiaan kami menyambut kelahiran anak pertama. Saya begitu rela berkorban apapun demi membuat istri saya senang, termasuk tentu saja berusaha membantu melampiaskan perasaan ngidamnya yang kerap mendera tak kenal waktu.

Pada suatu siang ditengah kesibukan saya dikantor, tiba-tiba handphone saya berdering. Dari rumah.

“Papah, lagih ngapain ?”

“Mamah, Papah lagih kerjah. Kenapah Mamah?”

“Nggak. Mamah lagih pengen makan baksoh”

“Makan Baksoh?. Belih ajah yang lewat. Kan’ banyak tuh”

“Aiiihh…Papah. Bukan Bakso yang itu yang Mamah mau!”

“Terus, mau yang bagaimanah Mamah? Dimana-mana Bakso kan’ sama aja!”

“Papah, Mamah maunya yang seperti Bakso di Perempatan Jalan Kaliyoso dekat rumah di Yogya. Itu baksonya enak banget Papah”

Saya menepuk jidat. Ini pasti bawaan orok nih, saya membatin.

“Iya deh, nanti Papah cariin. Tunggu ajah, nanti Papah bawa ke rumah”

“Makacih Papah. Mamah sayaaaaang deh sama Papah!”

Teleponpun ditutup. Dan sayapun termangu kebingungan. Dimana saya mesti mendapatkan bakso seenak bakso di Kaliyoso ?. Masa’ sih saya mesti terbang ke Yogya, beli bakso disana dan kembali lagi ke Jakarta di hari yang sama ?. Tiba-tiba terbersit ide di benak saya. Di daerah Pasar Minggu (ketika itu, kami masih tinggal di rumah kontrakan di Kompleks POMAD Kalibata)kan’ banyak Bakso yang lumayan enak.

Maka demikianlah, pulang dari kantor, saya langsung meluncur ke Bakso Titoti di Jalan Raya Pasar Minggu. Dan sebungkus bakso porsi besarpun saya bawa kerumah, demi melampiaskan ngidam istri tersayang. Di pintu depan istri saya menyambut suami tercinta bagai menyongsong pahlawan pulang perang. Setelah cipika-cipiki (cium pipi kiri dan kanan), istri saya langsung membuka bawaan saya.

Tak lama kemudian, terdengar desahan kecewa dari mulutnya.

“Yaaahh..bukan bakso kayak gini Papah!”, gerutu istri saya kesal.

“Ini kan’ bakso juga sayang. Malah kata orang, bakso paling enak di seantero Pasar Minggu dan sekitarnya. Coba aja dulu sayang,” saya mencoba membujuknya.

Istri saya menggeleng kencang. “Papah makan ajah sendiri!. Mamah gak mau!”

Saya menghela nafas panjang. Saya mesti memikirkan strategi yang jitu untuk melampiaskan rasa ngidam istri saya ini. Tentu dengan memakan bakso “tiruan” Kaliyoso “Made in Pasar Minggu” ini.

“Hmm..ngomong-ngomong soal bakso, Mamah mau dengar cerita Papah gak nih?”, kata saya dengan suara selembut mungkin. Istri saya hanya diam. Dan sayapun mulai bertutur tak peduli istri saya setuju atau tidak.

Ceritanya begini,

Kisah ini terjadi pada Tahun 1993, saat Papah masih mahasiswa dan tengah melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di sebuah Kecamatan di Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan. Papah saat itu menjabat sebagai Korcam (Koordinator Kecamatan) yang membawahi 5 Kordes (Koordinator Desa). Usai pertemuan koordinasi tingkat Kabupaten sebelum berangkat ke wilayah kerja masing-masing, para Koordinator mampir sebentar di Warung Bakso di ibukota Kabupaten. Kami semua menyantap bakso dengan lahap. Soalnya, waktu itu kami berfikir, kalau sudah tinggal di desa terpencil nanti, bakalan susah makan bakso.

Singkat cerita, Papah menempati pos baru di desa yang berjarak kurang lebih 10 km dari ibukota kabupaten. Papah tinggal bersama-sama 5 orang kawan lainnya yang datang dari berbagai Fakultas di UNHAS. Keesokan harinya, Papah didatangi oleh seorang Kordes (Koordinator Desa) yang menumpang sepeda motor pinjaman kepala desa setempat tempat ia tinggal. Ia mengajukan protes–mungkin lebih tepatnya curhat–pada Papah.

Sampai disini saya melirik istri saya. Ia masih duduk mematung dengan menoleh ke arah lain. Kelihatannya ia mulai menyimak cerita saya.

“Mau dilanjutin nggak ?. Kalau mau, Mamah makan dulu tuh Baksonya, biar sedikit,” saya membujuk.Istri saya menggeleng.

Saya menyerah dan melanjutkan cerita kembali.

Sang Kordes bercerita bahwa desa yang ditempatinya sangat terpencil dan jauh dari peradaban modern. Listrik pun belum masuk kesana. Alkisah, pada malam harinya, sepulang makan bakso bersama kami, mendadak ia sakit perut dan ingin buang air besar. Rupanya ia terlalu banyak makan sambal. Sang Kordes lalu mengajukan niatnya ini kepada tuan rumah, si kepala desa setempat.

Tak disangka, si kepala desa (Kades) malah mengajak sang Kordes kebelakang. Ia lalu memberikan sang kordes sebuah cangkul dan ember berisi air dengan gayung kecil didalamnya. Sang Kordes keheranan. “Ini buat apa, pak?” tanyanya. Pak Kades tidak menjawab malah menunjuk ke halaman belakang rumahnya yang gelap gulita.

“Kamu buang hajat disana. Di kebun belakang. Jangan lupa bawa sarung,” kata si Kades akhirnya. Ia lalu pergi tanpa sempat menjelaskan lebih lanjut maksud ucapannya pada sang Kordes. Untunglah, dengan kecerdasan intelektual mahasiswa tingkat akhir, sang kordes bisa menganalisa maksud Pak Kades. Ternyata, karena di desa tersebut tidak ada Kloset/WC maka warga disana buang hajat di kebun belakang dengan menguburnya.

Setelah mengambil sarung, sang kordes pun melanjutkan menuntaskan hajat. Dasar “anak kota” untuk menemaninya sendiri dikeheningan malam, ia membawa Walkman miliknya tentu saja bersama perbekalan penting lainnya yaitu, Sarung, Cangkul dan seember air. Papah membayangkan betapa berat penderitaan sang Kordes. Sudah begitu sengsara menahan hajat, kini ia pun harus mencangkul dan menggali tanah tempat “si hajat” itu disemayamkan.

Saya menirukan gaya Pak Kordes mencangkul tanah dengan ekspresi yang begitu menyedihkan, seperti lelaki yang baru diusir mertua. Terlihat istri saya sudah mulai tertarik. Ia tersenyum-senyum sendiri. Ketika saya melirik ke meja, ternyata mangkuk bakso sudah berkurang setengah. Bagus!

Sang Kordes lalu mengambil posisi jongkok dengan sarung mengerudungi kepala, tepat diatas “lubang persemayaman hajat”-nya. Cangkulnya ia letakkan disamping kirinya dan disamping kanannya adalah ember berisi air secukupnya. Suasana begitu senyap saat itu. Juga sangat gelap. Ia lalu menyetel Walkmannya untuk mengusir rasa takut yang mendera. Sesaat kemudian sang Kordes terbuai dalam kesyahduan.

Istri saya tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan saya beraksi menirukan gaya sang Kordes menunaikan hajat. Tentu dengan berjongkok sembari kepala diangguk-anggukan mengikuti irama musik dari Walkmannya. Saya melirik kembali ke mangkuk bakso diatas meja. Wah..sudah habis!. Licin tandas!. Bagus!.

Tiba-tiba tak disangka-sangka dari arah belakangnya terdengar gonggongan anjing. Menuju kearahnya. Begitu cepat. Sang Kordes terkejut dan lari terbirit-birit. Sarung diangkatnya dan tanpa peduli pada hajat yang belum selesai dilaksanakan, ia mengambil langkah seribu dan lari tunggang langgang menyelamatkan diri. Di belakangnya seekor anjing kampung mengejarnya disertai gonggongan keras. Anjing itu mencoba menggigit ujung sarung sang kordes yang berkibar-kibar. Rupanya anjing tersebut tertarik mendengar suara lirih lagu dari walkman yang diputar Sang Kordes yang akhirnya bisa menyelamatkan diri dengan memanjat pohon. Bugil pinggang kebawah. Sarung bersama sebagian sisa “hajat”-nya tertinggal dibawah pohon.

Tawa istri saya meledak kencang. Memenuhi ruang keluarga dirumah kontrakan kami. Ia semakin geli menyaksikan saya menirukan aksi memilukan sang kordes yang ketakutan digigit anjing diatas pohon. Strategi saya berhasil!. Istri saya akhirnya bisa melampiaskan ngidamnya memakan bakso.

Dua hari kemudian, istri saya menelepon saya lagi.

“Papah, beliin bakso lagi ya…tapi..”

“Beres Mamah, tapi apa ?”

“Ceritain lagi dong, sambil makan bakso…” 

Related Posts
JANGAN TIDUR BILA JADI KONDEKTUR
MODA Transportasi dari Cikarang--sebagai salah satu kota satelit di bagian timur ibukota negeri ini--ke Jakarta sudah semakin beragam. Tidak hanya bus-bus berkapasitas besar (misalnya Bis Mayasari Bhakti dari kota Jababeka ...
Posting Terkait
ALYA, BERSAMAMU, DUNIA IKUT TERTAWA
Bagi kami sekeluarga, Alya, si bungsu yang centil dan manis ini adalah "matahari" yang selalu menghangatkan rumah dengan tawa serta candanya yang menggemaskan. Dan tentu aksi-aksi eksperimennya yang kadang tak ...
Posting Terkait
SEWINDU ANGINGMAMMIRI : MENJAGA KONSISTENSI BERBAGI EKSPRESI & INSPIRASI
anpa terasa usia Komunitas Blogger Makassar, Anging Mammiri, memasuki  delapan tahun  pada tanggal 25 November 2014. Sebuah tanggal yang selalu saya hafal karena merupakan ulang tahun ibunda saya tercinta dan ...
Posting Terkait
LOVE AT THE FIRST VOICE
DALAM sejarah percintaan saya dari masa remaja di SMA hingga menyelesaikan kuliah, saya termasuk orang yang gagal melakoni indahnya romantisme itu. Saat masih SMA, seorang kawan yang memiliki reputasi sebagai playboy ...
Posting Terkait
Siap On Air !
Kemarin sore, Minggu (27/3) saya berkesempatan menghadiri wawancara bersama radio DFM 103,4 bertempat di ruang siaran studio mereka di Perumahan Buncit Indah, Jl.Mimosa 1 No.A 7 Pejaten. Berangkat dari Cikarang ...
Posting Terkait
ARUNG JERAM ARUS LIAR : MENAKLUKKAN TANTANGAN DAN KETAKUTAN
Matahari pagi belum muncul saat hari Sabtu 30 April 2011 saya berangkat meninggalkan rumah menuju ke kantor. Saya melirik arloji di tangan. Masih pukul 04.50, saya membatin. Kami mesti kumpul ...
Posting Terkait
NICAF, Wujud Komitmen Nindya Karya Kurangi Emisi Karbon Tanah Air
Industri konstruksi merupakan salah satu sektor dengan kontribusi emisi karbon yang signifikan, baik dari penggunaan energi, material bangunan, maupun aktivitas transportasi dan logistik. Sebagai perusahaan konstruksi yang memiliki peran besar dalam ...
Posting Terkait
Kemarin pagi sebuah email yang cukup menghentak masuk ke inbox saya. Judulnya "I'm (offically) taking off my high heels". Email itu datang dari sahabat saya, Sandy Tiara, Application Engineer pada ...
Posting Terkait
HALAL BI HALAL WARGA JL.ANTILOP 5 BLOK H-3 & I-1 PERUMAHAN CIKARANG BARU
Hari Sabtu malam (25/9) seusai mengantar keluarga adik perempuan bungsu saya, Yanti bersama keluarganya ke Bandara Soekarna Hatta kembali ke Kalimantan, kami sekeluarga menghadiri acara Halal Bi Halal warga Jalan ...
Posting Terkait
MERIAH DAN SUKSES, PELAKSANAAN PESTA BLOGGER 2010 (2)
Seusai makan siang dan sholat Dhuhur, saya mengikuti sesi Breakout session yakni diskusi "Makassar Tidak Kasar" yang berlokasi di "Pulau Bunaken". Oya, memang untuk sesi diskusi khusus Pesta Blogger 2010 ...
Posting Terkait
MY BLOGGING KALEIDOSKOP 2015
Januari 2015 Mengawali tahun 2015, saya berpartisipasi mengisi blog film "Karbon Dalam Ransel" (KDR) yang digagas oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI). Pada blog tersebut saya menuliskan 14 artikel dalam kurun ...
Posting Terkait
SUKSES, PENYELENGGARAAN IDBLOGILICIOUS PERTAMA DI SURABAYA
Hujan mengguyur Kota Surabaya saat saya turun dari pesawat Lion Air JT 748, Sabtu (14/5) pagi bersama salah satu pembicara , Alderina Gracia. Inilah kedatangan saya kembali ke kota Pahlawan ...
Posting Terkait
BUSANA ADAT PENGANTIN DAERAH , MENEGUHKAN KEARIFAN LOKAL
Foto mempelai wanita Minangkabau yang dikenal dengan sebutan Anak Daro. karya Febri Aziz, dalam Dji Sam Soe Potret Maha Karya Indonesia oto mempelai wanita Minangkabau yang menggunakan pakaian adat khas setempat ...
Posting Terkait
BLOGILICIOUS BANDUNG : SENSASI BERBAGI WALAU HANYA SEHARI
ajar merekah cerah di Cikarang ketika Bis Primajasa menuju Bandung yang saya tumpangi menembus pagi, Sabtu (18/6). Saya menyaksikan, perlahan bias mentari kian menampakkan gemilang sinarnya lewat kaca jendela saat ...
Posting Terkait
PUISI : MENYIBAK BAYANGMU DI TEPIAN MUSI
Kaki-kaki Jembatan Ampera yang kokoh menghunjam pada dasar batang sungai anggun mengalir, seakan bertutur tentang kisah-kisah yang berlalu dari musim ke musim, tentang cinta, harapan, impian, juga kehilangan Dan di tepian Musi, mengenangmu bersama ...
Posting Terkait
DE BANGOOR CAFE CIKARANG : NIKMATNYA SENSASI KOPI ASLI INDONESIA DALAM RACIKAN YANG DASHYAT
ebenarnya, sudah hampir 3 kali saya mendapatkan undangan untuk kopdar bersama Komunitas Blogger Cikarang namun karena terkendala oleh berbagai kegiatan, hingga akhirnya saya bisa memenuhi undangan kopdar tersebut minggu lalu, ...
Posting Terkait
JANGAN TIDUR BILA JADI KONDEKTUR
ALYA, BERSAMAMU, DUNIA IKUT TERTAWA
SEWINDU ANGINGMAMMIRI : MENJAGA KONSISTENSI BERBAGI EKSPRESI &
LOVE AT THE FIRST VOICE
WAWANCARA DI RADIO DFM 103,4
ARUNG JERAM ARUS LIAR : MENAKLUKKAN TANTANGAN DAN
NICAF, Wujud Komitmen Nindya Karya Kurangi Emisi Karbon
SHE JUST TAKING OFF HER HIGH HEELS
HALAL BI HALAL WARGA JL.ANTILOP 5 BLOK H-3
MERIAH DAN SUKSES, PELAKSANAAN PESTA BLOGGER 2010 (2)
MY BLOGGING KALEIDOSKOP 2015
SUKSES, PENYELENGGARAAN IDBLOGILICIOUS PERTAMA DI SURABAYA
BUSANA ADAT PENGANTIN DAERAH , MENEGUHKAN KEARIFAN LOKAL
BLOGILICIOUS BANDUNG : SENSASI BERBAGI WALAU HANYA SEHARI
PUISI : MENYIBAK BAYANGMU DI TEPIAN MUSI
DE BANGOOR CAFE CIKARANG : NIKMATNYA SENSASI KOPI

2 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *