Catatan Dari Hati

Di Balik Senyuman di Media Sosial: Mengurai Benang Kusut Kesehatan Mental Generasi Digital

“Tidak apa-apa untuk tidak merasa baik-baik saja. Penting untuk berbicara tentang kesehatan mental, karena itu adalah bagian dari kita semua.”Prince Harry

Ada pagi yang terasa begitu berat hingga sekedar bangkit dari tempat tidur terasa seperti mendaki gunung. Ada malam ketika pikiran berputar tanpa henti, mengulang kekhawatiran yang sama berkali-kali.

Ada saat-saat ketika senyuman yang kita pajang di depan layar ponsel begitu kontras dengan tangisan yang tersimpan di dalam dada. Ini adalah realitas yang semakin sering dialami oleh jutaan orang di Indonesia, termasuk mungkin oleh Anda yang sedang membaca tulisan ini.

Kesehatan mental bukan lagi sesuatu yang bisa kita simpan dalam laci paling dalam dan pura-pura tidak ada. Angka-angka yang muncul dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa kita sedang berada di tengah krisis yang nyata.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI yang dirilis pada Januari 2025, sekitar 30 persen dari 280 juta jiwa masyarakat Indonesia diperkirakan mengalami gangguan kesehatan mental. Bayangkan, 1 dari 5 orang di sekitar kita sedang berjuang dengan beban yang mungkin tidak terlihat dari luar.

Yang lebih mengejutkan, generasi muda kita – harapan masa depan bangsa – adalah kelompok yang paling rentan. Survei Indonesia-National Adolescent Mental Health atau I-NAMHS menemukan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia, atau setara dengan 15,5 juta jiwa, mengalami setidaknya satu masalah kesehatan mental.

Angka ini bukan sekedar statistik dingin, melainkan cerminan dari jutaan cerita pribadi tentang kecemasan, depresi, dan perasaan tidak berdaya yang dialami anak-anak negeri ini.

Riset dari Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa mengungkap peningkatan yang mengkhawatirkan pascapemilu 2024. Gangguan kecemasan naik menjadi 16 persen, sementara depresi melonjak ke 17,1 persen, jauh meningkat dari data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 yang mencatat angka kecemasan hanya 9,8 persen dan depresi 6 persen. Dan menurut Asia Care Survey 2024, stres dan kelelahan emosional menjadi momok utama yang dikhawatirkan, mencapai 56 persen dari total responden.

Di tengah angka-angka yang mengkhawatirkan ini, ada sebuah ironi yang menyakitkan. Media sosial, ruang yang seharusnya menghubungkan kita, justru sering kali menjadi sumber luka baru. Setiap guliran layar menampilkan kehidupan orang lain yang terlihat sempurna, membuat kita merasa tidak cukup baik.

Setiap notifikasi bisa menjadi sumber kegelisahan. Penelitian yang dipublikasikan dalam JAMA Psychiatry menemukan bahwa remaja yang menggunakan media sosial lebih dari tiga jam per hari berisiko tinggi mengalami masalah kesehatan mental. Di Indonesia sendiri, 72 persen Generasi Z melaporkan mengalami tingkat kecemasan yang tinggi, dengan media sosial menjadi salah satu faktor pemicunya.

Tantangan yang kita hadapi bukan hanya soal jumlah kasus yang meningkat. Ada tiga hambatan besar yang membuat persoalan ini semakin kompleks. Pertama adalah stigma yang masih begitu kental di masyarakat kita.

Survei Lembaga Psikologi Indonesia tahun 2025 mengungkapkan bahwa 60 persen penderita depresi enggan mencari bantuan karena takut dianggap lemah atau tidak stabil. Dalam budaya kita yang masih kuat menjunjung nilai kolektivitas, mengaku sedang tidak baik-baik saja sering dianggap sebagai kelemahan, bukan keberanian.

Kedua adalah keterbatasan akses layanan kesehatan mental. Indonesia hanya memiliki sekitar 0,4 psikiater per 100.000 penduduk, jauh di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia.

Mayoritas fasilitas kesehatan mental yang memadai terkonsentrasi di Jawa dan Bali, sementara pasien di daerah terpencil harus menempuh perjalanan berjam-jam hanya untuk bertemu dengan psikiater terdekat. Anggaran kesehatan mental pun masih di bawah 5 persen dari total anggaran kesehatan nasional.

Ketiga adalah dampak berkepanjangan dari pandemi COVID-19 yang masih terus menghantui. Riset WHO tahun 2025 mencatat bahwa 35 persen pekerja di perkotaan melaporkan kelelahan emosional yang kronis, sementara anak muda mengalami peningkatan gangguan kecemasan sebesar 40 persen dibandingkan era sebelum pandemi. Trauma sosial dan tekanan ekonomi yang ditinggalkan pandemi masih terus terasa hingga hari ini.

Namun di tengah kegelapan ini, ada secercah cahaya yang memberi harapan. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental mulai tumbuh. Semakin banyak orang yang berani berbicara tentang pergulatan mental mereka. Kampanye seperti “It’s OK not to be OK” mulai bergema di berbagai platform, mengubah narasi dari menyembunyikan luka menjadi berani mengakuinya.

Media sosial yang sempat menjadi bagian dari masalah, kini juga mulai menjadi bagian dari solusi. Aplikasi konseling daring mencatat pertumbuhan pengguna hingga 300 persen sejak 2023, memberikan akses yang lebih mudah bagi mereka yang membutuhkan bantuan.

Pemerintah pun mulai mengambil langkah konkret. Program “Sehat Mental untuk Semua” yang diluncurkan pada 2024 menargetkan 500 puskesmas memiliki layanan psikologis dasar di 2025. Program skrining kesehatan mental gratis untuk anak sekolah, dewasa, hingga lansia mulai dilaksanakan.

Perusahaan-perusahaan besar seperti Gojek dan Tokopedia mulai menyediakan layanan konseling gratis bagi karyawan mereka. Sementara itu, program inovatif seperti “Psikolog Bergerak” yang dijalankan Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada berhasil menjangkau 50.000 pasien di daerah marginal sepanjang 2024-2025.

Namun solusi jangka panjang memerlukan perubahan yang lebih fundamental. Kita perlu membangun literasi kesehatan mental sejak dini, memasukkannya dalam kurikulum pendidikan formal.

Kita perlu menciptakan lingkungan kerja yang lebih humanis, di mana produktivitas tidak diukur dengan mengorbankan kesejahteraan mental karyawan. Kita perlu mengubah cara kita menggunakan media sosial, dari alat untuk membandingkan diri menjadi ruang untuk saling mendukung.

Yang terpenting, kita perlu mengubah cara pandang kita terhadap kesehatan mental itu sendiri. Kesehatan mental bukanlah aib atau kelemahan. Ia adalah bagian integral dari kesehatan kita secara keseluruhan.

Sama seperti kita tidak malu pergi ke dokter ketika tubuh kita sakit, kita juga tidak seharusnya malu mencari bantuan ketika jiwa kita terluka. Mengakui bahwa kita tidak baik-baik saja bukanlah tanda kekalahan, melainkan langkah pertama menuju pemulihan.

Bagi Anda yang mungkin sedang berjuang sendirian, ketahuilah bahwa Anda tidak sendirian. Ada jutaan orang lain yang merasakan apa yang Anda rasakan. Ada tangan-tangan yang siap membantu jika Anda mau meraihnya.

Tidak apa-apa untuk berhenti sejenak ketika lelah. Tidak apa-apa untuk menangis ketika terluka. Tidak apa-apa untuk meminta tolong ketika beban terasa terlalu berat. Kerentanan adalah bentuk keberanian, bukan kelemahan.

Kepada masyarakat luas, marilah kita ciptakan ruang yang lebih aman bagi mereka yang sedang berjuang. Dengarkan tanpa menghakimi. Rangkul tanpa memberi label. Dukung tanpa memaksa. Kadang yang dibutuhkan seseorang yang sedang terpuruk bukanlah nasihat atau solusi, melainkan sekadar kehadiran dan pengertian bahwa mereka tidak sendirian dalam perjuangan mereka.

Indonesia, dengan segala kekayaan budayanya yang menekankan gotong royong dan kebersamaan, sebenarnya memiliki modal sosial yang kuat untuk mengatasi krisis kesehatan mental ini.

Tradisi kita yang kuat dalam membangun komunitas bisa menjadi fondasi untuk sistem dukungan kesehatan mental yang lebih baik. Yang kita butuhkan adalah keberanian untuk membuka dialog, menghilangkan stigma, dan mengakui bahwa merawat kesehatan mental adalah tanggung jawab bersama.

Perjalanan menuju kesembuhan bukanlah jalan lurus. Ia penuh liku, naik turun, kadang maju kadang mundur. Tapi setiap langkah kecil adalah kemajuan. Setiap hari yang berhasil kita lalui adalah kemenangan.

Dan di akhir perjalanan yang panjang ini, kita akan menemukan bahwa kita jauh lebih kuat dari yang kita kira. Bahwa retak dalam diri kita bukanlah akhir, melainkan celah tempat cahaya masuk.

Kesehatan mental di Indonesia memang sedang menghadapi tantangan besar, terutama di era digital yang serba cepat ini. Media sosial menjadi arena pertarungan baru antara koneksi dan isolasi, antara inspirasi dan perbandingan yang merusak. Namun dengan kesadaran yang terus tumbuh, dukungan sistemik yang semakin baik, dan yang terpenting adalah kepedulian kita satu sama lain, masa depan yang lebih cerah masih mungkin diraih.

Mari kita mulai dari diri sendiri. Periksa kesehatan mental kita secara berkala, sama seperti kita memeriksa kesehatan fisik. Jaga hubungan nyata di luar layar. Bangun rutinitas yang sehat. Dan yang paling penting, beranilah untuk rentan, beranilah untuk tidak selalu baik-baik saja, karena dalam kerentanan itulah kita menemukan kemanusiaan kita yang paling sejati.

Mengakhiri catatan ini, kita perlu ingat bahwa mengizinkan luka bukan berarti menyerah pada luka. Mengakui tidak selalu baik-baik saja adalah langkah pertama menuju perawatan, untuk diri sendiri dan untuk sesama.

Sebuah masyarakat yang dewasa adalah masyarakat yang memberikan ruang bagi pengakuan, membuat layanan tersedia, dan menata ruang digital agar menjadi tempat aman, bukan sumber luka baru.

Kita tidak dapat menyembuhkan semua luka dalam sehari, tetapi kita bisa memulai dengan satu hal: mendengarkan dengan penuh perhatian.

“Kesehatan mental bukanlah tujuan, melainkan proses. Ini tentang bagaimana Anda mengemudi, bukan ke mana Anda akan pergi.” Noam Shpancer

Related Posts
“CATATAN DARI HATI” ADA DI STORIAL
E-Book di Storial baru saja saya luncurkan. Bertajuk "Catatan Dari Hati" E-Book ini berisi 90 tulisan-tulisan non fiksi pilihan yang saya kumpulkan dari blog saya www.daengbattala.com. Tulisan-tulisan yang saya buat dalam rentang ...
Posting Terkait
KESUPERMARKET.COM : “SMART E-GROCERY” DAN SOLUSI PRAKTIS BELANJA DIGITAL
uaca Jakarta terlihat begitu bersahabat saat saya tiba di Ranch Market Pondok Indah, Senin siang (21/11). Setelah beberapa hari sebelumnya kerap diguyur hujan menjelang petang, dalam acara peluncuran portal kesupermarket.com ...
Posting Terkait
Dari Tuntutan ke Tindakan: Respons DPR terhadap Suara 17+8 yang Menggelegar
"Ketika orang-orang sudah tidak bisa lagi berbicara dengan kata-kata, mereka berbicara dengan tindakan." - Malala Yousafzai amis, 4 September 2025, akan tercatat sebagai salah satu hari bersejarah dalam dinamika hubungan antara ...
Posting Terkait
IDBLOGILICIOUS ROADBLOG, SIAP “MENGGOYANG” SURABAYA
Akhirnya saat itu datang. Besok, Sabtu (14/5) IDBlogilicious Roadblog yang dimotori jaringan blog nusantara yang mengusung konten berkualitas IDBlognetwork akan memulai perjalanannya di kota Surabaya dari rencana 7 kota penyelenggara ...
Posting Terkait
SYARIKAT ISLAM, KEMANDIRIAN UMAT DAN KENISCAYAAN EKONOMI PERADABAN
angit Jakarta terlihat "bersahabat" saat saya memasuki area kantor Syarikat Islam, Jl.Diponegoro No.43 Jakarta, Sabtu (12/8) pagi. Keteduhan pepohonan di kawasan tersebut terasa menyejukkan suasana terik saat saya menapakkan kaki ...
Posting Terkait
Menabur Harapan di Atas Bumi Nusantara: Swasembada Pangan sebagai Pilar Kedaulatan Nasional
i tengah desakan ketidakpastian dunia yang kian pelik, Indonesia tengah berdiri di persimpangan sejarah yang menentukan. Gejolak geopolitik global, dari konflik Rusia-Ukraina yang mengguncang pasokan gandum dunia hingga kebijakan proteksionisme ...
Posting Terkait
PERAN RANTAI SUPLAI & TANTANGAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HULU MIGAS INDONESIA
ada acara Simposium Nasional Migas Indonesia di Makassar, tanggal 25-26 Februari 2015 bertempat di Ballroom Phinisi Hotel Clarion, yang dilaksanakan oleh Komunitas Migas Indonesia chapter Sulawesi Selatan, ada sejumlah catatan ...
Posting Terkait
AYO PARA GURU, NGEBLOGLAH DI BLOG GURU !
  Think, Write and Share Them Itulah tagline yang tercantum pada bagian atas blog ini yang khusus dibuat dan didedikasikan untuk para Guru se Indonesia. Web ini diperuntukkan bagi tenaga pengajar untuk ...
Posting Terkait
MERAYAKAN KEBERSAMAAN BERSAMA IKA TEKNIK UNHAS (Bagian Pertama)
  Satukan Langkah.. Rentangkan Cita.. Kita Membangun Nusa dan Bangsa.. Dibawah Panji Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.. emikian penggalan lagu mars Teknik Unhas yang dinyanyikan penuh semangat sembari mengepalkan tangan ke atas oleh sekitar 1000 orang ...
Posting Terkait
NUANSA KEHANGATAN HALAL BI HALAL KERUKUNAN KELUARGA SULAWESI SELATAN-CIKARANG RAYA 2018
Bertempat di kediaman Ketua KKSS (Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan) Cikarang Raya, Budi Hartawinata, di kawasan cluster Tropikana Perumahan Cikarang Baru Kota Jababeka, Minggu sore (22/7), dilaksanakan acara Halal bi Halal ...
Posting Terkait
Manusia atau Mesin: Dilema Emosional Generasi yang Tumbuh Bersama Pendamping Digital
da sebuah ironi yang menghantui zaman kita. Di era ketika jutaan orang terhubung melalui layar sentuh, jutaan hati justru terasa semakin sunyi. Seorang gadis berusia 22 tahun di Jakarta menghabiskan ...
Posting Terkait
MENANTI KEJUTAN BARU KLA PROJECT
la Project bagi saya, adalah sebuah legenda yang berdiri kokoh diatas kegemilangan jejak yang sudah ditorehkan dengan manis di jagad musik negeri ini lebih dari dua dekade. Sejak pertama kali ...
Posting Terkait
BLOGGER, DUTA INFORMASI DAN SOSIALISASI PENGEMBANGAN KOMUNITAS ASEAN
Langkah Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI untuk menggandeng Komunitas Blogger dalam melakukan sosialisasi Piagam ASEAN patut diapresiasi. Sabtu kemarin (7/8), bertempat di ruang Krakatau Hotel Horizon Bekasi, kerjasama konstruktif antara ...
Posting Terkait
MAAFKANLAH, DAN HIDUP AKAN TERASA JAUH LEBIH INDAH
"Rela Memaafkan Adalah Jalan Terpendek Menuju Tuhan"(Gerard G.Jampolsky dalam bukunya "Forgiveness, The Greatest Healer of All") Saya mengelus pipi dengan rasa geram luar biasa. Bahkan oleh ayah sendiri sekalipun, saya tidak ...
Posting Terkait
AHA MOMENTS SKYSCANNER : APRESIASI KEARIFAN LOKAL, KEHANGATAN KOLEGIAL DAN BELAJAR HAL BARU
“The use of traveling is to regulate imagination with reality, and instead of thinking of how things may be, see them as they are.” – Samuel Johnson enar adanya apa yang ...
Posting Terkait
Jembatan Peradaban: Diplomasi Konstruksi Indonesia di Tengah Arena Global
"Pemimpin sejati bukanlah yang berdiri di depan, melainkan yang mampu membangun jembatan di antara perbedaan untuk masa depan yang lebih baik." - Nelson Mandela alam panggung sejarah yang megah di Lapangan ...
Posting Terkait
“CATATAN DARI HATI” ADA DI STORIAL
KESUPERMARKET.COM : “SMART E-GROCERY” DAN SOLUSI PRAKTIS BELANJA
Dari Tuntutan ke Tindakan: Respons DPR terhadap Suara
IDBLOGILICIOUS ROADBLOG, SIAP “MENGGOYANG” SURABAYA
SYARIKAT ISLAM, KEMANDIRIAN UMAT DAN KENISCAYAAN EKONOMI PERADABAN
Menabur Harapan di Atas Bumi Nusantara: Swasembada Pangan
PERAN RANTAI SUPLAI & TANTANGAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HULU
AYO PARA GURU, NGEBLOGLAH DI BLOG GURU !
MERAYAKAN KEBERSAMAAN BERSAMA IKA TEKNIK UNHAS (Bagian Pertama)
NUANSA KEHANGATAN HALAL BI HALAL KERUKUNAN KELUARGA SULAWESI
Manusia atau Mesin: Dilema Emosional Generasi yang Tumbuh
MENANTI KEJUTAN BARU KLA PROJECT
BLOGGER, DUTA INFORMASI DAN SOSIALISASI PENGEMBANGAN KOMUNITAS ASEAN
MAAFKANLAH, DAN HIDUP AKAN TERASA JAUH LEBIH INDAH
AHA MOMENTS SKYSCANNER : APRESIASI KEARIFAN LOKAL, KEHANGATAN
Jembatan Peradaban: Diplomasi Konstruksi Indonesia di Tengah Arena

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *