Ketika Sungai Berbisik: Jejak Kehidupan yang Kini Terancam
Pada hari ini, 27 Juli 2025, kita kembali merenungkan makna sebuah peringatan yang lahir dari kegelisahan mendalam akan nasib urat nadi bangsa ini. Hari Sungai Nasional bukanlah sekadar ritual tahunan belaka, melainkan seruan hati nurani kolektif yang menggemakan tangisan sunyi aliran-aliran air yang telah memberi kehidupan pada peradaban kita selama ribuan tahun.
Penetapan tanggal 27 Juli sebagai Hari Sungai Nasional bukanlah kebetulan semata. Tanggal ini merujuk pada momentum bersejarah ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai pada 27 Juli 2011. Sebuah langkah berani yang mengakui bahwa sungai bukan sekadar aliran air, tetapi jantung peradaban yang memerlukan perlindungan hukum dan moral.
Namun realita yang kita hadapi hari ini begitu menyayat hati. Indonesia yang diberkahi dengan tidak kurang dari 70 ribu sungai, ternyata sekitar 46 persen di antaranya berada dalam keadaan tercemar berat menurut data Badan Pusat Statistik. Angka yang mencengangkan ini bukan sekadar statistik dingin, tetapi cermin dari luka yang menganga di tubuh ibu pertiwi.
Lebih memilukan lagi, dari 110 sungai yang diidentifikasi pada 2022, hanya sembilan sungai atau 8,2 persen yang memenuhi baku mutu. Bayangkan, dari seratus sungai yang mengalir, hanya delapan yang masih layak disebut “sehat”. Sisanya? Mereka telah menjadi saksi bisu dari keserakahan dan ketidakpedulian kita terhadap warisan leluhur.
Namun di tengah kegelapan data yang menyesakkan dada, masih ada secercah harapan yang berkilauan. Hasil pemantauan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan peningkatan kondisi kualitas air dari 53,88 poin rata-rata nasional pada 2022 menjadi 54,59 poin pada 2023. Meski peningkatannya tergolong kecil, namun ini adalah bukti bahwa perubahan dimulai dari langkah-langkah kecil yang konsisten.
Tahun ini, Hari Sungai Nasional mengangkat tema “Sungai Lestari, Lingkungan Sehat, Masyarakat Sejahtera”. Tema yang sederhana namun sarat makna ini menegaskan bahwa kelestarian sungai bukan hanya persoalan lingkungan, tetapi fondasi kesejahteraan masyarakat. Ketika sungai sehat, kehidupan pun berkembang. Ketika sungai sakit, peradaban ikut terluka.
Kita tidak boleh melupakan bahwa di balik angka-angka yang mengkhawatirkan ini, terdapat kisah-kisah manusia yang nyata. Petani di bantaran sungai yang kehilangan sumber pengairan, nelayan yang tidak lagi menemukan ikan karena air yang tercemar, ibu-ibu yang harus berjalan berkilometer mencari air bersih untuk keluarga. Mereka adalah wajah-wajah yang tersembunyi di balik statistik pencemaran sungai.
Ambil contoh Sungai Tallo di Makassar, sungai sepanjang 19 kilometer yang menjadi nadi kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan. Penelitian menunjukkan bahwa sungai ini telah masuk dalam kategori tercemar ringan, dengan parameter COD di beberapa titik telah melebihi baku mutu untuk digunakan sebagai sumber air.
Yang lebih menyayat hati, warga melaporkan kondisi air yang menghitam, ikan-ikan mati mengapung, dan udang di tambak sekitar mati akibat dugaan pencemaran limbah industri. Ini bukan sekadar angka statistik, tetapi kehilangan mata pencaharian ribuan keluarga nelayan dan petambak.
Namun ada juga kisah-kisah inspiratif yang patut kita teladani. Dari 2.070 sungai yang dipantau KLHK dengan 927 titik pemantauan, masih ada 456 titik yang diklaim dalam kondisi baik, tersebar di beberapa wilayah Indonesia termasuk enam titik sungai dalam kategori bersih di Kabupaten Buleleng, Bali. Ini membuktikan bahwa upaya pelestarian sungai bukanlah sekadar angan-angan, tetapi sesuatu yang dapat diwujudkan dengan komitmen bersama.
Fenomena global juga mengingatkan kita akan urgensi permasalahan ini. Sekitar 51 persen hingga 60 persen sungai di seluruh dunia berhenti mengalir setidaknya satu hari dalam setahun.
Ini berarti lebih dari separuh sungai di dunia tidak lagi bersifat abadi seperti yang dipercayai nenek moyang kita. Kekeringan, pencemaran, dan eksploitasi berlebihan telah mengubah sungai dari simbol kehidupan menjadi korban pembangunan yang tidak berkelanjutan.
Sebagai bangsa yang dikaruniai kekayaan sumber daya air melimpah, kita memiliki tanggung jawab moral yang besar. Setiap tetes air yang mengalir di sungai-sungai nusantara adalah amanah yang harus kita jaga. Setiap generasi memiliki kewajiban untuk mewariskan sungai yang lebih bersih kepada anak cucu mereka.
Hari Sungai Nasional 2025 ini mengajak kita untuk tidak hanya berhenti pada kesadaran, tetapi bergerak menuju aksi nyata. Dimulai dari hal-hal sederhana seperti tidak membuang sampah ke sungai, menggunakan produk ramah lingkungan, hingga terlibat aktif dalam program-program pembersihan sungai di lingkungan sekitar. Setiap individu memiliki peran dalam menulis kembali cerita keagungan sungai-sungai Indonesia.
Industri dan pemerintah juga tidak boleh berpangku tangan. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pencemaran, investasi dalam teknologi pengolahan limbah, dan komitmen jangka panjang untuk restorasi ekosistem sungai menjadi kunci keberhasilan upaya pelestarian ini. Pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan bukanlah dua hal yang bertentangan, tetapi dua sisi mata uang yang saling melengkapi.
Sungai mengajarkan kita tentang kerendahan hati. Meski memiliki kekuatan yang dahsyat, air selalu mencari tempat yang rendah. Sungai mengalir tanpa pamrih, memberi kehidupan kepada semua makhluk yang dilaluinya. Tidak memilih kasih, tidak membedakan status sosial. Inilah filosofi yang seharusnya kita teladani dalam merawat sungai-sungai kita.
Ketika matahari terbenam pada Hari Sungai Nasional 2025 ini, marilah kita berkomitmen untuk menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Setiap langkah kecil yang kita ambil hari ini akan menjadi arus perubahan besar di masa depan. Sungai tidak hanya berbisik tentang masa lalu, tetapi juga bernyanyi tentang masa depan yang lebih cerah.
Mari kita jadikan momentum ini sebagai titik balik, di mana kesadaran berubah menjadi tindakan, dan tindakan berubah menjadi gerakan bersama. Karena pada akhirnya, masa depan sungai-sungai Indonesia ada di tangan kita semua. Dan masa depan sungai adalah masa depan peradaban kita.















