Catatan Dari Hati

Film “Stolen Girl” : Ketika Cinta Seorang Ibu Menembus Batas Negara dan Waktu

Ada luka yang tak pernah sembuh dalam hati seorang ibu. Luka yang terus berdarah setiap detik, setiap menit, setiap tahun ketika sang buah hati hilang dari pelukan.

Film “Stolen Girl” (2025) karya sutradara James Kent mencoba menggambarkan kepedihan yang hampir mustahil untuk diungkapkan dengan kata-kata ini. Diangkat dari kisah nyata seorang perempuan Amerika bernama Maureen Dabbagh, film ini membawa kita pada perjalanan delapan tahun penuh air mata, harapan yang retak, dan cinta yang tak pernah padam.

Kate Beckinsale memerankan Mara, seorang ibu tunggal di Ohio yang hidupnya hancur berantakan dalam sekejap. Suatu hari yang tampak biasa di tahun 1993, saat Mara sedang mengambil obat untuk ayahnya yang sakit di sebuah apotek, putri kecilnya yang berusia enam tahun, Amina, menghilang.

Bukan sekadar tersesat, tetapi diculik oleh ayah kandungnya sendiri, Karim (diperankan Arvin Kananian), yang membawa anak itu kabur ke Timur Tengah. Inilah ironi paling menyakitkan dalam kasus penculikan anak lintas negara—ketika hukum tidak bisa berbuat banyak karena yang menculik adalah orang tua kandung sendiri.

Beckinsale membawakan peran ini dengan keyakinan yang luar biasa, menampilkan beban materi cerita yang berat. Dia bukan lagi sosok pahlawan aksi glamor seperti yang sering kita lihat dalam film-filmnya sebelumnya. Di sini, dia adalah perempuan biasa yang patah, rapuh, namun tak pernah menyerah.

Setiap tatapan matanya memancarkan frustrasi, kemarahan, dan kerinduan yang membekukan hati. Dalam setiap adegan, kita tidak pernah meragukan rasa sakit dan tekadnya. Ini adalah salah satu penampilan terbaik Beckinsale, yang membuktikan bahwa dia bisa jauh melampaui peran-peran aksi konvensional.

Film ini mengambil giliran yang tak terduga ketika Mara bertemu dengan Robeson (Scott Eastwood), seorang mantan Marinir yang bekerja sebagai spesialis penyelamatan anak-anak yang diculik secara internasional.

Dia menawarkan bantuan dengan syarat: Mara harus bekerja sama dengannya dalam misi-misi penyelamatan anak lain. Robeson bukan sekadar penyelamat—dia adalah pedagang harapan yang beroperasi di zona abu-abu antara legalitas dan keadilan. Scott Eastwood dan Matt Craven, yang berperan sebagai ayah Mara bernama Joe, memberikan dukungan yang solid dalam narasi ini.

Yang membuat “Stolen Girl” berbeda dari film-film bertema serupa adalah cara film ini menggambarkan waktu. Delapan tahun bukanlah angka semata. Itu adalah ribuan hari dimana Mara bangun dengan luka yang sama, ribuan malam dimana dia tertidur dengan bayangan wajah putrinya.

Waktu berjalan untuk semua orang, tapi tidak untuk seorang ibu yang kehilangan anaknya. Ini adalah salah satu aspek paling menyentuh dari film ini—penggambaran bagaimana penderitaan itu stagnan, sementara dunia terus berputar.

Namun, film ini juga tidak luput dari kelemahan. Adegan-adegan aksi yang berulang dan sudut pandang cinta paksa antara Mara dan Robeson terasa janggal, terutama karena Beckinsale dan Eastwood tidak menghasilkan chemistry yang meyakinkan. Film ini tampak bimbang antara ingin menjadi drama emosional yang kuat atau thriller aksi bergaya seperti “Taken”.

Akibatnya, identitas film menjadi terpecah. Adegan-adegan di Timur Tengah, meski dimaksudkan untuk menambah ketegangan, justru terasa klise dan kurang mendalam.

Sutradara James Kent, yang sebelumnya dikenal lewat “The Aftermath” dan “Testament of Youth”, menunjukkan kekuatannya dalam menggarap bagian-bagian dramatis. Dia berhasil mengembangkan karakter Mara bukan sekadar sebagai ibu yang putus asa, tetapi sebagai sosok yang berjuang mempertahankan segalanya di tengah keterbatasan.

Namun, di bagian aksi, arahan Kent terasa kurang tajam. Pemotongan gambar yang terlalu cepat dan kamera yang gemetar mengurangi dampak dari adegan-adegan krusial.

Yang paling mengejutkan dari “Stolen Girl” adalah akhirnya. Tanpa membocorkan terlalu banyak, film ini menawarkan sudut pandang yang tak terduga tentang konsep “penyelamatan”.

Di akhir, penebusan film ini terletak pada penggambaran tentang harga dari cinta yang rela berkorban. Ini bukan akhir yang mudah atau memuaskan dalam arti konvensional, tetapi akhir yang menggugah dan menghormati kompleksitas situasi nyata.

Film ini juga mengangkat isu penting yang jarang dibahas: penculikan anak lintas negara oleh orang tua kandung. Ini adalah tragedi tersembunyi yang menimpa ribuan keluarga di seluruh dunia.

Ketika cinta berubah menjadi kepemilikan, ketika ego mengalahkan kepentingan anak, korban terbesar adalah anak-anak yang terjebak di tengah perebutan orang tua mereka. “Stolen Girl” mengingatkan kita bahwa dalam setiap kasus seperti ini, ada seorang ibu—atau ayah—yang tidak pernah berhenti mencari, tidak pernah berhenti berharap.

Beckinsale membawa film ini di pundaknya dengan penuh martabat. Meskipun naskah dan eksekusi film tidak sempurna, komitmen aktingnya memastikan bahwa pesan inti tetap sampai.

Dia mengingatkan kita bahwa cinta seorang ibu bisa menjadi kekuatan yang menembus batas geografis, politik, dan bahkan waktu itu sendiri. Dalam dunia yang penuh dengan ketidakadilan dan birokrasi yang membeku, cinta itu tetap menjadi satu-satunya hal yang murni dan tak tergoyahkan.

“Stolen Girl” bukanlah film yang sempurna. Ia tersandung dalam ritme dan terlalu sering kehilangan fokusnya. Namun, di balik semua kekurangannya, ada sebuah hati yang berdetak kencang—hati seorang ibu yang menolak untuk menyerah. Dan mungkin, itulah yang membuat film ini layak untuk ditonton. Bukan karena eksekusinya yang brilian, tetapi karena kemanusiaan yang terpancar dari setiap adegan.

Informasi lebih lanjut tentang film ini dapat ditemukan di halaman IMDb dan Rotten Tomatoes. Film berdurasi 1 jam 50 menit ini dirilis secara terbatas pada 26 September 2025, dengan rating R untuk adegan kekerasan dan bahasa dewasa.

Pada akhirnya, “Stolen Girl” adalah pengingat bahwa di balik setiap statistik penculikan anak, ada wajah, ada nama, ada hati yang hancur. Dan mungkin, kadang-kadang, itulah yang paling kita butuhkan dari sebuah film—bukan jawaban yang sempurna, tetapi pengakuan atas rasa sakit yang nyata.

Related Posts
STAR WARS VII FORCE AWAKENS : KEBANGKITAN SETELAH 30 TAHUN BERLALU
aya selalu menyukai sensasi rasa seperti ini: menantikan kehadiran film yang menjadi salah satu inspirasi, imajinasi dan kenangan masa lalu yang selalu melekat di hati, seperti Star Wars. Saya sudah ...
Posting Terkait
Film “Materialists” : Dilema Hati sang Mak Comblang Profesional
alam lanskap sinematik yang terus berubah, Celine Song sekali lagi membuktikan keahliannya dalam mengurai benang kusut hubungan manusia melalui “Materialists”, sebuah karya yang memadukan kecerdasan naratif dengan kedalaman emosional. Setelah sukses ...
Posting Terkait
RESENSI BUKU “ARUS DERAS” : SENARAI KISAH TENTANG MISTERI CINTA DAN HIDUP YANG TAK MUDAH
Judul Buku : Kumpulan Cerpen “Arus Deras” Karya : Agnes Majestika, Ana Mustamin, Kurnia Effendi, Kurniawan Junaedhie Jumlah halaman : 172 halaman Penerbit : Kosa Kata Kita, 2017 ISBN : 978-602-6447-16-6 KETIKA buku ini tiba ...
Posting Terkait
FILM BRANDAL-BRANDAL CILIWUNG : PATRIOTISME DALAM NUANSA KEBHINEKAAN
ejak iklan dan poster film ini ditayangkan bulan lalu, kedua anak saya, Rizky dan Alya sudah penasaran dan meminta saya untuk menyiapkan waktu bersama untuk menontonnya. Alhamdulillah, saat itu tiba ...
Posting Terkait
PETUALANGAN SERU WARTAWAN PEMBURU MUMI
nilah aksi “Tomb Rider” ala Perancis di awal abad 20-an! Demikian kesan saya seusai menonton “The Extraordinary Adventures of Adèle Blanc-Sec” (selanjutnya disingkat menjadi “Adèle”) akhir pekan lalu. Film ini diadaptasi ...
Posting Terkait
Saat Masa Depan Mengetuk Pintu Hati: Chemistry Dion Wiyoko-Sheila Dara dalam Petualangan Cinta Lintas Waktu
ada lanskap perfilman Indonesia yang kini dipenuhi dengan kemunculan film-film horor, sutradara Yandy Laurens menghadirkan sebuah alternatif yang menyegarkan melalui "Sore: Istri dari Masa Depan" yang tayang pada 10 Juli ...
Posting Terkait
FILM SPIDERMAN NO WAY HOME: TANTANGAN MULTIVERSE DAN KONFLIK BATIN SANG SUPERHERO
Film Spiderman:No Way Home yang tengah ditayangkan di bioskop-bioskop Indonesia saat ini menjadi film yang ditunggu-tunggu banyak penggemarnya. Tidak hanya karena soal kontraversi kehebohan ketika MCU induk film manusia laba-laba ...
Posting Terkait
FILM MAN OF STEEL : SUPERIORITAS HUMANIS SANG MANUSIA BAJA
ejak kecil saya selalu menggemari tokoh Superman. Komik-komik tokoh legendaris ini selalu saya baca tuntas dengan antusiasme meluap. Saya kian bersemangat untuk segera menonton film yang mengangkat kisah hidup si ...
Posting Terkait
FILM “BRAVE” : TENTANG KASIH IBU DAN KEBESARAN JIWA
inggu lalu,. dua hari berturut-turut, kami sekeluarga memanfaatkan waktu liburan dengan nonton bioskop. Setelah sebelumnya menonton film "Ambilkan Bulan", keesokan harinya, Minggu (1/7) kami menyempatkan diri menonton film Brave di ...
Posting Terkait
ROMANTISME RENYAH DARI SEBUAH KE-“JADUL”-AN
Judul Buku : Gaul Jadul (Biar Memble Asal Kece) Penulis : Q Baihaqi Penerbit : Gagas Media ISBN : 979-780-346-5 Jumlah halaman : viii + 280 halaman Cetakan : Pertama, 2009 Ukuran : 13 x 19 ...
Posting Terkait
FILM TIGA SEKAWAN : MENGUNGKAP MISTERI HANTU DI RUMAH TUA
aya akhirnya memenuhi keinginan 2 buah hati tercinta untuk menonton film ini, Sabtu (26/1) di XXI Mall Lippo Cikarang. Mereka penasaran melihat aksi 3 sekawan mengungkap misteri hantu setelah menonton ...
Posting Terkait
FILM TANAH SURGA, KATANYA : IRONI KEBANGSAAN DALAM KEMELARATAN DI PERBATASAN
ari Minggu (26/8) kemarin, kami sekeluarga menyempatkan diri menonton film "Tanah Surga, Katanya" di Studio 4 XXI Mal Lippo Cikarang. Kedua anak saya sangat antusias ingin menonton film ini setelah ...
Posting Terkait
FILM ETERNAL: MERACIK KEBERAGAMAN DALAM KONFLIK SUPERHERO ANYAR SEMESTA MARVEL
Setelah meluncurkan film superhero baru yang sarat dengan nuansa Asia, Shang Chi,  Semesta Marvel kembali menghadirkan superhero anyarnya lewat film Eternals yang saat ini sedang diputar di bioskop-bioskop Indonesia. Film ini menghadirkan superhero yang telah ada di bumi pada 5000 tahun ...
Posting Terkait
FILM 9 SUMMER 10 AUTUMNS : TENTANG HARAPAN YANG TAK PERNAH PUTUS
edung bioskop Hollywood XXI yang terletak tak jauh dari Hotel Kartika Chandra, Jl.Gatot Subroto, terlihat begitu ramai oleh penonton ketika kami sekeluarga tiba disana, Minggu Siang (28/4) lalu. Mayoritas penonton ...
Posting Terkait
MISSION IMPOSSIBLE 4 (GHOST PROTOCOL) : SPEKTAKULER & MENEGANGKAN !
inggu (18/12), bersama istri tercinta, saya berkesempatan menonton film Mission Impossible IV (Ghost Protocol) di Studio 1 Blitz Megaplex Pacific Place. Hari itu, kedua anak kami sedang mengikuti outing ...
Posting Terkait
NARASI KERESAHAN YANG LUGAS DAN PUITIS ALA LINDA DJALIL
Judul Buku : Cintaku Lewat Kripik Balado Penulis : Linda Djalil Prolog : Putu Wijaya Epilog : Jodhi Yudono Penerbit : Penerbit Buku Kompas , Juni 2011 Halaman : xii + 244 Halaman Ukuran : 14 ...
Posting Terkait
STAR WARS VII FORCE AWAKENS : KEBANGKITAN SETELAH
Film “Materialists” : Dilema Hati sang Mak Comblang
RESENSI BUKU “ARUS DERAS” : SENARAI KISAH TENTANG
FILM BRANDAL-BRANDAL CILIWUNG : PATRIOTISME DALAM NUANSA KEBHINEKAAN
PETUALANGAN SERU WARTAWAN PEMBURU MUMI
Saat Masa Depan Mengetuk Pintu Hati: Chemistry Dion
FILM SPIDERMAN NO WAY HOME: TANTANGAN MULTIVERSE DAN
FILM MAN OF STEEL : SUPERIORITAS HUMANIS SANG
FILM “BRAVE” : TENTANG KASIH IBU DAN KEBESARAN
ROMANTISME RENYAH DARI SEBUAH KE-“JADUL”-AN
FILM TIGA SEKAWAN : MENGUNGKAP MISTERI HANTU DI
FILM TANAH SURGA, KATANYA : IRONI KEBANGSAAN DALAM
FILM ETERNAL: MERACIK KEBERAGAMAN DALAM KONFLIK SUPERHERO ANYAR
FILM 9 SUMMER 10 AUTUMNS : TENTANG HARAPAN
MISSION IMPOSSIBLE 4 (GHOST PROTOCOL) : SPEKTAKULER &
NARASI KERESAHAN YANG LUGAS DAN PUITIS ALA LINDA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *