Jam tangan itu sudah berhenti berdetak. Jarumnya membeku di angka 10:15. Itu waktu Papa pergi, tertidur selamanya di kursi malasnya, dengan tangan menggenggam jam tangan perak itu.
Aku menyentuh kacanya yang dingin. Bekas sidik jari Papa masih ada di sana, samar seperti embun. Dulu, setiap malam, Papa akan memutar mahkotanya, mendengar bunyi ‘klik’ halus. Bunyi itu seperti melodi, lagu pengantar tidurku. Malam ini, aku hanya merasakan keheningan.

Aku membuka lacinya, tempat aku menyimpan semua kenangan Papa: surat-surat, kacamata baca, dan botol parfumnya yang hampir kosong. Aku memejamkan mata, mencium aroma kayu cendana dan tembakau dari botol itu. Aromanya sudah memudar, sama seperti kenangan tentang Papa.
Kehilangan adalah ruangan yang dingin, tanpa jendela, tanpa pintu. Kehilangan adalah jam tangan yang berhenti berdetak, mengingatkanmu bahwa waktu tidak bisa kembali. Aku menaruh jam tangan itu di telingaku, berharap bisa mendengar detakan terakhirnya. Tapi, yang aku dengar hanyalah detakan jantungku sendiri, berdetak dengan ritme yang menyakitkan.

Aku merindukanmu, Papa.
Aku merindukan melodimu. Aku merindukan detakan jam tanganmu.
Related Posts
Raisa mencintai Gilang diam-diam selama dua tahun.
Menjadi teman yang baik, pendengar setia, dan tempat pulang paling tenang.
Akhirnya, Gilang mulai berubah. Lebih perhatian, lebih sering mencari Risa.
Hatinya sempat berani berharap.
Sampai malam ...
Posting Terkait
Hancur!. Hatiku betul-betul hancur kali ini. Berantakan!
Semua anganku untuk bersanding dengannya, gadis cantik tetanggaku yang menjadi bunga tidurku dari malam ke malam, lenyap tak bersisa.
Semua gara-gara pelet itu.
Aku ingat bulan ...
Posting Terkait
Berkali kali lelaki itu merutuki kebodohannya.
Mengabaikan perasaannya paling dalam kepada perempuan sederhana namun rupawan yang dia sukai, hanya demi harga diri sebagai lelaki kaya, tampan dan terkenal--lalu kemudian, ketika semua ...
Posting Terkait
Dio menciptakan lagu untuk Raline, gadis pemilik piano putih di rumah besar ujung jalan. Mereka bertemu di les musik, ketika Dio hanya siswa magang dan Raline anak pemilik yayasan.
Mereka sering ...
Posting Terkait
Aku meradang. Merah. Juga bernanah.
Sudah tiga hari aku bercokol disini, di bokong sebelah kiri salah satu penyanyi dangdut terkenal ibukota, Nana Daranoni.
Sang pemilik bokong tampaknya kurang merasa nyaman atas kehadiranku. ...
Posting Terkait
Istriku uring-uringan dan mendadak membenciku dua hari terakhir ini.
"Aku benci tahi lalatmu. Tahi lalat Rano Karnomu itu!" cetusnya kesal.
"Pokoknya, jangan dekat-dekat! Aku benciii! Benciii! Pergi sanaa!", serunya lagi, lebih galak.
Aku ...
Posting Terkait
Setiap malam, Randy duduk di jendela rumahnya, menatap jalan. Ibunya bilang itu kebiasaan bodoh—menunggu orang yang tak akan kembali.
Ayahnya pergi tujuh bulan lalu.
Bukan karena perang atau kecelakaan, tapi karena kelelahan. ...
Posting Terkait
Aku menatapnya. Takjub.
Dia menatapku. Marah.
Aku tak tahu apa yang berada di benak wanita muda itu sampai memandangku penuh kebencian. Padahal dia hanya melihat pantulan dirinya sendiri disitu. Dan aku, cukuplah ...
Posting Terkait
Gadis itu menulis diatas secarik kertas dengan tangan bergetar.
Ia mencoba menafsirkan desir-desir rasa yang menggerayangi kalbu nya, menerbitkan rasa nyaman dan juga kangen pada lelaki yang baru akan diperkenalkannya pada ...
Posting Terkait
Takdir kerapkali membawa keajaibannya sendiri.
Seperti saat ini, menatap wajahnya kembali pada sebuah reuni sekolah menengah pertama. Paras jelita yang seakan tak pernah tergerus waktu, meski hampir setengah abad telah terlewati.
Diajeng ...
Posting Terkait
Flash fiction atau fiksi kilat telah menjadi fenomena sastra yang semakin populer di era digital ini. Dengan keterbatasan kata yang ekstrem—biasanya di bawah 1.000 kata, bahkan seringkali hanya 55-300 kata—flash ...
Posting Terkait
Hening. Sunyi.
Di ujung telepon aku hanya mendengar helaan nafasnya yang berat.
"Jadi beneran mbak tidak marah?", terdengar suara adikku bergetar.
"Lho, kenapa harus marah?", sergahku gusar
"Karena Titin melangkahi mbak, menikah lebih dulu,"sahutnya ...
Posting Terkait
Seperti yang pernah saya lakukan diblog lama, saya akan menayangkan karya flash-fiction saya diblog ini secara teratur, paling tidak minimal 2 minggu sekali. Contoh koleksi flash-fiction lama saya bisa anda lihat ...
Posting Terkait
Rayyan mengisi malam dengan melukis wajah gadis yang selalu hadir dalam tidurnya. Rambut sebahu, tatapan teduh, senyum yang seolah mengenalnya.
Setiap kali kuas menyentuh kanvas, Rayyan merasa ia makin nyata.
Sampai suatu ...
Posting Terkait
Di kafe kecil pinggir jalan, Fikri selalu duduk sendirian. Bukan karena tak ada yang mau menemani, tapi karena tak ada yang mengerti.
Ia mendengar dunia seperti musik yang tak sinkron—semua bising, ...
Posting Terkait
Lelaki itu berdiri tegak kaku diatas sebuah tebing curam. Tepat dibawah kakinya, gelombang laut terlihat ganas datang bergulung-gulung, menghempas lalu terburai dihadang karang yang tajam. Sinar mentari terik menghunjam ubun-ubun ...
Posting Terkait
Flash Fiction : Namamu Ditengah Doaku
FLASH FICTION: BUKAN JODOH
Flash Fiction: Nada yang Hilang
FLASH FICTION : TRAGEDI BISUL
FLASH FICTION : TAHI LALAT RANO KARNO
Flash Fiction : Jendela yang Selalu Terbuka
FLASH FICTION : CERMIN TOILET
FLASH FICTION: BARANGKALI, CINTA
FLASH FICTION: SAAT REUNI, DI SUATU WAKTU
Menikmati Sensasi Kejutan dan Hentakan Imaji dari Narasi
FLASH FICTION: TAKDIR TAK TERLERAI
Flash Fiction: Lukisan yang Hidup
Flash Fiction : Satu Kursi, Satu Dunia
FLASH FICTION : AKHIR SEBUAH MIMPI