Dibawah ini, saya mencoba mendokumentasikan dan menayangkan ulang sejumlah puisi-puisi lama saya yang pernah di muat di suratkabar di Makassar, 17 tahun silam:
IRAMA HATI
Kususuri jejak-jejak cinta kita
Udara terluka, tembok-tembok lusuh
dan fatamorgana hitam menghadang perjalanan
Kuteguk keterasingan itu dan kupagut erat
kecemasan yang melanda diri
Nyanyian jiwaku menuntun hati yang retak
Saat langit tak ramah menyapa
“Aku belum selesai !” jeritku berang
Kurobek atmosfir dengan belati kesetiaanku
Lalu kucabik kutakutan, penuh dendam
Irama hati lantunkan tembang kegetiran
“Jangan berhenti meski roh tak lagi merangkul tubuh
dan asmara tak lagi merajuk kalbu” katanya, muram.
Angin berdesis pelan, saat muara kuraih
dimana aku karam disana
Bersama sepi, mimpi dan air mata kesangsianku
Maros, Oktober 1991
LUKA JIWA
“Aku letih,” begitu katamu. Malam itu.
Dan rembulanpun mendadak pucat
saat mataku memaku pelupuk matamu
Ada kabut melintas disana
“Kau terlalu jauh kurengkuh,”katamu lagi.
Lalu anginpun tiba-tiba berhenti berbisik
Pucuk pepohonan meneteskan airmata
Batinku tersayat pisau keyakinanku
Kala matamu yang luka menghunjam
“Jangan tinggalkan aku,” ucapmu lirih
Dan teratai kolampun tertunduk lesu
Angsa-angsa tak lagi menari
Aku tersenyum dan mataku berkata:
“Aku tetap disampingmu”
Lalu jemariku
Jemarimu
bertaut
Saat nadimu tak lagi berdenyut
Kemudian, tanyapun tak memperoleh jawab
Maros, Oktober 1991
Sajak-sajak diatas dimuat di Harian Fajar Makassar, 16 Mei 1993
TESTAMEN CINTA (1)
Jika telaga hati mampu menampung segenap makna
dan menjabarkan kata-kata
Maka biarkan kelopak mawar merekah diterpa fajar
kelompok angsa menari disisi teratai
serta binar mata kejoramu mencari artinya sendiri
Sebab cinta itu, Dinda
Adalah permakluman sejati kita tentang hidup
TESTAMEN CINTA (2)
Ada yang tak pernah lepas dan pupus dari genggaman
kala kureka-reka kerinduan yang kualami
Sebuah anomali dan sensasi melenakan
Yang kemudian membuat aku paham
Bahwa cinta dan cemburu
tak lain
kembar siam masa lalu yang purba
TESTAMEN CINTA (3)
Gerimis senja menghantam kaca jendela
Dan kau, dindaku, terpaku dengan bibir bergetar
Boulevard yang karib kita cumbui tiap hari
Mengigil diguyur kecemasan dan lara kita
Tak ada yang tersisa lagi
Untuk hasrat di palung kalbu
Padahal, atas nama cinta,
Kita selalu rela untuk sebuah kejujuran
TESTAMEN CINTA (4)
Apa yang mesti aku katakan padamu,
Saat gejolak rindu menikam langit ?
Sedang bulan mendelik tak percaya dan
bintang nerpaling ke arah lain
Adalah kau, dindaku, datang bersama malam
Merangkul erat matahari kegelisahan
dan sangat tahu dan yakin
Bagaimana aku mesti membuatkan
Pelangi di lekuk cakrawala
dengan warna-warni cintaku
Dimuat di Harian Fajar-Makassar, 4 Desember 1993
Related Posts
Mari duduk disini, dihadapanku dan berceritalah
tentang bunga melati yang mekar di pekarangan, politisi yang bergegas menebar pesona,
ibukota yang telah memerangkapmu dalam galau tak berkesudahan,
cuaca yang kian tak ramah, atau definisi ...
Posting Terkait
Kerapkali, kamu menganggap setiap noktah cahaya bintang di langit
yang berpendar cemerlang, adalah bagian dari serpih kebahagiaan yang menguap ke langit
"Setidaknya, aku bisa menyaksikan rasa yang hilang itu disana, menikmatinya dan ...
Posting Terkait
Bentang Lazuardi petang ini,
seperti mengirim pesan untuk kita
Pilu yang sempat kau tambatkan di dermaga jiwa, adalah jejak suram kenangan yang selayaknya tak perlu ada
Bahwa keniscayaan kita menggapai mimpi yang absurd, ...
Posting Terkait
Langit senja ini seakan merenda batas cakrawala
dengan rona merah jambu serupa ranum pipimu
yang diterpa bias cerah cahaya fajar
Pada titian rindu dimana kaki kita gamang menapak
kamu acapkali berkata dengan mata berbinar,"Di ...
Posting Terkait
--Untuk Perempuan yang Menyimpan Lembut Cahaya Bulan di Matanya
Mengenangmu, perempuanku..
Seperti berkelana jauh menjelajah bintang
memetik setiap noktah-noktah cahayanya
yang membentuk wajahmu dirangka langit
lalu melukiskannya kembali
di kanvas hati, dengan lembut cahaya bulan
yang terbit ...
Posting Terkait
Saat senja, ketika Ramadhan pergi
Keharuan menyentak dikalbu, menyentuh nurani
Seiring semburat merah jingga bertahta di rangka langit
Bulan Suci beranjak perlahan, menapak dalam keheningan
meninggalkan jejak-jejak cahaya hingga batas cakrawala
Dan aku luruh dalam ...
Posting Terkait
Sepagi ini kita bercakap tentang hujan
yang jatuh dari langit laksana hunjaman jarum-jarum air
Pada tanah basah tempat kita berpijak.
dan rindang pepohonan dimana kita berdiri dibawahnya
"Sebagaimana setiap kisah pilu dituturkan," katamu perih,"Seperti ...
Posting Terkait
Riak air berwarna kusam mengalir pelan
di sepanjang batang tubuhmu, Kalimalang
Pada tepiannya aku termangu dan menyesap segala cerita
tentang anak-anak yang tertawa riang menceburkan diri ke dalammu
tentang sampah yang mengapung disekitarmu
tentang tawa ...
Posting Terkait
Tidurlah yang pulas anakku
Saat kuganti kalender penanda waktu
pada pagi pertama ditahun baru
ditingkah gerimis yang tak jua usai
dan kerlip kembang api dilangit malam
serta gemuruh petir menggetarkan sukma
Seperti degup jantungku yang mencoba ...
Posting Terkait
Kita tak akan pernah bisa menyepuh ulang segala impian
dan kenangan yang meranggas perlahan di ringkih hati
lalu menyemai harap, segalanya akan kembali seperti semula
"Karena apa yang tertinggal," katamu,"seperti sisa jejak kaki
di ...
Posting Terkait
Kita telah lama membincang pagi dan senja, pada malam,
ketika gelap meluruh pelan dari kisi-kisi jendela kamar kita
dan kenangan yang telah kita rajut bersama larut dalam kelam
Sehelai pasmina biru, untukmu, istriku, ...
Posting Terkait
Ketika harapan tak terjelmakan dan ilusi tentangmu hanyalah bagian
dari noktah kecil yang bersinar redup di langit malam,
maka segala impian yang telah kita bangun mendadak sirna diterpa angin
sementara kerlip kunang-kunang tetap tak ...
Posting Terkait
gaknya, urat sejarah dan gurat kenangan yang membeku dalam ingatanmu
telah membuat semuanya menjadi tak sama, seperti dulu..
laksana sebatang pohon kesunyian yang tumbuh enggan dari perih luka atau
mata air pegunungan yang ...
Posting Terkait
emindai kembali jejakmu di sekujur tubuh Braga
pada pagi ketika embun baru saja melapisi atas aspalnya
dan halimun putih tipis yang melingkupi bagai sayap bidadari erat mendekap
seperti melihatmu lagi tersenyum menyongsong hangat ...
Posting Terkait
Sepi Malam dan Kerik Jengkerik di Beranda
Adalah dendang nyanyian rindu terlukis diam-diam
pada rangka langit dan bintang yang mendelik cemburu
sementara embun luruh perlahan menyentuh
pucuk rerumputan, kaca jendela, helai daun,
juga bening mataku ...
Posting Terkait
Senyap yang menggantung pada kelam kota kecil kita
Adalah desah nafas rindu yang kita tiupkan perlahan
pada langit, bulan separuh purnama, rerumputan pekarangan dan
desir angin yang mengalir lembut menerpa
pipimu yang telah basah ...
Posting Terkait
PUISI : DI PHOENAM…DI PHOENAM..KITA MENGANYAM KENANGAN
PUISI : MEMBENAMKAN LARA PADA SUNGAI KERINDUAN
PUISI : ILUSI DALAM JEMARI
PUISI : PADA PENGHUJUNG TITIAN RINDU
PUISI : DALAM RINDU, MENGENANGMU, SELALU…
SAAT SENJA, KETIKA RAMADHAN PERGI
PUISI : MENARI DI LINTASAN PELANGI
PUISI : DI TEPI KALIMALANG, AKU DUDUK DAN
PUISI TAHUN BARU UNTUK ANAKKU
PUISI : SENANDUNG SEKEPING KEHENINGAN
PUISI : SEHELAI PASMINA BIRU UNTUK ISTRIKU
PUISI : DESAU ANGIN DAN PEREMPUAN YANG MERINDU
PUISI : SEPANJANG BRAGA DAN SETERUSNYA.. (II)
PUISI : KOTA KECIL DAN KEHENINGAN ITU
hanya ingin mengatakan, kl poe juga sangat menyukai puisi,
kenapa poe tertarik dengan puisi2 di atas,,
kenangan, cinta, luka, rindu dan tentang masa lalu..
Pingback: PUISI : TESTAMEN CINTA / Catatan Dari Hati
puisi2ny bgs,buatkan puisi ttg masa lalu,cinta berlatar blkng hujan,dan roman..
boleh2, q ska tu.